Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Andung Nio dan Angpao

9 Februari 2016   06:50 Diperbarui: 9 Februari 2016   07:14 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andung akan merapikan rumahnya, berbenah dan mengecat rumahnya sebelum hari perayaan tiba. Andung biasanya akan banyak kedatangan tamu dari keluarga Tionghoanya. Ya, mirip sekali dengan keramaian lebaran pikir saya ketika itu.

Andung juga punya kebiasaan membagikan angpao kepada anak anak. Khusus untuk hari itu tak ada anak anak yang takut. Semuanya berdiri didepan rumah mengharap angpao. Ya, namanya juga anak anak kecil. Saya sendiri tidak ikut mengantri karena biasanya saya dapat jatah khusus.

Wajah sumringah akan terlihat jelas diwajah andung. Saya dan ibu juga biasanya ikut nimbrung ke rumahnya yang sederhana. Makan dan minum hingga kenyang. Ayah saya juga ikut datang tapi ia tak biasa berlama lama dirumah orang. Setelah bercakap cakap seperlunya ayah biasanya akan pulang lebih dulu.

Saya yang ketika kanak kanak sangat gemar makan (sampai hari ini sih kayaknya masih ...he he he) sangat senang berada dirumah andung ketika imlek. Andung memasak khusus sajian istimewa . Oh ya andung sangat piawai dalam soal masak memasak selain menjahit. Semua yang disajikan akan habis saya sikat. Melihat itu andung sangat senang, saya seperti mendapat hari istimewa.

Untuk angpao sebenarnya hampir setiap hari saya mendapat uang dari andung. Rumah saya dan rumah andung sangat dekat . Hanya berjarak sekitar sepuluh meter . Bila andung memerlukan sesuatu sementara ia sedang sibuk menjahit , andung akan memanggil saya untuk dibelikan sesuatu di warung terdekat atau toko dimana barang akan dibeli. Nah, andung selalu memberi upah berupa uang kepada saya. Jadilah saya selalu mendapat uang. Dan uangnya saya tabung hingga cukup untuk membeli mainan, jangkrik aduan, ikan cupang hingga burung merpati.

Plularisme yang diajarkan sejak dini

Didalam keluarga saya , perbedaan etnis , suku dan agama adalah hal yang biasa. Saya diajarkan untuk bisa menerima perbedaan tersebut dengan damai. Tak pernah saya diajarkan membenci perbedaan etnis, suku dan agama. Seperti hubungan keluarga saya yang sangat baik dengan andung Nio yang beretnis Tionghoa.

Maka saya sangat marah bila ada teman teman sebaya saya mengolok olok teman yang beretnis Tionghoa. Kebiasaan mem-bully etnis Tionghoa memang masih marak ketika saya kanak kanak. Sebutan sipit, cina atau sebutan lainnya menjadi momok buruk yang pernah saya saksikan ketika kecil. Saya biasanya memberitahukan teman yang berbuat seperti itu tapi biasanya mereka tetap membandel. Saya pernah hampir berkelahi untuk masalah ini.

Saya juga punya teman etnis Tionghoa ketika kanak kanak. Namanya Alun dan Acung. Keduanya bersaudara. Keluarga Tionghoa ini punya toko emas di pasar. Keduanya bisa berbaur dengan baik dan bisa diterima teman teman yang lain. Alun , seingat saya adalah anak yang sedikit urakan. Tukang berkelahi dan suka jahil. Saya pernah berkelahi gara gara rebutan sesuatu .

Perkelahian itu berlangsung hingga dua kali. Tapi perkelahian itu bukan karena perbedaan etnis tapi lebih disebabkan masalah anak anak biasa.

Masa kecil saya cukup beragam, saya mempunyai teman dari berbagai etnis, ada Tionghoa, Manado, Arab , Jawa, Batak dan Bali. Dari pertemanan masa kecil itulah saya mengerti bahwa perbedaan bukanlah hal yang perlu dibesar besarkan. Saling menghormati, saling menghargai dan bersikap toleran. Saya malah punya pengalaman menarik dengan teman beda etnis . Saya masih ingat dengan teman beretnis Arab bernama Zaid. Postur tubuhnya yang tinggi dengan kulit gelap dan rambut khasnya. Zaid menjadi ikon anak yang ditakuti. Sekali dia menghardik tak ada anak yang berani buka suara. Padahal Zaid adalah anak yang sangat humoris. Dari Zaid-lah saya menjadi penggemar cupang aduan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun