Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ini Cerita Saya Tentang BPJS Ketenagakerjaan

31 Desember 2015   12:22 Diperbarui: 4 April 2017   17:35 8943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikupa | Foto : Rushan Novaly"][/caption]

Selasa (29/12) sebuah pesan singkat masuk ke inbox handphone saya . Isinya ringkas tapi padat , memberitahukan untuk hadir pada hari Rabu (30/12) dari jam 07:00 sampai jam 12:00 di BPJS Ketenagakerjaan Cikupa (Tangerang IV) guna mengurus pencairan Jaminan hari tua (JHT).

Saya agak sedikit tak percaya. Takut cuma sms palsu yang mau menipu. Maka saya perhatikan dengan seksama isi sms, kata per kata hingga saya yakin sms itu bukan sms tipuan . Saya memang mendaftakan pencairan JHT sebulan yang lalu. Ketika itu saya mendapat jatah pemrosesan JHT bulan Februari 2016. Artinya tiga bulan dari saat saya mendaftar. Karena saya tak ada kebutuhan yang mendesak maka tiga bulan menunggu tak terlalu saya pikirkan. Toh selama tiga bulan dana JHT saya tak akan hilang.

[caption caption="Kartu Jamsostek sebelum menjadi BPJS Ketenagakerjaan | Foto : Rushan Novaly"]

[/caption]

Karena sms yang datang tiba tiba menjelang petang hari , saya langsung menyiapkan segala berkas yang diperlukan . Walau sebenarnya saya sudah mempersiapkan dokumen jauh jauh hari. Saya hanya mencari berkas yang sudah saya kumpulkan dalam sebuah map plastik didalam lemari . Setelah ketemu saya mengecek ulang dokumen yang diperlukan :

• Kartu jamsostek/kartu bpjs ketenagakerjaan asli
• KTP asli
• KK asli
• Surat pengunduran diri dari perusahaan yang ditujukan kepada dinas ketenagakerjaan setempat dengan tembusan kepada bpjs ketenagakerjaan setempat bagi tenaga kerja yang mengundurkan diri terhitung mulai 1 september 2015
• Paklaring/surat pengalaman kerja asli
• Slip saldo / rincian saldo (bila ada)
• Buku rekening tabungan

[caption caption="Persyaratan yang dibutuhkan untuk pencairan JHT | Foto : Rushan Novaly"]

[/caption]

Setelah lengkap saya masukan ke dalam tas ransel hitam yang menjadi teman disetiap perjalanan. Malam itu saya mereka reka kenapa jadwal pencairan JHT dipercepat hingga waktu tunggu saya hanya satu setengan bulan saja.

Mengurus pencairan JHT

Pagi pagi saya sudah bangun. Setelah sholat shubuh saya langsung mempersiapkan diri. Karena saya tahu BPJS Ketenagakerjaan Cikupa selalu padat pengunjung . Jadi saya sudah mewanti wanti orang rumah untuk menyiapkan sarapan pagi sebelum jam enam pagi.

Selesai sarapan saya langsung tancap gas menuju kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikupa . Sebagai informasi saja, jarak yang harus saya tempuh mencapai 22 Km. Lumayan jauh jadi saya perlu prepare waktu perjalanan selama satu jam.

Beruntung perjalanan pagi itu lancar jaya. Tak menemui hambatan sedikit pun. Jadi waktu tempuh hanya 40 menit saja. Jam tujuh saya sudah merapat di tempat parkir gedung BPJS Ketenagakerjaan Cikupa yang terletak di Jalan Bolevard kawasan perumahan Citra Raya. Gedung tiga lantai berkelir hijau itu berada di antara ruko Taman raya. Karena berada diantara ruko komersil , gedung BPJS Ketenagakerjaan terlihat sangat ramai.

[caption caption="Antrian yang didominasi wanita | Foto : Rushan Novaly"]

[/caption]

Saya langsung menuju meja pendaftaran didepan pintu masuk. Seorang satpam berseragam biru nampak sibuk menerima berkas dari para pendaftar. Sebenarnya ada dua meja di sisi kiri dan sisi kanan. Pada meja di sisi kiri tempat orang pendaftar JHT pertama kali. Di meja inilah pendaftar akan mendapatkan penjelasan berkas dokumen yang dibutuhkan untuk pencairan JHT . Sekaligus di meja ini pula akan ditentukan tanggal untuk pemrosesan JHT. Karena begitu banyaknya pendaftar pencairan JHT maka giliran proses pencairan harus dijadwal . Hal ini bisa terjadi karena berlakunya peraturan (PP) waktu tunggu yang hanya 1 bulan sejak berhenti bekerja . Kalau sebelumnya pekerja harus menunggu selama 5 tahun keanggotaan seperti yang saya alami. Saya mengundurkan diri sejak pertengahan tahun 2013 , masa keanggotaan saya dimulai sejak Januari 2010. Maka saya baru bisa mencairkan dana JHT pada tahun 2015. Setelah lima tahun masa keanggotaan. Berbeda dengan saat ini masa tunggu hanya 1 bulan. Bisa dibayangkan ?

Pada meja kedua disisi kanan, seorang lelaki berseragam satpam bertugas jauh lebih sibuk. Karena tugasnya merapikan semua berkas dokumen , memberikan formulir yang harus diisi dan surat pernyataan bermaterai yang juga harus ditanda tangani. Dengan lancar lelaki ini mengatur semua berkas. Pagi itu antrian belum terlalu panjang .

Saya sendiri berada diurutan ke-empat menunggu giliran. Pas giliran saya , seluruh dokumen dirapikan sayangnya saya belum memiliki map merah dan satu buah materai . Walau sebenarnya tak ada aturan baku menggunakan map berwarna merah. Map hanya digunakan untuk menjepitkan urutan pemanggilan. Saya pun diminta membeli satu map berwarna merah dan satu buah materai enam ribu rupiah.

Saya mendapat giliran pada urutan 47 . Artinya saya akan lebih lama menunggu . Ruangan tunggu didalam memang terbatas. Tak lebih dari 20 orang giliran. Apalagi orang yang mencairkan JHT kadang membawa anak kecil yang mau tak mau ikut serta masuk kedalam ruangan tunggu. Ya, tak mungkin pula seorang ibu meninggalkan anaknya diluar sementara ia antri di dalam ruangan BPJS.

[caption caption="Palayanan prima dari petugas BPJS Ketenagakerjaan Cikupa, Tangerang IV | Foto : Rushan Novaly"]

[/caption]

Sambil menunggu giliran dipanggil saya mengisi formulir dan surat pernyataan. Tak butuh waktu lama pekerjaan itu selesai. Saya memilih duduk tak jauh dari meja pendaftaran. Selain ingin melihat sistem pelayanan, saya juga ingin tahu apa yang menyebabkan banyak orang mencairkan dana JHT.

Didominasi Pekerja Wanita

Setelah beberapa jam menunggu , saya mencoba me-riset kecil kecilan. Apa yang menyebabkan banyak orang  mencairkan dana JHT . setelah bertanya ke kiri dan kekanan. Juga beberapa orang yang saya sampling secara acak. Rata rata orang yang mengambil dana JHT adalah pekerja wanita .

Ini disebabkan mayoritas pekerja buruh di Tangerang adalah pekerja wanita. Selain itu pekerja wanita juga rentan untuk berhenti bekerja karena alasan menikah, hamil , berpindah wilayah pekerjaan dan alasan lainnya.

Seperti seorang wanita disebelah saya yang kini tinggal di Cilegon. Wanita muda ini memutuskan berhenti bekerja karena dirinya hamil. Bekerja di lingkungan industri yang lumayan berat membuat wanita muda ini khawatir akan kehamilannya. Apalagi ia bercerita sempat tak hamil lebih dari satu tahun usia pernikahannya. “biar suami saya saja yang kerja, saya di rumah saja jadi ibu rumah tangga” Begitu katanya polos.

Berbeda dengan seorang wanita disebelahnya yang berhenti karena pabriknya bubar pasca kehilangan pembeli dari luar negri.
Di kabupaten Tangerang pekerja di bidang industri mencapai lebih dari setengah jumlah pekerja secara keseluruhan. Tingginya angka pekerja di kabupaten Tangerang juga mendukung angka turn over pekerja. Banyaknya jumlah pabrik dan manufaktur yang beroperasi membuat pekerja bisa berpindah pindah dari satu pabrik ke pabrik lainnya. Kadang ini pula yang menyebabkan pekerja mencairkan JHT walau baru satu tahun bekerja.

Bahkan ada yang lebih ekstrem , sengaja meminta berhenti bekerja untuk mengharapkan pesangon yang tidak seberapa dan dana JHT yang juga belum terlalu besar. Sudah begitu uangnya dipakai untuk membeli barang konsumtif seperti handphone atau barang elektronik lainnya.

Padahal tujuan diadakannya Jaminan hari tua agar pekerja mampu menata hidupnya ketika telah memasuki usia non produktif di dunia kerja . Kesadaran ini nampaknya belum dipahami sebgaian besar pekerja formal .

Kesalahpahaman yang berbuah Berkah

Akhirnya giliran saya dipanggil , nomor urut 46 sampai 51 . Hanya lima orang. Begitu memasuki ruang tunggu saya diarahkan satpam yang ada didepan pintu masuk untuk duduk di sayap kanan. Ada 4 meja pelayanan yang dibuka. Karena akhir tahun menjelang tutup buku maka pelayanan hari itu hanya klaim saja yang dilayani.

Hampir semua tempat duduk sudah terisi . Hanya beberapa yang kosong. Sepertinya orang yang menunggu diatur untuk mendapat tempat duduk. Jadi selama menunggu giliran dipanggil saya tak menemui orang yang berdiri kecuali petugas satpam di muka pintu utama.Sebuah metode layanan yang patut diacungi jempol pikir saya.

Sambil menunggu , saya gunakan kesempatan untuk mengambil beberapa gambar menggunakan kamera handphone untuk keperluan menulis di blog . Momennya pas karena memang saya bisa melihat langsung palayanan BPJS Ketenagakerjaan Cikupa . Reportase pandangan mata memang mewajibkan gambar . Saya yang biasa mengambil gambar di ruang publik tak menyadari bahwa BPJS Ketenagakerjaan Cikupa mengharuskan meminta izin terlebih dahulu. Karena memang tak ada ketentuan didepan pintu maupun diareal lobby tentang pelarangan mengambil gambar.

Tak lama saya mengambil gambar. Satpam yang bertugas dimuka pintu mendekati saya dan melarang saya mengambil gambar. Bahkan dengan secara jelas meminta saya untuk menghapus gambar yang saya ambil dengan sebelumnya meminta untuk melihat hasil gambar yang telah saya ambil.

Saya terang saja agak kaget dan terusik. Saya diminta untuk menjelaskan didalam ruangan . Seorang wanita bernama Elly Ginandjar yang menjabat sebagai kepala bidang pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Cikupa menemui saya . Elly menanyakan tujuan saya mengambil gambar di area kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikupa . Tentu saja saya menjelaskan kenapa saya mengambil gambar, saya juga menjelaskan bahwa saya blogger kompasiana yang sedang ikut lomba yang diadakan BPJS Ketenagakerjaan.

Beruntung kesalahpahaman itu berakhir dengan baik. Karena saya tak punya maksud lain selain mengambil gambar sebagai bahan materi dalam penulisan blog.

Dipanggilnya saya ke dalam ruangan malah membuat saya mendapat berkah. Karena saya mendapat tambahan informasi . Elly Ginandjar memang punya alasan tersendiri kenapa pengambilan gambar diareal kantor BPJS Ketenagakerjaan harus meminta izin terlebih dahulu. Karena belum lama ada yang meng-upload foto ke media sosial dan memberikan kesan yang kurang baik .

Setelah selesai masalah kesalahpahaman, saya kembali ke ruang tunggu dan dipersilahkan ke meja layanan tiga. Tak perlu menunggu lama saya langsung dilayani seorang petugas wanita. Saya tak melewatkan kesempatan untuk bertanya beberapa hal tentang pelayanan BPJS Ketenagakerjaan kepada wanita yang bernama Riza Dwi Ratnasari.

[caption caption="Petugas BPJS Cikupa yang ramah dan selalu siap membantu | Foto : Rushan Novaly"]

[/caption]

Saya menanyakan load rata rata pengunjung yang datang di BPJS Ketenagakerjaan Cikupa yang dijawab hari senin hingga hari rabu jumlah pengunjung lebih banyak ketimbang pelayanan di hari kamis dan jum’at. Kalau dirata rata menurut wanita berparas menarik dengan alis tebal ini jumlahnya antara 250 hingga 300 orang. Sebuah jumlah yang cukup banyak.

Di meja pelayanan tiga , Riza bertugas cekatan, dengan sopan ia mencocokkan data pribadi saya. Nama, alamat, tanggal lahir dan nama ibu kandung. Setelah segalanya dianggap cocok . ia memperlihatkan saldo JHT terakhir saya. Jumlahnya sudah berkembang . Padahal seingat saya ketika saya keluar dari tempat saya bekerja jumlahnya tidak sebesar itu. Ternyata hasil pengembangan JHT jauh lebih tinggi ketimbang persentase deposito dan tabungan . Jadi saran saya dana JHT sebaiknya tidak diambil secepatnya. Idealnya JHT diambil ketika pekerja ingin memulai usaha mandiri ketika tak lagi bekerja pada perusahaan pemberi upah.

Proses terakhir adalah pengambilan foto setiap orang yang telah menyelesaikan proses pencairan dana JHT. Klik....sebuah kamera mini yang tertempel di atas monitor langsung beraksi. Smile ...you on camera. Penggunaan kamera perekam wajah ini sudah biasa digunakan di beberapa bank . Tentu hal ini untuk menjamin keamanan dan akurasi data.

Kembali ikut Keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan

Setelah pores pencairan JHT selesai saya meminta Riza untuk menghubungkan saya dengan petugas yang melayani peserta baru bukan penerma upah (BPU) alias pekerja mandiri. Saya memang berencana untuk segera mendaftarkan diri sebagai pekerja bukan penerima upah. Dengan begitu saya akan mendapatkan Jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan Kematian (JKM). Saya juga berniat mendaftarkan diri pada Jaminan hari tua (JHT) .

[caption caption="Mendaftar kembali menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan | Foto : Rushan Novaly"]

[/caption]

Saya diarahkan menuju lantai dua menemui seorang petugas bernama Yudha. Setelah memita izin kepada satpam agar saya bisa naik ke lantai dua menemui petugas yang disebutkan Riza.

Setelah sedikit berbasa basi dan mendapatkan penjelaskan secara singkat program BPJS ketenagakerjaan khususnya program bukan penerima upah ,saya mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan BPU . Apalagi saya sudah mendapatkan gambaran ketika acara kopdar singkat pada acara kompasianival.

Keuntungan menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan bukan penerima upah adalah bebas menentukan sendiri jumlah pendapatan sebulan. Sebagai dasar penentuan jumlah iuran yang harus dibayar. Nah berikut ini keuntungan yang didapat pekerja mandiri yang ikut jaminan ketenagakerjaan :

Dijamin kecelakan kerja. Siapa sih yang ingin celaka ketika bekerja ? pasti tak ada satu orangpun yang ingin kena kecelakaan kerja. Tapi yang namanya resiko pasti selalu ada. Tak ada yang bisa menjamin keselamatan dalam bekerja. Musibah bisa datang tiba tiba. Biarpun berprofesi mandiri sebagai blogger saya merasa perlu melindungi diri dari kecelakaan ketika meliput, kopdar hingga kegiatan lain yang berhubungan dengan dunia literasi.

[caption caption="Bahaya kecelakaan yang bisa terjadi kapan saja | Foto : E-magazine Bridge "]

[/caption]

Mendapat santunan kematian. Meninggal sesuatu yang pasti tapi kapan kita meninggal tak ada yang tahu . betul tidak ? Salah satu sifat orang bijak adalah ketika ia meninggal ia tidak menyusahkan istri dan anaknya. Paling tidak ada santunan kematian yang akan diterima ahli waris sebagi bekal hidup selanjutnya. Selain santuan kematian bila masa keanggotaan telah mencapai lima tahun , ada beasiswa untuk anak yang jumlahnya ditentukan dengan jumlah iuran bulanan.

Bayar iuran sambil menabung. Program jaminan hati tua (JHT) adalah program jaminan yang punya manfaat sebagai dana cadangan yang kemanfaatannya akan dirasakan pada masa yang akan datang. Baru terasa ketika masa keanggotan lebih dari sepuluh tahun.

• Untuk pekerja bukan penerima upah , proses klaim tidak memerlukan persyaratan yang rumit alias ribet. Cukup identitas diri seperti kartu BPJS, kartu keluarga, KTP dan buku tabungan yang masih aktif.

Bisa bayar di bank yang bekerjasama atau melalui ATM Bank yang ditunjuk . Bisa juga menggunakan fasilitas debit otomatis sesuai ketentuan bank yang berlaku.

• Namun agar lebih mudahnya. Bisa melalui wadah komunitas, kelompok, paguyuban agar bisa dikoordinir keanggotaannya. Misal kelompok ojek , paguyuban seni, komunitas blogger atau kelompok pekerja mandiri lainnya. Tapi yang pasti pengurusnya harus amanah dan terpercaya.

Menjaring lebih banyak Pekerja Bukan Penerima Upah

Untuk pekerja formal penerima upah yang terikat pada perusahaan nampaknya BPJS Ketenagakerjaan tak terlalu kesulitan. Karena ada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 86 tahun 2013 yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  pada 24 Desember 2013 ditambah surat edaran menteri ketenagakerjaan nomor : SE1/III/Men/2014 mengenai pengawasan penyelengaraan program jaminan sosial pada BPJS . Isi PP dan surat edaran jelas meyasar pada perusahaan yang mempekerjakan buruh. Bila dilanggar akan ada sanksi yang menjerat. Tapi untuk pekerja informal ?

[caption caption="Pekerja informal di pasar terapung Kalimantan | Sumber : e-magazine Bridge"]

[/caption]

Padahal mayoritas jumlah pekerja di Indonesia adalah pekerja informal yang tidak mendapat upah. Seperti petani, nelayan, pedagang, pengepul, penyedia jasa, seniman, pekerja kreatif hingga pekerja profesional seperti dokter , arsitek, pengacara, guru dan lain lain. Jumlahnya juga tak tanggung tanggung mencapai lebih dari 60 persen jumlah pekerja Indonesia atau sekitar 74 juta orang sedang pekerja formal penerima upah hanya bertengger pada angka 43 juta orang.

Sesuai amanat undang undang tentang sistem jaminan sosial tenaga kerja. BPJS Ketenagakerjaan mempunyai tanggung jawab untuk merangkul para pekerja informal. Mensosialisaikan manfaat dan kegunaan jaminan sosial ketenagakerjaan. Pada tahun 2014 BPJS Ketenagakerjaan memasang target 1 juta peserta non formal. Sebuah target realistis yang dipatok. Bila dibanding jumlah pekerja informal target itu nampak seperti tanaman bonsay di antara pepohonan yang lebat.

Untuk mencapai jumlah kepersertaan yang lebih besar maka perlu dilakukan sosialisasi secara masif dan luas. Menembus semua lapisan masyarakat, mengunakan segala media yang ada baik konvensional maupun digital. Selain itu tentu terkait tingkat kepuasan pelayanan yang harus ditingkatkan.

Dengan jumlah pekerja saat ini nampaknya perlu dipikirkan untuk menambah jumlah unit layanan di wilayah industri yang memiliki jumlah pekerja cukup banyak seperti di Jabotabek. Terjadi load yang sangat tinggi .

Atau lebih dimasifkan pelayanan digital yang terintegrasi. Jadi orang tak perlu datang lagi ke cabang BPJS Ketenagakerjaan hanya untuk proses klaim . Memang saat ini sudah tersedia fitur e-klaim. Hanya saja belum tersosialisasi dengan baik.

Peran media baik cetak, elektronik dan digital perlu dilibatkan untuk mensosialisaikan kepada para pekerja informal agar mau dengan sukarela mendaftarkan diri. Bila dibanding BPJS Kesehatan jumlah peserta non formal BPJS Ketenagakerjaan kalah jauh. Penyebabnya adalah seperti yang saya dapatkan dari seorang tukang ojek yang tinggal di Tangerang.

“Untuk bayar iuran BPJS Kesehatan saja saya harus merogoh kocek lebih dari seratus ribu sebulan , apalagi kalau harus membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan. Waduh saya agak susah. Saya lebih memilih BPJS Kesehatan saja. “ ujarnya sambil duduk diatas motor lawasnya didepan stasiun Tigaraksa ketika saya tanya tentang BPJS Ketenagakerjaan.

[caption caption="Pekerja Informal yang menjadi mayoritas pekerja Indonesia | Sumber : e-magazine Bridge"]

[/caption]

Memang suara hati tukang ojek ini tidak bisa digenelisir. Tidak bisa diambil menjadi patokan umum. Walau pada kenyataannya hal itu menjadi jawaban banyak pekerja informal di Indonesia. Membayar dua jaminan sosial setiap bulan kadang membuat sebagian pekerja informal keberatan. Memang ini terkait dengan pola pikir yang masih terkendala. Tingkat kesadaran yang masih kurang menjadi persoalan yang harus segera diatasi melaui sosialisasi dan edukasi. Tak mudah memang tapi bukan hal yang mustahil.

Peran Pemerintah Daerah dalam Jaminan Sosial Tenaga kerja Informal

BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa bekerja sendiri. Dalam mengimplementasikan amanat UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS. Perlu dukungan dari pemangku kebijakan ditingkat daerah baik tingkat provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.

Hal ini terkait dalam pembinaan , edukasi hingga pengawasan . Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang cukup luas untuk mengupayakan masyarakatnya berpartisipasi dalam keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan . Bahkan pemerintah daerah bisa mengalokasikan dana APBD untuk pekerja informal dari keluarga pra sejahtera.

Seperti yang dilakukan beberapa pemerintah daerah yang sudah mengalokasikan dana APBD sebagai bentuk bantuan sosial bagi pekerja informal. Pemerintah Provinsi Banten mengalokasi 30.000 pekerja informal dalam kategori keluarga miskin . Demikian pula dengan Pemerintah Daerah Purwakarta yang mengalokasikan sebanyak 10.000 orang pekerja informal . Apa yang dilakukan pihak pemerintah daerah adalah bentuk kepedulian mereka dalam menjalankan amanat pembangunan daerah .
Nah, bila semua pihak bersinergi dalam menjaring pekerja informal untuk ikut mensukseskan program kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan rasanya pekerjaan itu semakin mudah. Harapan itu semakin jelas dan kesadaran para pekerja informal akan semakin sadar seiring berjalannya waktu.

Seperti yang saya lakukan , menjadi blogger dan penulis lepas adalah bagian dari pekerja informal yang wajib mengikuti program jaminan BPJS Ketenagakerjaan. Saya akan menyisihkan uang sebesar Rp 36.800 setiap bulan . Ada yang mau ikut ? Yuk ke kantor BPJS Ketenagakerjaan terdekat atau kunjungi: www.bpjsketenagakerjaan.go.id atau gabung di FB : BPJSTK , Twiter : @BPJSTKinfo , atau unduh di appstore : BPJSTK Mobile.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun