Nama stasiun kereta biasanya diambil dari nama lokal tempat stasiun itu berada. Contoh Stasiun Tanah Abang yang memang berada di wilayah Tanah abang, atau Stasiun Gambir yang memang berada di wilayah Gambir. Coba perhatikan nama stasiun mengambil nama daerah tersebut.
Hal ini bila dianalogikan sama dengan memberikan label nasi goreng tapi ketika dimakan kok nasi uduk. Karena nama yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Lalu apa pengaruhnya bila nama stasiun menggunakan nama yang tidak sesuai?
Bayangkan sudah banyak orang yang salah sangka dan akhirnya kecewa karena salah menentukan tempat turun. Hal ini kerap terjadi pada penumpang yang tidak begitu paham bahwa stasiun Tigaraksa bukan berada di kecamatan atau desa yang bernama Tigaraksa. Akhirnya penumpang harus kembali atau bila ada ‘uang lebih’ harus merogoh kocek hingga tiga puluh sampai lima puluh ribu menggunakan jasa ojek pangkalan karena di wilayah sekitar stasiun belum tersedia ojek online.
Lagi pula kearifan lokal juga tidak nampak. Nama stasiun menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi masyarakat sekitar stasiun. Hal ini perlu diakomodasi pihak Direktorat perkeretaapian khususnya Daerah Operasi Satu (Daop I) PT KAI.
[caption caption="Gagal paham nama Stasiun Tigaraksa | Foto : Rushan Novaly"]
Tambahkan Nama Solear
Merubah nama stasiun kereta bukan hal yang tabu. Dulu nama Stasiun Sudirman adalah stasiun Dukuh Atas. Tak jadi masalah, karena memang selayaknya nama stasiun mencirikan nama wilayah sekitarnya.
Para pengguna kereta jadi mahfum ketika nama Dukuh Atas diganti menjadi Sudirman. Karena memang jalan utama yang berada di sisi stasiun adalah jalan Jenderal Sudirman. Jadi pengguna jasa kereta mudah paham di mana harus menentukan di stasiun mana harus turun.
Seperti juga nama stasiun Duren Kalibata yang mendapat tambahan kata Duren. Bukan sekedar asal menambah kata. Duren menunjukan wilayah di mana stasiun kereta berada. Memudahkan pengguna jasa kereta mengenali wilayah yang akan dituju.
Sudah selayaknya nama stasiun Tigaraksa dirubah. Bukan untuk gaya gayaan, bukan untuk pekerjaan remeh temeh. Wilayah Solear sendiri saat ini terus berkembang. Perumahan swasta semakin banyak, kompleks industri dan pergudangan sedang dibangun yang letaknya lima kilometer dari stasiun. Itu berarti perkembangan wilayah Solear terus semakin maju.
Bila hal ini tidak diantispasi akan banyak pengguna jasa kereta yang kecewa karena salah duga. Ternyata turun di Stasiun Tigaraksa bukan berada di wilayah Tigaraksa tapi wilayah Solear. Sebuah kekeliruan yang fatal.
Sudah saatnya nama stasiun Tigaraksa dirubah. Minimal ditambahkan kata Solear menjadi stasiun Solear Tigaraksa. Memang hal ini akan menambah beberapa biaya dan merubah data hingga merubah nomenklatur untuk stasiun Tigaraksa.