[caption id="attachment_359703" align="aligncenter" width="507" caption="Tenaga Kerja Indonesia di Industri Hulu Migas (Sumber : SCMSummit) 2015"]
Perkembangan dan Kendala Industri Dalam Negeri di sektor Industri Hulu Migas
Dalam sebuah rilis Kementerian Perindustrian mengungkapkan perkembangan industri lokal di sektor hulu migas. Menteri Perindustrian Saleh Husin menjelaskan kini ada 2.883 perusahaan yang aktif di sektor penunjang migas, 749 perusahaan jasa pengeboran, 2.000 jasa konsultan migas dan 134 perusahan produsen barang maupun peralatan penunjang migas (sumber:Kemenperin).
Dalam sebuah kesempatan, Direktur PT Citra Tubindo Tbk,Hedy Wulian menilai keberpihakan pihak pemerintah terhadap produk dalam negeri masih sangat minim termasuk insentif yang diberikan masih dirasa sangat minim ."Dampaknya, produk lokal dianggap lebih mahal dibandingkan produk impor. Praktik tender hanya mensyaratkan 15 persen tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) membuat produk nasional tidak kompetitif," tuturnya.
Begitu juga apa yang dikeluhkan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gabungan Usaha Penunjang Energi dan Migas, Willem Siahaya, mengatakan pelaku usaha industri penunjang industri migas dalam negeri mengeluhkan kurang terserapnya produk-produknya oleh perusahaan migas nasional. Padahal, mendorong laju industri hulu migas nasional sangat ditentukan oleh kekuatan industri pendukung seperti industri penunjang.
“Kami menyayangkan meskipun telah ada peraturan yang mengatur tentang ketentuan larangan impor dan barang wajib dipergunakan, tetapi tetap saja ada praktik impor atas barang yang sudah diproduksi di dalam negeri dan diproyeksi akan terus berlangsung,” Keluh Willem Siahaya.
Kendala dilapangan masih adanya barang impor yang masuk menjadi tantangan tersendiri bagi industri dalam negeri. Menteri Saleh Husein pun menjawab permasalan tersebut "Hambatan di sektor industri penunjang migas dapat diatasi dengan menghasilkan produk yang berkualitas serta memaksimalkan potensi penggunaan komponen lokal," ujarnya.
Safeguard Naikkan Utilisasi Industri Pipa Baja Dalam Negeri
Dalam usaha mengurangi serbuan pipa baja impor untuk kebutuhan Industri hulu migas, Pemerintah memberlakukan perlindungan (safeguard) bagi 14 negara pengimpor antara lain China, Australia, Amerika serikat, Inggris, Jerman, Prancis dan Spanyol. Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK No. 1087 PMK.011/2013 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Casing dan Tubing mengamanatkan, produk casing dan tubing dari besi atau baja tanpa kampuh (las) berdiameter 2 3/8 inci-14 inci dengan yield strength 75.000 PSI akan kena bea masuk lebih. Tarif safeguard yang diberlakukan Rp 28.439 per kilogram untuk tahun pertama dan berlaku mulai 6 Agustus 2013. Tarif ini akan berkurang secara bertahap dalam tiga tahun ke depan.
Pemberlakuan perlindungan ini sejalan dengan angka penyusutan produksi pipa baja lokal yang kalah bersaing dengan produk impor yang harganya lebih murah 10%-15%. Kebutuhan domestik pipa baja untuk Industri Hulu migas mencapai 120.000 ton pertahun . Produk impor yang masuk mencapai angka 80.360 ton pada tahun 2010. Dengan angka itu sekitar 70% pipa baja Industri Hulu Migas adalah produk impor. Padahal industri lokal sudah mampu menghasilkan jenis pipa baja tersebut.
Penyusutan produksi pipa baja lokal tercatat 16% pada tahun 2007 dan 10% pada tahun 2010.Volume produksi juga susut dari 66.171 ton di 2007 menjadi hanya 40.651 ton pada 2010.Padahal, kapasitas produksi pipa baja migas mencapai 417.000 ton per tahun. (sumber : Harian Kontan)