Mohon tunggu...
Roby Rushandie
Roby Rushandie Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ekonom otodidak dan amatir, Pengamat pasar obligasi, Minat dengan travelling dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menuju Gaya Hidup di Era Less Cash Society

19 November 2014   05:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:27 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_336474" align="aligncenter" width="472" caption="Kartun Benny Rachmadi, Kontan"][/caption]

Jika dulu anggapan orang yang berdompet tebal sebagai orang yang kaya, bergengsi, dan keren, maka anggapan tersebut tentu tidak berlaku lagi untuk kondisi sekarang ini. Di zaman yang lebih dinamis khususnya dari aktivitas perekonomian yang semakin meningkat menuntut segala sesuatunya dilakukan dengan efisien termasuk dalam hal bertransaksi.

Membawa uang yang terlalu banyak tentu sangat tidak efisien dan berisiko tinggi terutama dalam hal bertransaksi. Bayangkan jika anda harus membawa uang fisik dalam jumlah besar untuk melakukan pembayaran, atau sebaliknya jika anda harus melakukan pembayaran ke beberapa pihak tapi dengan nominal yang tidak terlalu besar di satu hari, atau anda hanya ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari namun uang cash di dompet tidak cukup sehingga anda perlu mencari ATM terlebih dahulu. Kondisi-kondisi tersebut tentu menunjukkan ketidakefisienan dalam melakukan aktivitas ekonomi yang tentu akan memakan energi dan waktu hanya melakukan transaksi keuangan.

Oleh karena itu, proses transaksi keuangan yang lebih cepat, aman, dan efisien memiliki peran yang sangat strategis dalam suatu perekonomian yakni untuk memperlancar aliran uang dalam sistem keuangan. Bisa dibayangkan, adanya gangguan pada sistem transaksi dapat menghambat aktivitas perekonomian bahkan guncangan dalam sistem keuangan. Misalnya saja jika anda seorang pebisnis dan telat mendapatkan pembayaran dari pelanggan anda hanya karena suatu alasan operasional, maka tentu perputaran bisnis anda menjadi lambat atau bahkan anda sendiri bisa juga telat membayar utang ke pemasok, sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi bisnis anda.

Untuk itu, seiring dengan meningkatnya kebutuhan transaksi pembayaran yang cepat, aman, dan efiesien, maka dibutuhkan suatu sistem pembayaran yang inovatif. Salah satu inovasi tersebut yang sedang mengemuka akhir-akhir ini adalah sistem pembayaran dengan transaksi non tunai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis akan mengulas gambaran perkembangan transaksi non tunai di Indonesia, pengaruhnya terhadap perekonomian, upaya dan tantangan dalam meningkatkan peran alat pembayaran non tunai. Namun sebelumnya perlu diulas terlebih dahulu mengenai sistem pembayaran itu sendiri.

Sekilas mengenai sistem pembayaran

Kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari aktivitas transaksi keuangan. Baik kita sebagai pebisnis, ibu rumah tangga, pegawai kantoran, mahasiswa, dsb pasti melakukan transaksi pembayaran. Transaksi pembayaran yang kita lakukan tentu tidak terlepas dari sistem pembayaran itu sendiri. Berbicara mengenai sistem berarti ada suatu objek. Dalam sistem pembayaran tentu objeknya adalah alat pembayaran yakni sejumlah uang/dana. Selain itu sistem pembayaran juga berarti ada mekanisme, lembaga, sampai aturan yang digunakan untuk melakukan pemindahan uang/dana dari satu pihak ke pihak lain.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan proses transaksi keuangan yang cepat, aman, dan efisien, teknologi informasi dan komunikasi juga berkembang pesat. Kondisi tersebut mendorong munculnya inovasi yang menciptakan sistem pembayaran berbasis teknologi. Sehingga bentuk dari sistem pembayaran pun terus berevolusi dari sistem pembayaran tunai yakni dengan uang kartal (kertas dan logam) yang kemudian berkembang menjadi sistem pembayaran non tunai mulai dari yang berbasis warkat (cek, bilyet giro, dsb) hingga yang berbasis elektronik (e-banking, transaksi dengan kartu debit/kredit dan e-money).

Dengan demikian, sistem pembayaran yang semakin lancar akan memberikan kepastian bagi masyarakat untuk bertransaksi yang kemudian dapat menstimulasi gairah aktivitas perekonomian. Sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan terciptanya stabilitas sistem keuangan.

Perkembangan sistem pembayaran non tunai di Indonesia

Sistem pembayaran terus berevolusi mengikuti perkembangan peradaban seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian suatu masyarakat. Kita tentu mengenal istilah barter yakni sistem pembayaran yang paling sederhana dimana kita dalam memperoleh suatu barang dengan cara menukarkan barang lain yang ditaksir memiliki nilai yang sepadan.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia, sistem barter dianggap menjadi tidak efisien lagi, maka berkembanglah sistem pembayaran dengan alat yang kita gunakan hingga sekarang yakni uang tunai (kertas dan logam). Bentuk pembayaran dengan uang tunai dirasa praktis dalam melakukan transaksi pembayaran. Namun semakin kesini, dengan semakin meningkatnya nilai nominal transaksi, maka penggunaan uang tunai dirasa cukup praktis hanya untuk transaksi-transaksi ritel yang bernilai kecil.

Oleh karena itu, mulailah bermunculan inovasi dalam alat pembayaran non-tunai yang dipadukan dengan perkembangan teknologi yakni dalam bentuk non-tunai. Alat pembayaran non-tunai sendiri ada yang berbentuk paper based atau yang kita kenal dalam bentuk cek/bilyet giro, card based (kartu kredit dan kartu debit), hingga electronic based seperti e-money dan mobile money.

Perkembangan transaksi secara non tunai secara card based dan electronic based di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut ini (berdasarkan data dari Bank Indonesia):

[caption id="attachment_336472" align="aligncenter" width="630" caption="Nilai Transaksi Non Tunai Per Hari, Sumber: Bank Indonesia"]

1416322291493356103
1416322291493356103
[/caption]

Dari segi nilai transaksi per hari, transaksi dengan menggunakan kartu debit mendominasi dengan nilai transaksi mencapai Rp5,5 triliun/hari pada tahun 2010. Nilai ini meningkat menjadi Rp8,9 triliun/hari per September 2014. Sementara untuk uang elektronik nilai rata-rata transaksi per hari pada periode yang sama yakni dari Rp1,9 miliar/hari pada tahun 2010 menjadi Rp6,9 miliar/hari per September 2014. Dari segi pertumbuhan, nilai transaksi per hari dengan uang elektronik tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi yakni hingga 4 kali lipat dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Sementara itu, pertumbuhan transaksi per hari dengan menggunakan kartu mencapai 2 kali lipat pada periode yang sama.

Progres Indonesia Menuju Less Cash Society

Less cash society sendiri merupakan suatu masyarakat yang dalam kehidupan sehari-harinya untuk melakukan transaksi pembayaran didominasi dengan instrumen pembayaran non-tunai terutama dengan card based dan electronic based. Bank Indonesia sendiri pada 14 Agustus 2014 lalu telah mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk meningkatkan penggunaan sarana pembayaran non tunai bagi masyarakat. GNNT akan didukung dengan berbagai kegiatan edukasi bagi masyarakat tentang alat pembayaran non tunai. Sehingga diharapkan dari gerakan tersebut akan meningkatkan progres less cash society di Indonesia. Namun perlu diingat mewujudkan less cash society bukan berarti menghilangkan peran uang tunai, karena walau bagaimana pun, uang tunai juga memiliki peran yang tidak bisa dihilangkan dari aktivitas perekonomian. Maka itu dari namanya disebut less cash bukan no cash society.

Lalu bagaimana progress less cash society di Indonesia saat ini? Berdasarkan studi yang dipublikasikan oleh MasterCard yang berjudul “The Global Journey From Cash To Cashless” tahun 2013, besar pembayaran non tunai Indonesia mencakup 31% dari total pembayaran yang dilakukan konsumen. Angka tersebut setara dengan Rusia dan hanya berada di atas Kenya dengan pembayaran non tunai mencakup 27%. Angka tersebut memberikan progress Indonesia baru pada tahap insepsi atau baru memulai beralih ke pembayaran non tunai. Sementara negara yang berada di peringkat paling atas yakni Belgia dengan cakupan pembayaran non-tunai hingga 93%. Untuk peringkat lengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

[caption id="attachment_336473" align="aligncenter" width="558" caption="Fase Less Cash Society Global, Sumber: MasterCard, 2013"]

14163223921376134618
14163223921376134618
[/caption]

Dari perspektif mikro, bentuk-bentuk instrumen pembayaran non tunai khususnya yang electronic based telah berkembang pesat beberapa tahun kebelakang ini. Penulis telah menyinggung contoh-contoh e-money dari artikel penulis sebelumnya yang berjudul “Branchless Banking Lebih Dari Sekedar Jargon Marketing”. Dari artikel tersebut diidentifikasi penyedia e-money biasanya dilakukan oleh bank, perusahaan telekomunikasi, dan perusahaan independen lainnya. Untuk provider bank, BCA menjadi pemimpin di e-money dengan brand Flazz yang telah beredar sekitar 5 juta kartu. Dari segi diversifikasi, Bank Mandiri memiliki variasi produk e-money seperti E-Toll Cards untuk membayar tiket masuk jalan tol, Indomaret Card untuk berbelanja di gerai minimarket Indomaret, GazCard untuk pengisian bensin, dan yang paling baru adalah Mandiri E-Cash yakni model e-wallet. Bank lainnya yakni BNI dengan produk TapCash, BRI dengan produk BRIZZI, Bank CIMB Niaga dengan rekening ponselnya, Bank DKI dengan JackCard yang bisa digunakan untuk membayar angkutan umum Busway dan beberapa jalur kereta api, dan bank-bank lainnya.

Provider perusahaan telekomunikasi juga telah gencar meluncurkan produk electronic based money khususnya e-wallet atau dompet elektronik seperti TCash dari Telkomsel, Dompetku dari Indosat, XL Tunai dari XL Axiata. Selain itu ada juga e-wallet dari provider independen lainnya yakni DokuWallet, SkyCard, FinChannel, dll.

Dompet elektronik sendiri merupakan sistem berbayar dengan ponsel atau online. Pembayaran dengan ponsel disebut juga dengan mobile money dengan menggunakan teknologi Near Field Communication (NFC) yang pada umumnya terdapat pada sistem Android. Jadi dalam melakukan pembayaran, anda tinggal tap ponsel anda dengan sebuah mesin pembaca elektronik dan transaksi pun langsung terotorisasi.

Benefit Dari Less Cash Society

Less cash society selain dapat meningkatkan sistem pembayaran yang cepat, aman, dan efisien, untuk mempercepat perputaran aktivitas ekonomi dan stabilitas sistem keuangan, juga dapat mencegah tindak pidana kriminal maupun tindak pidana pencucian uang. Dalam kaitannya dengan menguarangi tindakan kriminal, tentu membawa fisik uang dengan jumlah besar sangat berisiko dan dapat memicu tindakan kejahatan di jalanan. Ada studi menarik yang dipublikasikan oleh US National Bureau of Economic Research yang meneliti pengaruh penggunaan Electronic Benefit Transfer (EBT) terhadap tingkat kriminal di Missouri pada periode 1990 s/d 2011. EBT sendiri merupakan mekanisme penyaluran insentif kesejahteraan dari pemerintah AS atau seperti mekanisme penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Indonesia. Dari hasil studi didapatkan bahwa tingkat kriminalitas turun sebesar 9,8%, dengan tingkat pencurian berkurang hingga 7,9% seiring dengan perubahan mekanisme penyaluran EBT dari menggunakan cek ke sistem kartu debit. Namun demikian, studi tersebut juga menyebutkan penurunan tersebut tidak semata-mata karena penggunaan EBT.

Kemudian less cash society juga dapat mencegah tindak pidana pencucian uang dan meningkatkan transparansi. Hal ini karena, sistem pembayaran non tunai dapat melakukan identifikasi dan pelacakan asal-usul transaksi keuangan. Sehingga dapat pula mencegah transaksi untuk keperluan illegal. Disamping itu, peningkatan transparansi khususnya yang terkait pelayanan publik juga dapat ditingkatkan selain meberikan manfaat kepraktisan. Sebagai contoh inovasi dalam pembayaran pajak dengan secara elektronik/ e-billing system yakni melalui ATM maupun internet banking. Dan yang terbaru adalah inovasi e-samsat yang diterapkan polda dan pemerintah provinsi Jawa Barat untuk melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor melalui ATM.

Bagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan yang mengawasi sistem pembayaran, less cash society juga memberi benefit yakni dalam hal efisiensi pengelolaan uang. Berdasarkan Laporan Keuangan Bank Indonesia, pada tahun 2013 biaya pengelolaan pembayaran tunai mencapai Rp2,6 triliun, meningkat dari tahun 2012 yang mencapai Rp1,4 triliun. Biaya tersebut termasuk biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pencetakan maupun pemusnahan uang (kertas dan logam). Karena BI diamanatkan oleh undang-undang untuk menyediakan uang yang layak edar. Jadi uang terus dicetak bukan berarti untuk menambah peredaran uang, tetapi juga untuk mengganti (replacement) uang yang sudah tidak layak edar.

Selain itu, bagi pemerintah, less cash society juga terkait dengan peningkatan keuangan inklusif yakni misalnya melalui inovasi branchless banking seperti yang penulis bahas di artikel “Branchless Banking Lebih Dari Sekedar Jargon Marketing”. Sehingga meningkatnya keuangan inklusif dapat meningkatkan akses masyarakat ke layanan institusi keuangan formal untuk meningkatkan taraf kesejahteraan. Dan tentunya sistem branchless banking juga dapat meningkatkan efisiensi bagi sektor perbankan sendiri.

Tantangan dan Upaya Menuju Less Cash Society

Dalam mewujudkan masyarakat yang less cash society tentu tidak terlepas dari tantangannya. Salah satu tantangan utama adalah terkait infrastruktur. Instrumen pembayaran non tunai juga perlu didukung oleh infrastruktur, sistem, dan jaringan yang handal, aman, dan memadai. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi daerah-daerah yang masih minim infrastruktur telekomunikasi yang memadai. Selain itu edukasi masyarakat juga menjadi tantangan utama dalam mewujudkan less cash society.

Untuk itu, dalam mewujudkan less cash society, diperlukan kerjasama lintas institusi baik itu antar regulator seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan, dengan Kementerian terkait seperti Kemenkominfo dalam menyusun regulasi yang memacu alat pembayaran non tunai termasuk juga dari segi perlindungan dan keamanan penggunanya. Selain antar regulator dukungan antar institusi swasta penyedian jasa keuangan seperti perbankan dan telekomunikasi juga dieperlukan terkait penyediaan infrastruktur, sistem, dan inovasi produk alat pembayaran berbasis elektronik.

Kemudian hal terpenting adalah bagaimana melakukan edukasi kepada masyarakat tentang sistem pembayaran non tunai. Untuk hal ini, BI telah melakukan suatu langkah tepat yakni bekerjasama dengan beberapa universitas untuk menerapakan kawasan less cash society. Hal ini karena penerapan less cash society akan lebih mudah dimulai dari institusi pendidikan yang para siswa/i atau mahasiswa/i nya telah melek terhadap teknologi dan melek terhadap produk perbankan. Selain itu sosialisasi secara informal juga bisa memanfaatkan media social untuk lebih menjangkau masyarakat secara lebih luas lagi.

Terakhir tentu bagaimana kontribusi kita sebagai individu adalah mulai membiasakan untuk “menipiskan dompet” dengan kata lain mulai membiasakan hanya membawa sedikit uang cash, dan melakukan transaksi dengan alat pembayaran non-tunai yang berbasis elektronik misalnya untuk pembayaran transportasi. Atau mencoba produk dompet elektronik yang telah ada tentu tidak ada salahnya. Dengan demikian dengan melakukan hal tersebut kita telah berkontribusi dalam mewujudkan Gerakan Nasional Non Tunai yang telah dicanangkan oleh BI. Dan bukan tidak mungkin suatu saat nanti seiring berjalannya waktu, masyarakat yang nearly cashless dapat terwujud setidaknya untuk di kota-kota besar terlebih dahulu.

Semoga Bermanfaat, salam.

Referensi:
Bank Indonesia
MasterCard Report: "The GLobal Journey From Cash To Cashless"
Branchless Banking Lebih Dari Sekedar Jargon Marketing, Roby Rushandie
Artikel dari berbagai sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun