Mohon tunggu...
Rusdi Mustapa
Rusdi Mustapa Mohon Tunggu... Administrasi - Guru sejarah yang suka literasi, fotografi, dan eksplorasi

Guru sejarah yang menyukai literasi, fotografi dan eksplorasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menelusuri Jejak-Jejak "Kota Belanda" di Solo

13 Januari 2025   14:38 Diperbarui: 13 Januari 2025   14:38 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekas bangunan toko barang mewah di Loji Wetan (Sumber : Koleksi Penulis ) 

Beberapa meter setelah bangunan bekas toko,  dekat dengan bundaran kecil, ada sebuah bangunan tanpa atap. Pintunya pun terlihat tertutup. Ternyata bangunan itu dulunya 'Waterschap kantoor' atau kantor dewan air. Salah satunya bertugas mengukur debit air sungai agar tidak meluap dan membanjiri kota. Seperti diketahui, Solo kerap banjir sejak dulu karena bekas tanah rawa-rawa yang letaknya lebih rendah dari daerah sekitarnya. Beberapa kali terjadi banjir besar misalnya pada tahun 1929. Sampai akhirnya kantor dewan air ini bekerja sama dengan Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegara untuk mendirikan Pintu Air Demangan di Sangkrah pada 1915 demi mengendalikan banjir.

Bekas bangunan Waterschap kantoor atau kantor dewan air ( Sumber : Koleksi Penulis )
Bekas bangunan Waterschap kantoor atau kantor dewan air ( Sumber : Koleksi Penulis )

Beranjak di depan bangunan SMK Negeri 1 Surakarta. Merupakan bekas Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Dasar Eropa, yang didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun 1817 dan memiliki masa belajar selama tujuh tahun. Sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak Eropa dan Elite Jawa.  Dalam praktiknya, sekolah ini menerima siswa dari kalangan Timur Asing dan orang pribumi yang berasal dari bangsawan. Menurut Heri Priyatmoko, founder Solosocieteit, masyarakat biasa tidak bisa masuk sekolah ini, karena syaratnya sangat ketat.

"Selain harus pandai berbahasa Belanda, juga harus mapan secara ekonomi. Syarat itu biasanya hanya bisa dipenuhi oleh golongan elit cabang atas (bangsawan dan priyayi tinggi). Bangsawan yang bersekolah di ELS adalah putra PB X. Juga putra dari patih Sosrodiningrat," Pungkas Heri.

Beranjak menyusuri jalan Sungai Sebakung, terlihat bangunan lawas bergaya Belanda di Jalan Sungai Kapuas bertuliskan Gereja Pantekosta. Dari depan terlihat ada tiga pintu putih dan deretan jendela di lantai dua. Namun, sebelum menjadi gereja, dulunya bangunan berpagar dan bertembok hijau ini kantor atau klinik kesehatan umum.  Salah satu wabah yang pernah mereka tangani adalah pes. Konon mulai menjangkit warga Solo termasuk orang Eropa pada Maret 1915.

Peserta berfoto bareng di depan Gereja Pantekosta ( Sumber : Tim Media Solosocieteit ) 
Peserta berfoto bareng di depan Gereja Pantekosta ( Sumber : Tim Media Solosocieteit ) 
Penelusuran hari itu ditutup di depan bekas Societeit Harmonie atau Gedung Harmoni, tepat di pinggir jalan raya, tak jauh dari Benteng Vastenburg dan Kali Pepe.  Inilah tempat orang Eropa berkumpul, berpesta, pesta minum, bermain biliar, dan dansa. Kini, bekas gedung itu sudah tidak terlihat sama sekali karena telah menjadi deretan ruko.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun