Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jelang MEA, Ketrampilan Pekerja Indonesia Masih Kalah

18 Desember 2015   17:51 Diperbarui: 19 Desember 2015   01:15 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pekerja di sebuah pabrik di daerah Balaraja | Sumber gambar : Arif Kamaludin ,Katadata"][/caption]Awal tahun 2016 adalah awal berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Itu artinya kawasan Asean akan menjadi pasar bebas ekonomi negara negara anggota Asean. Jadi , semua negara anggota ASEAN punya hak untuk masuk ke negara anggota Asean lainnya. Baik melakukan kerjasama perdagangan, membuka cabang perusahaan, cabang pemasaran, cabang lembaga keuangan hingga bekerja di hampir semua sektor pekerjaan di negara negara anggota Asean.

Artinya orang Indonesia boleh bekerja ke negara Malaysia atau Vietnam dengan lebih mudah.Begitu pun sebaliknya, orang Malaysia atau Thailand boleh mencari kerja di Indonesia. Pasar terbuka ini memungkinkan setiap orang mencari pekerjaan di semua negara anggota Asean. Bisa dibayangkan bila hal ini terjadi maka ratusan ribu orang akan berlomba mencari pekerjaan di Indonesia dari sembilan negara anggota ASEAN lainnya.

Kawasan Asean adalah kawasan yang sangat potensial. Dengan jumlah penduduk lebih dari setengah milyar orang. Pendapatan perkapita kawasan Asean juga sangat menggiurkan walau tidak seragam. Untuk sumber daya alam, kawasan Asean sangat menentukan harga dunia untuk beberapa komoditi , seperti CPO kelapa sawit, karet, bauksit, Teh, Kopi dan beberapa komoditas unggulan lainnya .

Indonesia sebagai negara anggota Asean menjadi negara penting dalam MEA. Dengan jumlah penduduk terbesar dan bentang luas wilayah yang hampir setengah dari kawasan Asean. Indonesia menjadi kunci penting dalam percaturan ekonomi kawasan regional ini. Walau secara sumber daya alam(SDA) dan jumlah sumber daya manusia (SDM) Indonesia menjadi yang terbesar tidak serta merta posisi Indonesia diuntungkan. Secara kuantitas Indonesia unggul tapi secara kualitas Indonesia belum tentu bisa bersaing .

Rendahnya Ketrampilan Pekerja Indonesia

Dalam menghadapi persaingan global dalam skala regional Asean, pekerja Indonesia masih kalah bersaing. Tingkat ketrampilan yang dimiliki masih dibawah pekerja asal negara negara Asean lainnya seperti para pekerja terampil asal Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina. Lima negara ini memiliki tenaga kerja terampil yang akan ‘menggusur ‘ pekerja Indonesia. Hal ini menyebabkan tenaga kerja Indoensia hanya terpakai pada level paling bawah yang hanya menggunakan tenaga otot alias ketrampilan rendah.

Menghadapi hal ini pemerintah berupaya menyiapkan paket kebijakan ekonomi terkait peningkatan ketrampilan tenaga kerja dan pendalaman pasar atau financial deepening. Dengan paket kebijakan ini pemerintah berharap tingkat kesenjangan tenaga kerja Indonasia bisa dipersempit. Dengan waktu yang tinggal menunggu hari saja nampaknya paket kebijakan ini tidaklah efektif.

Bank Dunia melansir sebuah data yang membuat miris, ketimpangan tenaga kerja Indonesia dimulai sejak anak anak Indonesia lahir . Ini disebabkan karena tidak ada akses sanitasi, kesehatan dan pendidikan yang baik terutama di wilayah Indonesia timur.

Selain itu Bank Dunia mencatat , pemberi kerja mulai mencari tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan tinggi , pekerja siap pakai yang memiliki dasar ketrampilan yang bisa langsung diterapkan di dunia kerja. Fakta yang sangat menyedihkan adalah hanya lima persen perusahaan yang mau memberikan pelatihan kerja bagi karyawannya. Sisanya sembilan puluh lima persen tak memberikan pelatihan artinya : Perusahaan hanya menerima tenaga kerja yang sudah memiliki ketrampilan yang mereka butuhkan. 

Saat ini 54 % pekerja Indonesia bekerja pada sektor informal yang hanya mendapatkan upah rendah namun harus bekerja lebih keras. (Data Bank Dunia)

Tentu hal ini akan menjadi kendala bagi tenaga kerja Indonesia yang akan memasuki dunia kerja. Sementara pekerja asing yang datang dari negara tetangga sudah memiliki ketrampilan yang dibutuhkan . Bila hal itu terjadi bisa dibayangkan jumlah pengangguran akan naik secara signifikan.

Naiknya Permintaan Tenaga Kerja asal SMK

Berita baiknya adalah kebutuhan pekerja berpendidikan sekolah menengah atas khususnya sekolah menengah kejuruan yang memang mendidik pelajarnya memiliki basis ketrampilan kerja yang dibutuhkan dunia kerja tumbuh positif.

Dalam sebuah riset yang dilakukan pada tahun 2013 ada peningkatan prosentase kebutuhan pekerja asal sekolah menengah atas dari 22 % menjadi 35%. Artinya ada kenaikan sebesar 13%. Dunia kerja nampaknya sangat menaruh harapan pada SMK.

Seperti yang dilakukan pemerintah selama beberapa tahun belakangan ini dengan menggenjot kurikulum SMK agar link and match dengan dunia kerja. Sayangnya, belum semua SMK memiliki standar yang diharapkan dunia kerja.

Peningkatan ketrampilan akhirnya menjadi kendala . Beruntung hal ini disadari pihak yang terpanggil untuk memberikan ketrampilan yang dibutuhkan. Pelatihan ketrampilan yang bersifat aplikasi nyata dalam dunia kerja.

Model Pelatihan di Perusahan Virtual

Bila selama ini pelatihan kerja atau magang yang dilakukan siswa SMK hanya formalitas . Siswa siswi SMK biasanya akan ditempatkan di beberapa instansi pemerintah atau perusahaan swasta. Sayangnya program magang yang dilakukan tidak efektif karena tidak adanya program komprehensif.

Sudah menjadi rahasia umum siswa yang magang biasanya ditempatkan pada posisi yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan secara langsung. Sebagian siswa malah digunakan perusahaan untuk pekerjaan menggandakan dokumen , melakukan pekerjaan ringan bahkan ada yang dipekerjakan dibidang yang jauh berbeda dengan ketrampilan yang ingin didapatkan.

Inapen sebuah perusahaan pelatihan berbasis virtual menjadi pelopor dalam meningkatkan standar ketrampilan dunia kerja. Model pelatihan menggunakan perusahaan virtual yang mengadopsi model pelatihan yang dikembangkan di negara negara Eropa.

Siswa yang mengikuti pelatihan akan dipekerjakan layaknya seorang pekerja sungguhan di sebuah perusahaan. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan , ada program ketrampilan  yang harus dikerjakan. Siswa akan mendapatkan kursi dan meja kerja sendiri lengkap dengan peralatan kantor layaknya sebuah kantor .

[caption caption="Suasana Kantor Virtual tempat pelatihan ketrampilan kerja | Foto : Rushan Novaly"]

[/caption]

Ada hirarki , ada team work , ada penilaian kerja. Siswa yang magang bahkan akan ikut dalam rapat perusahaan untuk ikut memberikan ide dan presentasi kerja yang bisa dikerjakan.

Pengenalan Proses Bisnis Dunia Usaha-Dunia Industri

Inapen memberikan pelatihan bersumber dari standar dunia kerja nyata. Dimana ada proses bisnis yang berjalan dengan tahapan yang berjenjang. Pelatihan dilakukan dengan komprehensif, dimana ada pengenalan bidang akuntansi dan keuangan , bidang manajemen, bidang perijinan, Presentasi bisnis, Penilaian dan Refleksi.

Siswa yang ikut pelatihan juga akan mendapatkan software Akuntansi dan SDM. Pelatihan membuat presentasi lamaran kerja yang ‘tidak biasa’ . Siswa diharapkan memiliki rasa percaya diri yang baik dan attitude yang profesional pada dunia kerja.

Uniknya , siswa pelatihan juga diarahkan untuk memiliki perusahaan sendiri alias jadi pengusaha. Tak hanya menjadi pekerja biasa tapi seorang pekerja yang mau mengembangkan pribadinya secara baik dan benar.

Sesuai dengan Link and Match

Inapen memang menjadi jembatan antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Di titik krusial dimana pemerintah seharusnya sangat peduli. Melihat kesenjangan ketrampilan pekerja Indonesia , hal yang paling mungkin adalah menyediakan pelatihan praktis yang langsung memberikan ketrampilan dunia kerja. Di titik inilah Inapen berada.

Sayangnya dana untuk pelatihan sangat minim. Pihak perusahaan sendiri juga sudah sibuk dengan masalah produksi dan pemasaran. Sudah tak terpikir masalah pelatihan ketrampilan pekerjanya. Begitu juga dengan instansi terkait yang belum fokus untuk meningkatkan ketrampilan siswa dalam menghadapi dunia kerja dan persaingan global di era MEA.

[caption caption="Suasana Pelatihan Perusahaan Virtual | Foto : Rushan Novaly"]

[/caption]

Dukungan orang tua juga sangat penting. Sekolah formal tidak menyelesaikan seluruh pendidikan, ada keterbatasan kurikulum dan sumber daya manusia yang dimiliki. Belum lagi keterbatasan perangkat pelatihan.

Maka salah satu solusi adalah mencoba pelatihan yang bisa memberikan ketrampilan nyata sesuai tuntutan dunia kerja. Dunia yang penuh persaingan dan kompetisi. Bukan saja dengan pekerja dari dalam negeri sendiri tapi pekerja asing yang datang dari negara tetangga. Sudah siapkah ?

Diolah dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun