Mohon tunggu...
Rusdi El Umar
Rusdi El Umar Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 1 Batang-Batang

Sang petualang yang masih terus mencari hakikat kehidupan rusdiumar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibu, Sebuah Apresiasi

3 April 2016   19:41 Diperbarui: 3 April 2016   19:47 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Ibu adalah tempat mengadu. Dada ibu selalu ada untuk sang anak sebagai harapan masa depan. Rintangan dan halangan, luka dan air mata, suka cita dan duka lara, adalah teman karib untuk membawa si buah hati ke langit kebahagiaan. /sumbu segala bahagia ataupun duka/. Tempat untuk mengaduh ataupun lubuk untuk melukis bahagia.

 

Berharap kepulangan si buah hati (anak semata wayang) ketika ia pergi untuk segala maksud dan cita, adalah nafiri doa-doa yang selalu hangat di pelupuk mata. Hati ibu selalu bergetar untuk kepulangan yang melegakan. Bahagia. Tak kurang suatu apa. /hari-hari yang mengubur catatan kepulangan, nak/

 

Pergi untuk belajar, mencari kerja, atau pun pergi untuk sekadar refreshing atau rekreasi. Doa dan harapan ibu hanya satu; pulang dengan membawa hati yang indah, bahagia, dan berwajah riang. Tentu, akan semakin lengkap (dalam doa ibu) jika anak ibu pergi untuk urusan akhirat (berjihad, mencari jodoh, belajar/mengajar, dll.). Tercatat di relung hati ibu yang paling dalam. Dalam suatu wadah/tempat yang tidak pernah berbekas kekecewaan. Cahaya yang tetap teguh walaupun badai datang menerjang. Dada ibu adalah bumi sekaligus langit yang melingkupi cinta anaknya.

 

/bila matahari telah mampu menghangatkan,/ Mungkinkah? Apakah mungkin ada sesuatu yang lain yang /melebihi pelukan ibu dari seberang/? Tentu saja jawabannya adalah "tidak ada!" Tidak akan ada satu pun yang dapat melebihi pelukan kasih ibu. Bahkan, matahari sekalipun tidak akan mampu memberikan kehangatan yang sepadan dengan cinta ibu. Namun, sebagai ibu yang bijak, tentu saja anaknya harus merasakan kehangatan dunia lain. Agar tercipta komparasi, ada pembanding antara cinta ibu dan cinta-cinta yang lain. Itulah kehidupan yang sesungguhnya. Ada realitas rasa dari rona kehidupan yang harus dicecar oleh orang yang ingin merasakan nikmat hidup yang sebenarnya. Bukan "anak mama" yang selalu hidup bergantung tanpa punya pendirian kehidupan yang penuh dengan nuansa hidup.

 

/jarak dan waktu memang sungguh menghakimi/menelan rumah kita ke dalam sepi/ Sebuah kebenaran yang hakiki, bahwa jarak telah membuat kebijakan untuk menyelami hidup yang kokoh, pantang menyerah. Perpisahan antara ibu dan anak diproyeksikan sebagai jembatan untuk meneguhkan jalan hidup yang tidak gampang. Rumah yang sepi, lepas dari celoteh "comel" yang menggemaskan adalah bagian romantika jalan kehidupan. Tidak mengapa kalian (nak) pergi untuk mewujudkan segala cita cinta yang akan dibawa pulang pada saatnya nanti. Pergi untuk kembali, dan kembali untuk memberikan arti dan harapan-harapan hidup yang hakiki.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun