Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Andung Nio dan Angpao

9 Februari 2016   06:50 Diperbarui: 9 Februari 2016   07:14 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebelum melanjutkan menulis artikel ini izinkan saya berdoa sejenak untuk almarhum Andung Nio semoga arwahnya senantiasa diberi keluasan dan kebahagian di alam kubur. Amin.

Kisah ini adalah kisah masalalu saya ketika kanak kanak. Andung Nio biasa ibu saya memanggilnya. Kata sebutan ‘andung’ untuk membiasakan saya memanggil wanita setengah baya itu dengan sebutan ‘andung’.

Andung Nio adalah seorang wanita etnis Tionghoa. Tinggal hanya berdua dengan seorang anak laki lakinya . Pekerjaan andung Nio adalah menjahit pakaian. Tak ada yang lain. Setiap hari andung berkutat didepan mesin jahit sederhanannya. Para pelanggannya biasanya datang membawa bahan lalu dengan seksama andung mengukur badan di pelanggan menggunakan ukuran kain. Setelah itu andung akan mencatat dibuku notes kecilnya.

Keahilan menjahit andung Nio tak usah diragukan lagi. Ia sangat piawai membuat pola pakaian, memadukan warna, menjahitnya hingga jadilah sebuah busana yang diminta di pelanggan.

Kata ibu saya, ongkos jahit andung Nio tergolong mahal ketika itu. Tapi biar mahal banyak pelanggannya yang datang minta dijahitkan sebuah pakaian. Termasuk ibu saya yang menjadi pelanggan setianya. Hubungan ibu saya dan andung Nio memang dekat sekali. Kata ibu ,andung Nio masih punya hubungan kekerabatan dengan keluarga besar saya dari hubungan pernikahan.

Andung Nio adalah wanita yang temperamental, keras dan kuat memegang prinsip. Sifatnya yang temperamental terbukti membuat lari anak anak kecil seusia saya. Andung sangat ditakuti anak anak kecil. Terutama anak anak nakal yang biasa membuat gaduh.

Namun biar andung punya sifat pemarah , sebenarnya hatinya baik dan mudah berempati kepada kesulitan orang lain. Saya ketika kanak kanak sering melihat andung berderma kepada siapa saja yang meminta baik dikenalnya maupun orang yang tak dikenal.

Walau hidup menjanda seorang diri (suami andung Nio telah wafat lebih dahulu) andung Nio tak mau menjadi beban orang lain. Dengan tangannya sendiri ia mencari nafkah walau kata ibu , andung Nio memiliki keluarga Tionghoa yang cukup sejahtera dan mau membantu hidupnya. Andung Nio menolak bantuan itu karena prinsip hidupnya ia tak ingin punya banyak hutang budi terhadap orang lain termasuk kepada sanak saudaranya sendiri.

Andung Nio juga punya pengetahuan tentang obat obatan Tiongkok. Nah, untuk urusan ini ibu saya seringkali berkonsultasi . Saya masih ingat diberi madu yang sangat enak. Kata andung , madu yang ia miliki adalah madu asli. Sampai hari ini saya tidak pernah lagi mendapatkan madu yang mirip seperti yang diberikan oleh andung Nio ketika itu.

Imlek Andung Nio

Sebagai seorang Tionghoa andung masih memegang erat budaya leluhurnya. Apalagi bila perayaan imlek datang. Andung bisasany menyediakan panganan khas imlek, yang masih saya ingat adalah kue keranjang , dodol cina, beberapa macam gula gula , kwaci hingga sayur lontong cap go meh.

Andung akan merapikan rumahnya, berbenah dan mengecat rumahnya sebelum hari perayaan tiba. Andung biasanya akan banyak kedatangan tamu dari keluarga Tionghoanya. Ya, mirip sekali dengan keramaian lebaran pikir saya ketika itu.

Andung juga punya kebiasaan membagikan angpao kepada anak anak. Khusus untuk hari itu tak ada anak anak yang takut. Semuanya berdiri didepan rumah mengharap angpao. Ya, namanya juga anak anak kecil. Saya sendiri tidak ikut mengantri karena biasanya saya dapat jatah khusus.

Wajah sumringah akan terlihat jelas diwajah andung. Saya dan ibu juga biasanya ikut nimbrung ke rumahnya yang sederhana. Makan dan minum hingga kenyang. Ayah saya juga ikut datang tapi ia tak biasa berlama lama dirumah orang. Setelah bercakap cakap seperlunya ayah biasanya akan pulang lebih dulu.

Saya yang ketika kanak kanak sangat gemar makan (sampai hari ini sih kayaknya masih ...he he he) sangat senang berada dirumah andung ketika imlek. Andung memasak khusus sajian istimewa . Oh ya andung sangat piawai dalam soal masak memasak selain menjahit. Semua yang disajikan akan habis saya sikat. Melihat itu andung sangat senang, saya seperti mendapat hari istimewa.

Untuk angpao sebenarnya hampir setiap hari saya mendapat uang dari andung. Rumah saya dan rumah andung sangat dekat . Hanya berjarak sekitar sepuluh meter . Bila andung memerlukan sesuatu sementara ia sedang sibuk menjahit , andung akan memanggil saya untuk dibelikan sesuatu di warung terdekat atau toko dimana barang akan dibeli. Nah, andung selalu memberi upah berupa uang kepada saya. Jadilah saya selalu mendapat uang. Dan uangnya saya tabung hingga cukup untuk membeli mainan, jangkrik aduan, ikan cupang hingga burung merpati.

Plularisme yang diajarkan sejak dini

Didalam keluarga saya , perbedaan etnis , suku dan agama adalah hal yang biasa. Saya diajarkan untuk bisa menerima perbedaan tersebut dengan damai. Tak pernah saya diajarkan membenci perbedaan etnis, suku dan agama. Seperti hubungan keluarga saya yang sangat baik dengan andung Nio yang beretnis Tionghoa.

Maka saya sangat marah bila ada teman teman sebaya saya mengolok olok teman yang beretnis Tionghoa. Kebiasaan mem-bully etnis Tionghoa memang masih marak ketika saya kanak kanak. Sebutan sipit, cina atau sebutan lainnya menjadi momok buruk yang pernah saya saksikan ketika kecil. Saya biasanya memberitahukan teman yang berbuat seperti itu tapi biasanya mereka tetap membandel. Saya pernah hampir berkelahi untuk masalah ini.

Saya juga punya teman etnis Tionghoa ketika kanak kanak. Namanya Alun dan Acung. Keduanya bersaudara. Keluarga Tionghoa ini punya toko emas di pasar. Keduanya bisa berbaur dengan baik dan bisa diterima teman teman yang lain. Alun , seingat saya adalah anak yang sedikit urakan. Tukang berkelahi dan suka jahil. Saya pernah berkelahi gara gara rebutan sesuatu .

Perkelahian itu berlangsung hingga dua kali. Tapi perkelahian itu bukan karena perbedaan etnis tapi lebih disebabkan masalah anak anak biasa.

Masa kecil saya cukup beragam, saya mempunyai teman dari berbagai etnis, ada Tionghoa, Manado, Arab , Jawa, Batak dan Bali. Dari pertemanan masa kecil itulah saya mengerti bahwa perbedaan bukanlah hal yang perlu dibesar besarkan. Saling menghormati, saling menghargai dan bersikap toleran. Saya malah punya pengalaman menarik dengan teman beda etnis . Saya masih ingat dengan teman beretnis Arab bernama Zaid. Postur tubuhnya yang tinggi dengan kulit gelap dan rambut khasnya. Zaid menjadi ikon anak yang ditakuti. Sekali dia menghardik tak ada anak yang berani buka suara. Padahal Zaid adalah anak yang sangat humoris. Dari Zaid-lah saya menjadi penggemar cupang aduan.

Andung Nio Berangkat Haji

Sejak kanak kanak saya sudah mendengar keinginan andung Nio untuk berangkat haji. Maka andung Nio rajin menabung dari hasil jerih payahnya menjahit. Sebagai mualaf , andung Nio rajin mempelajari Islam. Bahkan pengetahuannya berkembang sangat cepat.

Keinginan andung Nio akhirnya terwujud juga. Setelah mendaftar dan memiliki uang yang cukup berangkatlah andung Nio menuju Mekah dan Madinah. Uniknya , tidak seperti kebanyakan orang naik haji yang diantar hingga bermobil-mobil dan membuat jalan menjadi macet. Andung Nio hanya diantar sanak saudara dekatnya saja dirumah. Selanjutnya ia hanya menumpang taksi menuju tempat berkumpul. Begitu juga ketika pulang dari menunaikan haji, andung Nio hanya menggunakan taksi seorang diri .

Begitulah sifat andung Nio yang tak ingin merepotkan banyak orang. Sikapnya yang sangat kuat memegang prinsip membuatnya menjadi pribadi yang taft dan tak mudah di ombang ambing. Andung Nio menjadi inspirasi bagi saya bagaimana teguh mewujudkan keinginan apa pun cita cita itu. Berani mengambil resiko dan tabah melewati berbagai ujian hidup.

Andung Nio memang bukan pribadi sempurna tapi perempuan setengah baya itu tahu bagaimana menjalani hidup yang tidak selamanya mudah. Melawan kepedihan hidup , mengatasi kelemahan diri untuk tetap survive di tengah kehidupan yang kadang terasa keras dan kejam.

Saya sungguh beruntung bisa melihat perjuangan seorang wanita mandiri yang tak kenal kata menyerah. Berani mewujudkan prinsipnya dan tidak pernah takut akan perkataan miring orang lain.

Dan disaat imlek, kenangan itu kembali hadir. Sayang angpao dari andung Nio sudah tidak ada lagi. Tapi inspirasinya masih lekat dihati saya.

Semoga berbahagia Andung Nio.

Note :
Andung : Adalah sebutan bagi orang yang dituakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun