Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

40 Tahun [Novel-Bag 1]

7 November 2015   04:19 Diperbarui: 7 November 2015   07:29 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Begitulah keadaan 40 tahun silam. Kejayaan yang baru saja dimulai. Menjadi perampok yang disegani kelompok lain. Menjadi teka teki tak terungkap di meja penyelidik kepolisian. Hingga 40 tahun menjadi sebuah misteri yang tak pernah terungkap. Kasus besar terakhir yang membuat marah dan dendam itupun terkubur dalam ingatan orang kecuali seorang lelaki yang telah termakan usia. Lelaki bernama Hendra. Seorang mantan wartawan koran Fajar Timur yang kini telah berganti nama Harian umum Merdeka. Hendra duduk didepan monitor , mengamati setiap huruf yang berbaris rapat. Matanya yang dibantu dua lensa baca itu terus mengamati . Seakan ada puluhan berlian berkilau yang menakjubkan matanya. Ia terpukau. Matanya menjurus terus .Mulutnya bergerak gerak. Tangannya yang kini dipenuhi keriput sibuk mencatat informasi yang nampaknya berharga bagi dirinya.

Tak lama ia mengambil handphone di saku celananya. Lalu menghubungi seseorang. Terdengar percakapan serius. Nada suara diseberang terdengar tertawa mengejek. Hendra terus berbicara seakan ingin meyakinkan pihak diseberang yang menjadi lawan bicaranya. Tapi tak lama suara diseberang hilang. Hendra menyerah. Ia letakkan lagi handphonenya lalu kembali mengamati monitor . Kali ini jauh lebih serius. Tatapannya nanar tak percaya.

Laporan tentang seorang pengusaha agrobisnis di Pematang siantar begitu menarik baginya. Pengusaha yang telah berhasil mengembangkan tanaman hortikultura, berbagai macam jenis tanaman sayur. Namanya Sadra Wibawa.
Dalam tulisan itu Sadra Wibawa lahir di Bogor 68 tahun yang lalu. Memulai bisnis di pematang siantar sepuluh tahun yang lalu. Sebelumnya menetap di Banda Aceh sebagai pengusaha pengolahan kayu selama lima belas tahun . Informasi yang menarik adalah Sadra Wibawa pernah tinggal di Penang , Malaysia .

Hendra duduk tercenung. Pikirannya melayang jauh . 40 tahun yang lalu ia masih berusia 28 tahun. Sebagai wartawan muda yang baru bertugas dua tahun didunia jurnalistik. Ia terus mengasah ketrampilan dan nalurinya sebagai wartawan. Menjadi wartawan adalah pilihan hidupnya. Ia sadar profesi ini jauh dari gelimang harta. Tak banyak jalan menggapai kekayaan berlimpah dari profesi wartawan. Namun profesi wartawan begitu menantang dan menarik hatinya.

Apalagi ia mendapat tugas sebagai wartawan untuk kasus kriminal .  Kasus yang setiap hari terjadi. Sumber beritanya melimpah. Korbannya setiap hari bergelimpangan. Pembunuhan, penipuan, penggelapan, perampokan, pencopetan hingga berbagai macam tindakan asusila lainnya. Dimeja kerjanya bertumpuk kasus kriminal dari kasus besar hingga kasus teri yang tak layak ditulis jadi berita.

Hendra adalah wartawan yang punya jiwa petualang yang kuat. Bila ada kasus besar yang menarik perhatian khalayak pembacanya. Ia akan kejar sumber berita dimanapun berada. Ia seorang pekerja keras. Seorang yang menjadikan pekerjaan sebagai kekasih hidupnya. Maka kehidupan pernikahannya hanya berlangsung tiga tahun. Istrinya tak tahan dengan kegilaannya pada dunia wartawan. Perpisahanpun tak terelakan ,Hendra tak memikirkan untuk menikah lagi sejak itu.

Diawal tahun 1973 marak berita kriminal tentang pembunuhan. Baik pembunuhan berencana hingga pembunuhan karena spontanitas seperti perkelahian. Berita kriminal lainnya seperti perampokan dan pencurian juga mulai banyak bermunculan. Apalagi Jakarta sedang membangun. Pemukiman baru dibuka. Gedung gedung beton mulai dibangun. Jalan Sudirman- Thamrin-HR Rasuna Said menjadi pusat kota. Kemajuan Jakarta , membuka kemakmuran baru bagi penduduknya. Hal inilah yang membuat Jakarta mulai sering terjadi kerawanan sosial. Hendra, wartawan muda itu terus mengikuti denyut nadi perkembangan Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun