Beberapa meter setelah bangunan bekas toko, Â dekat dengan bundaran kecil, ada sebuah bangunan tanpa atap. Pintunya pun terlihat tertutup. Ternyata bangunan itu dulunya 'Waterschap kantoor' atau kantor dewan air. Salah satunya bertugas mengukur debit air sungai agar tidak meluap dan membanjiri kota. Seperti diketahui, Solo kerap banjir sejak dulu karena bekas tanah rawa-rawa yang letaknya lebih rendah dari daerah sekitarnya. Beberapa kali terjadi banjir besar misalnya pada tahun 1929. Sampai akhirnya kantor dewan air ini bekerja sama dengan Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegara untuk mendirikan Pintu Air Demangan di Sangkrah pada 1915 demi mengendalikan banjir.
Beranjak di depan bangunan SMK Negeri 1 Surakarta. Merupakan bekas Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Dasar Eropa, yang didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun 1817 dan memiliki masa belajar selama tujuh tahun. Sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak Eropa dan Elite Jawa. Â Dalam praktiknya, sekolah ini menerima siswa dari kalangan Timur Asing dan orang pribumi yang berasal dari bangsawan. Menurut Heri Priyatmoko, founder Solosocieteit, masyarakat biasa tidak bisa masuk sekolah ini, karena syaratnya sangat ketat.
"Selain harus pandai berbahasa Belanda, juga harus mapan secara ekonomi. Syarat itu biasanya hanya bisa dipenuhi oleh golongan elit cabang atas (bangsawan dan priyayi tinggi). Bangsawan yang bersekolah di ELS adalah putra PB X. Juga putra dari patih Sosrodiningrat," Pungkas Heri.
Beranjak menyusuri jalan Sungai Sebakung, terlihat bangunan lawas bergaya Belanda di Jalan Sungai Kapuas bertuliskan Gereja Pantekosta. Dari depan terlihat ada tiga pintu putih dan deretan jendela di lantai dua. Namun, sebelum menjadi gereja, dulunya bangunan berpagar dan bertembok hijau ini kantor atau klinik kesehatan umum. Â Salah satu wabah yang pernah mereka tangani adalah pes. Konon mulai menjangkit warga Solo termasuk orang Eropa pada Maret 1915.
Penelusuran hari itu ditutup di depan bekas Societeit Harmonie atau Gedung Harmoni, tepat di pinggir jalan raya, tak jauh dari Benteng Vastenburg dan Kali Pepe. Â Inilah tempat orang Eropa berkumpul, berpesta, pesta minum, bermain biliar, dan dansa. Kini, bekas gedung itu sudah tidak terlihat sama sekali karena telah menjadi deretan ruko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H