Mohon tunggu...
Muhammad Rusdil Fikri
Muhammad Rusdil Fikri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Tulisan pribadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengkaji Kemungkinan Kubu Prabowo-Sandi Menangkan Gugatan ke MK

28 Mei 2019   19:30 Diperbarui: 28 Mei 2019   19:39 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hari pasca kerusuhan 22 Mei di Jakarta Pusat, Tim Hukum Prabowo resmi mengajukan gugatan kecurangan pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut bertujuan untuk menentang hasil pilpres 2019 yang diumumkan oleh KPU beberapa waktu lalu. 

Pada pengumuman resmi yang diungkapkan oleh Ketua KPU Arief Budiman, Paslon Jokowi-Ma'ruf Amin, berhasil unggul dengan perolehan 55,5 persen suara, mengalahkan paslon Prabowo-Sandiaga yang memperoleh 45,5 persen suara. Padahal Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pernah mengatakan bahwa sebelumnya tidak ada bukti kecurangan yang sistematis, dan para pengamat independen mengatakan bahwa pemilu berlangsung bebas dan adil.

Pengajuan gugatan inipun tentu akan menimbulkan tanda tanya, apakah upaya tersebut akan berhasil menggulingkan Jokowi-Ma'ruf Amin, sedangkan MK sempat mendapatkan gugatan serupa, namun gugatan tersebut ditolak karena BPN Prabowo -Sandiaga hanya melampirkan salinan 72 berita dari media online. 

Rencananya, MK akan mengadakan sidang pertama untuk kasus tersebut pada tanggal 14 Juni mendatang, dan memberikan putusan pada 28 Juni 2019, ujar Fajar Laksono selaku Juru Bicara Pengadilan.

Paslon Prabowo-Sandiaga mengatakan, bahwa proses mengajukan gugatan dan upaya hukum merupakan langkah-langkah untuk memastikan bahwa kita mendapatkan hasil pemilu yang bebas dan adil. Pihaknya juga mengatakan, "orang-orang telah menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri, bahwa pemilu 2019 tidak adil". Namun anggapan tersebut ditepis oleh sebuah exit poll yang dilakukan oleh lembaga survei indikator Politik Indonesia pada hari pemilu, survei tersebut menunjukkan bahwa 94 persen pemilh percaya bahwa pemilu telah berlangsung bebas dan adil.

Jika kita kembali menggali berita 2014 silam, Prabowo yang saat itu berpasangan dengan Hatta Rajasa juga kalah dari Jokowi dengan selisih yang lebih tipis dan keberatan dengan hasil tersebut, dirinya juga mengajukan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi namun ditolak. Bahkan seruan people power yang sempat digaungkan dalam minggu-minggu terakhir kampanye, sepertinya tak mampu merubah perolehan suara yang sudah ditetapkan oleh KPU RI, dimana secara konsisten Prabowo tetap belum bisa menjabat sebagai Presiden pada tahun 2019.

Gugatan kubu Prabowo-Sandi juga tampaknya akan semakin sulit, hal tersebut merujuk pada deklarasi kemenangan yang dilakukan Prabowo hampir setiap hari, deklarasi kemenangan bahkan klaim angka kemenangan juga terus berubah. 

Pada malam pemilihan, Prabowo mengklaim telah menerima 55,4 persen suara berdasarkan exit poll dan 52,2 persen berdasarkan penghitungan cepat. Hari berikutnya, klaim ini menjadi 62 persen berdasarkan apa yang disebut hitungan riil. Pada bulan Mei, klaimnya berubah lagi menjadi 54,24 persen.

Sebaliknya, hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survey yg memiliki reputasi baik, memberikan hasil yang konsisten tentang hasil pemilu dalam beberapa jam setelah penutupan pemungutan suara, yang kemudian secara konstan ditampilkan di layar televisi dan situs web berita. Penghitungan tersebut terbukti konsisten dan tak jauh berbeda dengan hasil hitung manual KPU.

Indonesia tentu beruntung memilki serangkaian lembaga survey yang berintegritas, dengan track record dapat menyediakan hasil hitung cepat yang akurat untuk berbagai pemilhan. Bahka ketika ada yang menuduh lembaga survey tersebut memalsukan data, dengan gesit mereka menghadirkan data dan metodologinya secara terbuka dan menantang kubu 02 untuk melakukan hal yang sama.

Selain itu, Kubu Prabowo juga sempat menuduh bahwa KPU kan memanipulasi hasil pemungutan suara, namun tuduhan tersebut seakan tidak berlaku bagi kebanyakan orang Indonesia. Karena kebanyakan orang Indonesia masih mempercayai bahwa KPU merupakan lembaga independen penyelenggaran Pemilu yang kredibel dan jujur.

Gugatan Prabowo juga tampaknya hanya menjadi formalitas belaka, jika kita merujuk pada besarnya margin 17 juta suara, atau sekitar 11 persen yang notabene dua kali lipat margin pilpres 2014 sebanyak 8,4 juta suara, itu artinya kecurangan dalam skala besar akan diperlukan untuk memperoleh hasil seperti itu, jika Prabowo memang benar memenangkan Pilpres 2019.

Tentunya kubu Prabowo-Sandiaga memiliki tantangan yang sulit agar gugatannya dapat diterima oleh Bawaslu maupun MK. Apalagi sebagian tokoh partai pengusung Paslon 02 telah mengakui kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, hingga beredar kabar bahwa PAN dan Partai Demokrat akan merapat untuk berkoalisi dengan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun