Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyoal Nama Stasiun Tigaraksa, Menghindari Gagal Paham

8 Februari 2016   06:03 Diperbarui: 8 Februari 2016   11:44 4965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Nama Stasiun Tigaraksa yang harus dirubah | Foto : Rushan Novaly"][/caption]Nama Stasiun Tigaraksa mungkin tak sepopuler Stasiun Parung panjang atau Stasiun Serpong. Namun bagi orang yang melintas dari stasiun Tanah Abang menuju Rangkasbitung maupun Merak stasiun Tigaraksa pastilah mengenalnya.

Stasiun kereta ini memang bukan stasiun utama. Namun jumlah penumpang yang naik dari stasiun ini jumlahnya cukup besar karena berada di antara perumahan swasta yang terus berkembang. Tak heran di stasiun Tigaraksa hampir seluruh rangkaian kereta berhenti. Mulai dari kereta commuterline hingga kereta jarak jauh seperti kereta Kalimaya, kereta Rangkasjaya hingga kereta Krakatau.

Stasiun Tigaraksa saat ini sedang dalam proses pembangunan. Empat jalur kereta kini sedang diaktifkan. Tempat parkir kendaraan juga dibangun di dua sayap kiri dan sayap kanan stasiun.

Stasiun Tigaraksa sendiri berada di antara empat kabupaten. Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang. Dengan letaknya yang strategis diapit empat kabupaten sekaligus, stasiun Tigaraksa menjadi stasiun pilihan utama.

Interkoneksi antar Moda
Kelebihan stasiun Tigaraksa lainnya adalah adanya interkoneksi moda dengan angkutan publik lainnya yaitu angkot yang menyambungkan dengan jalur Taman Adiyasa menuju Balaraja.

Dengan begitu stasiun Tigaraksa dapat melayani penumpang yang berasal dari perumahan sepanjang jalan Taman Adiyasa hingga Cisoka. Ada sekitar lima perumahan yang terhubung. Ini pulalah yang membuat stasiun Tigaraksa mendapat limpahan penumpang dan diperkirakan akan semakin bertambah setiap tahunnya.

Setiap hari tak kurang ada enam ribu penumpang yang menggunakan jasa kereta melalui stasiun Tigaraksa menuju Jakarta. Sejak adanya kereta KRL yang mulai beroperasi pada 1 April 2013 maka stasiun Tigaraksa selalu menjadi pilihan utama. Apalagi jalur ganda hingga Stasiun Maja telah mulai dioperasikan pada Desember 2015.

Selain itu stasiun Tigaraksa bisa melayani penupang yang berasal dari wilayah sekitar pusat pemerintahan kabupaten Tangerang yang jaraknya masih dapat dijangkau. Sayang untuk jalur menuju pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang tidak ada jalur angkot kecuali menggunakan ojek yang tentu harganya cukup mahal.

Salah satu masalah utama kabupaten Tangerang adalah transportasi publik yang belum tersedia secara optimal. Masih banyak jalur yang tidak memiliki angkutan umum sehingga masyarakat harus menggunakan transportasi pribadi .

Nama Stasiun yang tidak tepat
Stasiun Tigaraksa sesungguhnya berada di Desa Cikasungka kecamatan Solear Kabupaten Tangerang. Bukan berada di kecamatan Tigaraksa. Entah apa yang menjadi pertimbangan sehingga nama stasiun mengambil nama Tigaraksa. Hal ini mungkin seperti perkara sepele yang tidak terlalu prinsip. Apalagi nama Tigaraksa sudah digunakan sejak stasiun berdiri pada tahun 1996.

Toh nama Tigaraksa lebih populer dari nama Solear. Karena bila disebutkan kata Tigaraksa akan terbayang pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang yang berada di kecamatan Tigaraksa. Padahal jarak antara stasiun Tigaraksa dengan pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang di Tigaraksa sejauh 14 kilometer. Jarak yang cukup jauh.

Nama stasiun kereta biasanya diambil dari nama lokal tempat stasiun itu berada. Contoh Stasiun Tanah Abang yang memang berada di wilayah Tanah abang, atau Stasiun Gambir yang memang berada di wilayah Gambir. Coba perhatikan nama stasiun mengambil nama daerah tersebut.

Hal ini bila dianalogikan sama dengan memberikan label nasi goreng tapi ketika dimakan kok nasi uduk. Karena nama yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

Lalu apa pengaruhnya bila nama stasiun menggunakan nama yang tidak sesuai?
Bayangkan sudah banyak orang yang salah sangka dan akhirnya kecewa karena salah menentukan tempat turun. Hal ini kerap terjadi pada penumpang yang tidak begitu paham bahwa stasiun Tigaraksa bukan berada di kecamatan atau desa yang bernama Tigaraksa. Akhirnya penumpang harus kembali atau bila ada ‘uang lebih’ harus merogoh kocek hingga tiga puluh sampai lima puluh ribu menggunakan jasa ojek pangkalan karena di wilayah sekitar stasiun belum tersedia ojek online.

Lagi pula kearifan lokal juga tidak nampak. Nama stasiun menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi masyarakat sekitar stasiun. Hal ini perlu diakomodasi pihak Direktorat perkeretaapian khususnya Daerah Operasi Satu (Daop I) PT KAI.

[caption caption="Gagal paham nama Stasiun Tigaraksa | Foto : Rushan Novaly"]

[/caption]

Tambahkan Nama Solear
Merubah nama stasiun kereta bukan hal yang tabu. Dulu nama Stasiun Sudirman adalah stasiun Dukuh Atas. Tak jadi masalah, karena memang selayaknya nama stasiun mencirikan nama wilayah sekitarnya.

Para pengguna kereta jadi mahfum ketika nama Dukuh Atas diganti menjadi Sudirman. Karena memang jalan utama yang berada di sisi stasiun adalah jalan Jenderal Sudirman. Jadi pengguna jasa kereta mudah paham di mana harus menentukan di stasiun mana harus turun.

Seperti juga nama stasiun Duren Kalibata yang mendapat tambahan kata Duren. Bukan sekedar asal menambah kata. Duren menunjukan wilayah di mana stasiun kereta berada. Memudahkan pengguna jasa kereta mengenali wilayah yang akan dituju.

Sudah selayaknya nama stasiun Tigaraksa dirubah. Bukan untuk gaya gayaan, bukan untuk pekerjaan remeh temeh. Wilayah Solear sendiri saat ini terus berkembang. Perumahan swasta semakin banyak, kompleks industri dan pergudangan sedang dibangun yang letaknya lima kilometer dari stasiun. Itu berarti perkembangan wilayah Solear terus semakin maju.

Bila hal ini tidak diantispasi akan banyak pengguna jasa kereta yang kecewa karena salah duga. Ternyata turun di Stasiun Tigaraksa bukan berada di wilayah Tigaraksa tapi wilayah Solear. Sebuah kekeliruan yang fatal.

Sudah saatnya nama stasiun Tigaraksa dirubah. Minimal ditambahkan kata Solear menjadi stasiun Solear Tigaraksa. Memang hal ini akan menambah beberapa biaya dan merubah data hingga merubah nomenklatur untuk stasiun Tigaraksa.

Namun penambahan biaya tersebut akan sebanding dengan tingkat pelayanan kereta api Daop I, nama yang baru akan memudahkan pengguna jasa kereta menentukan dimana akan turun, menghindari salah persepsi hingga menghindari kerugian pengguna jasa kereta.

Lagi pula koreksi penamaan stasiun kereta akan membuat publik yakin dan percaya PT KAI sebagai operator kereta sudah memenuhi pelayanan optimal, memperhatikan keluhan penumpang dan meng-akomododir kearifan lokal wilayah sekitar stasiun. Perkembangan perkeretaapian saat ini telah berkembang positif. Mengarah pada pelayanan maksimal dengan mengadakan inovasi dan perbaikan layanan. Bukan tidak mungkin kereta api Indonesia menjadi leader of change bagi sistem pelayanan transportasi publik.

Di era inilah kereta api menunjukan kualitasnya sebagai perusahan negara yang profesional, modern, menguntungkan dan menjadi pilihan utama transportasi darat. Tak berlebihan bila hanya mengganti atau menambahkan nama stasiun kereta bukanlah perkara sulit. Karena perubahan ini adalah bagian dari tuntutan perubahan dalam semangat revolusi mental yang sedang digenjot pemerintahan presiden Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun