Mohon tunggu...
Rusdi Mustapa
Rusdi Mustapa Mohon Tunggu... Administrasi - Guru sejarah yang suka literasi, fotografi, dan eksplorasi

Guru sejarah yang menyukai literasi, fotografi dan eksplorasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menguak Sirnanya Kampung Kauman Mangkunegaran

12 Juni 2018   13:56 Diperbarui: 12 Juni 2018   14:01 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua papan nama kampung di utara dan selatan perempatan merupakan bukti kampung ini masih ada. Wilayah Kampung Kauman memanjang dari utara Kali Pepe hingga depan Pasar Legi. Wilayahnya berbatasan dengan Pringgading di sebelah timur dan berimpitan dengan Jageran dan Ngebrusan di sebelah Barat.

Penulis berada di ruang dalam Ndalem Sindurejan ( koleksi penulis )
Penulis berada di ruang dalam Ndalem Sindurejan ( koleksi penulis )
Salah satu artefak yang bisa dilihat di Kampung Kauman Mangkunegaran adalah rumah Tumenggung Mangkuyuda yang disebut Ndalem Sindurejan. 

Rumah ini terbilang istimewa, karena bangunannya masih asli dan terpelihara dengan baik. Selain itu rumah ini terbilang istimewa karena di sinilah pernah tinggal Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said), pendiri Kadipaten Mangkunegaran sekaligus Adipati pertama Puro Mangkunegaran yang bergelar Mangkunegoro I. Sebelum diangkat menjadi penguasa Puro Mangkunegaran, Pangeran Sambenyawa mengadakan perlawanan terhadap tiga musuh sekaligus yaitu VOC ( Belanda ), Kasunanan Surakarta, dan Kasultanan Yogyakarta.

Sepak terjangnya susah dihentikan dan justru mengakibatkan banyak korban dari pihak lawan. Dari situlah ia dijuluki Pangeran Sambernyawa oleh Nicolaas Hartingh, gubernur VOC. Pangeran Sambernyawa berperang selama 16 tahun (1741-1757). Keuletan Pangeran Sambernyawa melakukan perlawanan membuat lawan-lawannya menginginkan gencatan senjata namun selalu gagal. 

Hingga kemudian muncullah tokoh Patih Mangkuyuda yang berhasil meluluhkan hati lelaki, yang dalam Babad Panambangan,  digambarkan sebagai "Lelaki bertubuh kecil, namun nampak tegap, matanya bersinar-sinar, seperti mengeluarkan api" mau berunding.  Peristiwa ini terekam di atas ukiran pintu ruang tengah yang berbunyi "Panembahing Dwipangga Angoyag Jagad" yang diartikan sebagai tahun 1682 Jawa atau 1756 Masehi satu tahun sebelum Perjanjian Salatiga. 

Setelah Perjanjian Salatiga tahun 1757, Pangeran Sambernyawa yang bergelar  Mangkunegoro I  disediakan tempat tinggal di rumah Patih Mangkuyuda. Kelak, di sini lah dibangun Kampung Kauman oleh Mangkunegoro I. Melalui Perjanjian Salatiga juga, Mangkunegoro I tidak diperbolehkan untuk membuat alun-alun, mengingat posisinya sebagai daerah Praja. Oleh karena itu, Mangkunegro I hanya membuat pasar untuk perekonomian dan religi. Tercatat dalam Babad Panambangan, lebih dari 80 orang sebagai warga Kauman. 

Warga Kauman tersebut menguatkan identitas Kauman sebagai kampung religi pada masa Mangkunegoro I. Kampung Kauman menjadi tempat tinggal para ulama dan didirikan Masjid Kauman lama sebagai pusat penyebaran agama Islam.  Mangkunegoro I mengangkat seorang perempuan ulama bernama R.A. 

Penghulu Iman sebagai penghulu di Kampung Kauman. Diangkatnya seorang ulama perempuan oleh Mangkunegoro I tentu sesuatu yang mengejutkan. Namun jika kita mengikuti sejarah perlawanan Pangeran Sambernyawa, dia juga membentuk pasukan perempuan yang diberi nama Prajurit Estri yang kemampuannnya sangat ditakuti Belanda. 

Faktor-faktor Sirnanya Kampung Kauman

Makam kuno puteri Mangkunegoro IV ( koleksi penulis )
Makam kuno puteri Mangkunegoro IV ( koleksi penulis )
Bukti lain yang tersisa dari Masjid Kauman lama adalah empat makam kuno keluarga raja yang disemayamkan di pinggir Jl. Sutan Syahrir, dekat dengan Rumah Deret Ketelan pinggir Kali Pepe. Satu dari empat makam itu adalah makam R.A. Supartinah yang merupakan putri Mangkunegoro IV beserta anaknya. 

Makam ini berada di rumah warga. Melihat sejarah Mataram Islam, fenomena makam di area masjid bukanlah hal aneh. Hal ini bisa dilihat di Masjid Kota Gedhe, Masjid Demak, Masjid Agung, dan lainnya. Sehingga dari fakta ini bisa diyakini tidak jauh dari empat makam kuno ini dulunya terdapat Masjid Kauman lama yang dibangun Mangunegoro I. 

Kini kejayaan Kampun Kauman Mangkunegaran sebagai kawasan religi Mangkunegaran meredup. Ada beberapa faktor penyebab yaitu :

Pertama, kebijakan Mangkunegoro IV yang memboyong (Bedhol) Masjid Kauman lama ke barat Puro Mangkunegaran yakni Masjid Al Wustho tahun 1878. Hal ini mengakibatkan elemen penopang Kauman sebagai kampung religi hilang, apalagi kemudian sisa kejayaan Masjid Kauman lama dibersihkan oleh Mangkunegoro VII. Kedua,  tidak adanya gelar "Sayidina Panatagama" yang menempel di pundak Mangkunegoro, yang berarti tidak ada beban moral untuk mengembangkan kegiatan keagamaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun