Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Money

Simalakama Bauksit dan Harapan Pada Industri Smelter Alumina

23 Juni 2015   14:50 Diperbarui: 13 Juli 2015   22:07 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bauksit memang menyita perhatian saat ini. Adalah Permen ESDM No.1 Tahun 2014 yang memangkas ijin ekspor bijih bauksit dalam keadaan mentah. Padahal lahirnya permen ini mengacu pada Permen ESDM  no.7 Tahun 2012. Uniknya Permen No. 7 ini juga mengacu pada Peraturan pemerintah (PP) No.23 Tahun 2010. Semua peraturan itu disebutkan derivasi hukum dari UU  No.4 Tahun 2004 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Sumber permasalahan ini adalah sumber hukum yang dikeluarkan pemerintah tentunya melalui Kemen ESDM .

Bila melihat kepentingan dari pelarangan ekspor bijih Bauksit ada pro dan kontra. Pada sisi lain pelarangan ini ingin menaikkan taraf nilai dari bijih bauksit . Ini terkait added Value dari Bauksit yang merupakan bahan dasar bagi pembuatan Alumina. Sebelum bergeser lebih lanjut ada baiknya kita mengetahui apa sebenarnya  bauksit  ini.

Bauksit pertama kali ditemukan di muka bumi ini pada tahun 1821 di les baux. Tak heran nama les baux menjadi nama bijih yang menjadi bahan utama alumunium . Bauksit terdiri hidrous aluminium oksida dan alumunuim hidroksida yaitu mineral dengan kode kimia (Al2O3H20).

Untuk menjadi Alumunium , Bauksit harus melalui dua tahap proses 'bayer' dan proses 'hall heroult'. Di Indonesia bauksit ditemukan pertama kali  di pulau Bintan Kepulauan Riau. Bijih Bauksit ternyata ditemukan di pulau Kalimantan dan juga kepulauan Halmahera di Maluku. Juga dalam jumlah yang besar.

Indonesia patut bersyukur karena dikaruniai bijih bauksit melimpah ruah. Ada 250 juta ton bijih bauksit . Tak kurang setiap tahun 40 juta ton dihasilkan perusahan penambang Indonesia. Kebutuhan nasional hanya 10 juta ton, selebihnya 30 juta ton dilempar di pasaran Internasional terutama di ekspor ke Tiongkok.

Zaman keemasan ekspor bijih bauksit terhenti sejak awal tahun 2014. Pelarangan ekspor bijih bauksit memang mengundang keprihatinan dan membuat kerugian di kalangan pengusaha penambang bijih bauksit. Akibatnya tentu PHK , hilangnya pendapatan bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada usaha bijih bauksit. Diperkirakan ada 40 ribu pekerja tambang terpaksa dirumahkan.

Pemerintah juga kehilangan pendapatan dari devisa sebesar Rp 17,6 Trilyun per Tahun, penerimaan pajak hingga Rp 4,09 Trilyun dan merugi dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sekitar Rp 595 Milyar. Belum lagi potensi gagal bayar yang akan disandang para pengusaha bijih bauksit terhadap kredit di sejumlah Bank nasional.

Seminar Nasional Tentang Kondisi Terkini , Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Alumina Indonesia yang diadakan di Hotel Peninsula , Senin (25/5/2015) dan dipandu Cindy Sistyarany. Pada seminar ini hadir Mantan Dirjen Minerba yang saat ini menjadi pengamat MInerba, Ir Simon F Sembiring. Selain itu juga hadir Pakar Metalurgi dari UI , Prof DR Ing Bambang Suharno. Hadir pula Mantan ketua tim tata kelola dan reformasi Migas dan juga pakar ekonomi. Faisal Basri. Disamping itu hadir dari wakil pemerintah Kepala seksi Usaha Operasi Produksi Mineral ESDM, Andri Budhiman Firmanto. Terakhir hadir pula ketua asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia, Erry Sopyan.

Dalam seminar pagi itu tergali beberapa masalah yang krusial yang dihadapi pengusaha bauksit Indonesia. Ir Simon Sembiring dengan nada menahan emosi menggambarkan kerancuan dalam pengambilan keputusan yang menyebabkan kekisruhan dalam industri nasional. Menurut Simon, UU Minerba No, 4  yang lahir tahun 2009 tidak menjelaskan pelarangan ekspor mineral. Tak ada satu butir maupun kata yang secara eksplisit melarang kegiatan ekspor bijih bauksit. Yang ada pemerintah memiliki hak untuk mengontrol ekspor itupun dengan persetujuan parlemen. Dari sisi hukum pemerintah seharusnya tidak mengambil keputusan yang merugikan beberapa pihak. Dijelaskan pula pemerintah juga dinilai tidak adil karena beberapa produk lain dibolehkan diekspor dalam keadaan mentah seperti CPO. Simon Sembiring mengharapkan pemerintah Jokowi bisa meluruskan kekisruhan beberapa peraturan yang ada.

Narasumber selanjutnya adalah Prof Bambang Suharno yang lebih menyoroti adanya satu supply chain yang hilang pada industri bauksit. Menurut pakar Metalurgi UI tersebut satu proses 'Alumina Plant' seperti terlupakan. Proses Bijih Bauksit menuju Alumunium melalui satu langkah yang dinamakan smelter Alumina. Menurut Prof Bambang Suharno , Proses inilah yang tidak ada di Indonesia. Salah satu perusahaan pembuat aluminium di Indonesia , PT Inalum saat ini mengimpor alumina dari Australia dengan biaya yang lebih rendah dari biaya produk serupa dalam negeri. Kapasitas Inalum masih  berkisar 250 ribu ton. Jumlah permintaan dalam negeri akan mencapai 2,5 juta ton pada tahun 2025. Perlu disiapkan sebuah road map agar kapasitas produksi alumina dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri.

Apa dan Bagaimana proses Alumina ?

Alumina atau biasa di sebut aluminium oksida dengan kode kimia (Al203) adalah proses pemrosesan bijih bauksit yang digiling lalu dicampurkan dengan kapur dan soda kaustik. Campuran ini lalu dialirkan menuju ruang bertekanan dan bersuhu tinggi. Setelah itu diendapkan hingga mencapai suhu ruang. Pemrosesan selanjutnya adalah pencucian menggunakan air. Setelah pemrosesan pencucian guna menghilangkan kadar air dilakukan pemanasan kembali dengan suhu tertentu. Hasil yang didapat seperti bubuk  gula putih . Inilah yang disebut dengan Alumina.

Bubuk putih alumina inilah yang menjadi bahan primer pembuatan aluminium. Untuk menghasilkan 1 ton aluminium dibutuhkan 2 ton alumina. Jadi perbandingannya 1 : 2. Negara penghasil alumina terbesar didunia adalah Australia. Negara kanguru ini mengekspor  alumina ke negara negara Asia termasuk Indonesia. 

Giliran Faisal basri memberikan pendapatnya. Pria yang pernah dipercaya menjadi ketua tim tata kelola migas ini bersuara lantang dengan menunjuk hidung mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa sebagai orang yang harus bertanggung jawab dalam penerbitan Permen ESDM No.1 Tahun 2014. Pelarangan ekspor bijih bauksit ini menurut Faisal Basri punya hubungan dengan perusahaan aluminium terbesar asal Rusia, UC Rusal. Perusahan ini pernah datang pada tahun 2007 untuk menanamkan investasi membuat smelter alumina di kalimantan barat. Tapi nyatanya hingga saat ini perusahaan yang dijanjikan tak kunjung muncul.

Pelarangan ekspor bijih bauksit Indonesia ke pasar Internasional membuat supply bauksit menurun dan membuat harga bauksit dunia terus merangkak naik. Keadaan ini disinyalir Fasisal basri menguntungkan UC Rusal.Apalagi awal 2014 sedang dimulainya pertarungan perebutan kursi RI satu . Dimana Hatta Rajasa juga menjadi calon wapres. Maka Faisal Basri mempunyai pendangan tersendiri mengenai hal ini. Namun lepas dari pendapat dan opini pribadi Faisal Basri pelarangan ekspor bauksit punya dampak yang cukup besar bagi perekonomian beberapa daerah penghasil bijih bauksit.

Ery Sopyan yang ikut menjadi narasumber menceritakan kronologi keluarnya Permen ESDM No.1 tahun 2014 itu. Pria yang dipercaya menjadi ketua asosiasi pengusaha Bauksit ini mengaku kecewa dan tidak habis pikir dengan pemerintah yang dengan teganya memotong jalur hidup sebuah usaha perekonomian. Padahal sebelumnya sudah ada statement dari Menko Perekonomian Hatta Rajasa ketika itu agar negara tidak kehilangan devisa, pendapatan pajak dan terjadinya PHK. Namun sayang hasil terakhir malah berbeda. Keluarnya Permen ESDM No.1 tahun 2014 benar benar pukulan telak yang mematikan.

Hulu-Hilir yang tak berjalan Mulus

Bijih bauksit pertama kali ditemukan di Indonesia sejak tahun 1924 di Pulau Bintan, Riau. Penambangan bijih bauksit sendiri mulai dilakukan pada tahun 1935. Sejak zaman Belanda hingga zaman kemerdekaan bijih bauksit telah menjadi salah satu bahan tambang dan diekspor ke negara negara tetangga. Pada tahun 1968 , pemerintah menunjuk PN Aneka Tambang (ANTAM) untuk melakukan penambangan di pulau Bintan. Kualitas bijih bauksit dari pulau bintan juga disebut sebut bijih bauksit berkualitas baik. Penambangan bijih bauksit di pulau Bintan ditutup  pada tahun 2009.

Pemrosesan hulu ke hilir bijih bauksit berjalan tidak semulus yang diharapkan. Walau pemerintah sudah berencana membangun proyek Chemical Grade Alumina di wilayah Tayan, kalimantan barat. Proyek ini direncanakan akan berproduksi hingga 300 ribu ton CGA dan menelan investasi sebesar US$ 490 juta. Proyek ini bekerja sama dengan konsorsium dari Jepang. dan dibiayai oleh konsorsium perbankan Jepang.

Proyek Smelter Grade Alumina juga direncanakan dibangun diwilayah Mempawah, masih di Kalimantan Barat. Proyek ini direncakan berproduksi dengan kapasitas 1,2 juta metrik ton SGA. Statusnya hingga saat ini masih dalam kajian internal terhadap hasil studi kelayakan. Estimasinya commising pada tahun 2017.

Pembangunan smelter alumina membutuhkan nilai investasi yang cukup mahal. Seperti investasi pada bidang pertambangan yang sarat akan teknologi dan padat modal. Smelter Alumina dalam proses hilirisasi berjalan lamban dan terkendala nilai investasi yang besar.

Proses hilirisasi di industri berbasis mineral sesuai dengan UU Minerba No.4 tahun 2009 dimana kewajiban pengusaha untuk meningkatan nilai tambah produk minerba . Kementrian Perindustrian telah menyatakan berdirinya sebuah perusahaan smelter alumina joint ventura antara Harita Group dengan memakai bendera PT Well Harvest Winning Alumina Refenery dengan perusahan asal China Hongqiao ( 55% saham) , Cita mineral (30% saham),Winning Investment ( 10%) dan Shandong Weiqio Aluminium Electricity Co. Ltd ( 5% saham) .  Perusahaan smelter alumina pertama di Indonesia ini menelan nilai investasi sebesar 2,23 Milyar US$ dengan kapasitas produksi mencapai empat juta ton alumina. Pada tahap pertama akan diselesaikan pada akhir tahun 2015 dengan kapasitas 1 juta ton alumina. Tahap kedua diperkirakan akan selesai pada tahun 2016 yang juga akan mampu berproduksi 1 juta ton alumina.

Dengan begitu Harita group adalah perusahaan dalam negeri pertama dalam proyek smelter alumina. Hasil alumina produksi Harita ini akan di prioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri terutama PT Inalum. Sisanya baru dilepas di pasaran Inernasional. 

Perlu Telaah Atas Permen ESDM No.1 Tahun 2015 dan UU Minerba No.4 tahun 2009

Bila dilihat dari kemampuan industri smelter alumina yang ada di negeri ini. Nampaknya butuh waktu dan pendanaan yang besar dalam membangun smelter Alumina. Proyek menaikkan nilai Smelter Grade Alumina (SGA) hingga 98% memerlukan perencanaan dan road map yang jelas. Perusahaan yang selama ini menambang bijih bauksit baru mampu menaikan angka kadar Al203 >47 % dengan katagori Metalurgi Grade Alumina (MGA). Dapat dilihat dengan jelas pada pasal 12 dan lampiran menteri ESDM di bawah ini. Inilah pasal yang memangkas ijin ekspor bijih bauksit.

Amanat UU Minerba No.4 tahun 2009 memang mensyaratkan peningkatan nilai tambah produk mineral. Namun perlu juga dilihat kemampuan industri yang ada. Dalam pemaparan dalam Seminar pagi itu (25/5) di Hotel menara Peninsula. Erry Sopyan selaku Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit menilai pelarangan ekspor bauksit akan membuat pengusaha tidak mampu membayar kontrak pendanaan dari bank peminjam. Jangankan akan membangun pengolahan smelter alumina , kredit mereka pada bank akan macet. 

Pemerintah saat ini seharusnya juga bisa melakukan kajian atas putusan Permen ESDM No.1 tahun 2014. Dalam kaitan hilirisasi, tidak bijaksana bila ada pemaksaan yang dilakukan pemerintah agar seluruh pengusaha membangun smelter alumina yang nyata nyata bernilai investasi besar.

Jeda waktu pelaksanaan UU Minerba No.4 seharusnya direvisi . Melihat daya dan kemampuan yang dimiliki pengusaha lokal yang notabene harus menghidupi karyawannya yang berjumlah ribuan orang. Pemerintah melalui kemeterian ESDM, Kementrian Perindustrian dan Kementerian Keuangan bisa duduk bersama dengan para pengusahan bauksit, akademisi bidang metalurgi, Pakar bauksit hingga pakar Aluminium untuk mengambil keputusan dan telaah atas pelarangan ekspor bijih bauksit.

Road Map terhadap Peningkatan bijih Bauksit menjadi Alumina.

Dalam tahap perencanaan untuk menaikkan nilai bauksit menjadi Smelter Grade Alumina (SGA) ada peta jalan yang harus dibuat. Berikut ini tahapan yang bisa dipilih pemerintah.

  1. Menetapkan tenggat waktu yang mampu dilaksanakan pihak pengusaha dalam peningkatan nilai bauksit
  2. Memberikan kemudahan dalam proses hilirisasi bauksit menjadi alumina, baik kemudahan pendanaan, tax holiday, perijinan hingga mengundang investasi asing dalam konsorsium maupun perusahaan patungan (joint venture).
  3. Mengijinkan kembali ekpor bauksit dengan nilai peningkatan yang disepakati dan jumlah yang juga disepakati
  4. Memastikan berdirinya perusahaan smelter alumina sesuai perencanaan waktu dan kapasitas.
  5. Mendorong bertambahnya kapasitas terpasang pada perusahaan aluminium termasuk penambahan perusahaan aluminium
  6. Merevisi ulang peraturan yang telah di buat sesuai dengan kepentingan nasional dan kepentingan masyarakat umum.
  7. memastikan angka devisa negara, penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meningkat .

Sudah saatnya pemerintah menegakkan amanah Undang undang namun tidak merugikan pengusaha dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada penambangan bauksit. Hilirisasi harus berjalan dan mampu meningkatkan nilai pendapatan negara dan mensejahterakan warga negara Indonesia.Bukan sebaliknya.

Agar bauksit tidak menjadi buah simalakama yang menakutkan. Semua pihak perlu duduk bersama dengan pikiran yang jernih dalam memutuskan langkah yang paling pas dalam menentukan arah. UU Minerba No.4 tetap harus dijalankan dan Pengusaha bauksit juga mampu mengambil perannya dalam mengisi pembangunan nasional.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun