Senja sudah di depan mata , namun gadis itu belum menemukan kebahagiaan sejak tadi pagi, kegelisahan mulai menghantuinya, dia masih setia di pinggir pantai menatap senja yang semakin menghilang. Seakan sedang menunggu kepastian dari seseorang yang lama di nantikannya.
Gadis berambut ikal itu bernama Dita. Kulitnya sawo matang, hidung mancung, wajahnya berbentuk oval, dia aktif di berbagai kegiatan, lucu, berkomitmen, tanggung jawab dan suka bergaul dengan siapa saja, namun kalau untuk masalah hati Dita sangatlah tertutup, dia tak bisa bercerita pada sanak keluarga atau teman-temannya tentang kegundahan yang dirasakan, maka pada Alamlah dia hembuskan kegelisahan dan pada Tuhan diam-diam dia menangis dalam setiap Doanya.
Tak ada satu pun yang tahu dibalik senyum manis dan tulus itu, ada duka yang tersimpan dalam hati. Dita tak pernah mencurahkan pada orang-orang terdekat, baginya urusan hati adalah sangat pribadi, sehingga dia harus menanggung beban itu sendiri, karena Dita tidak suka merepotkan orang lain.
Sejak kecil Dita sering main ke pantai, suka maupun duka yang dirasa pasti melepaskannya ke pantai, ya hanya pantailah yang bisa membuat Dita nyaman. Meski tidak harus setiap hari, namun dirinya akan meluangkan waktu untuk rileks ke pantai.
Tiga bulan yang lalu, Dita baru saja putus dengan kekasihnya, penyebab perpisahan itu karena ada wanita lain yang sudah merebut hati kekasihnya, Dita tak kuasa menahan kesedihan, hanya bisa menerima keputusan pria yang sangat dicintainya itu, pada prinsipnya Dita selalu berharap agar kekasihnya bahagia meski hatinya terluka, ibarat lilin yang menyala namun batang lilin itu sendiri habis meleleh oleh panasnya api, asalkan bisa menerangi kegelapan.
Pada saat yang bersamaan Ayah Dita juga jatuh sakit dan sempat beberapa kali dilarikan ke Rumah Sakit, namun apalah daya, Tuhan kembali memberi ujian besar untuk Dita, sebulan setelah Dita di kecewakan, kini harus menerima kenyataan hidup yang lebih pahit. Ayah Dita meninggal dunia setelah di diagnosa sakit paru-paru dan ginjal.
Lengkaplah penderitaan hati yang dirasakannya, dua lelaki yang amat dicintainya pergi meninggalkan Dita, tak ada lagi tempat untuk bersandar, mahkota kehormatan seperti terbang dibawah angin, benteng pertahanan untuk berlindung pun dirasakan runtuh seketika.
Kali ini Dita benar-benar hancur, sedih, gundah, meski harus bersikap tegar dan manis di depan banyak orang, namun sesungguhnya hati dan jiwanya amatlah menyedihkan. Dita menyembunyikan rasa itu agar orang-orang tidak mengasihaninya, dia memang kuat menahan kegelisahan itu sendiri.
***
Hingga seminggu ini, Dita selalu datang ke pantai seorang diri, menatap laut, memeluk angin, hingga senja tiba dia tetap berdiri di atas karang yang tajam beralas sandal jepit. Pada pandangan yang kosong itu ada Doa dalam hati untuk sang Khalik. Dita selalu berharap sebelum senja tiba dia bisa menemukan kebahagian, namun sudah beberapa hari ini, apa yang dinanti tidak kunjung datang, rupanya Dita masih berharap kekasihnya datang untuk merajut hubungan itu kembali. Namun sayang di setiap senja Dita selalu gagal. Hingga harus melalui malam dengan sendiri.
Perlahan kakinya melangkah pulang ke rumah, seperti biasa Dita langsung menuju ke kamar kecil di pojok dapur untuk mandi dan berwudhu, kemudian melaksanakan sholat Magrib, dalam doanya Dita menetaskan air mata untuk kesekian kalinnya.
“Ya Allah sesungguhnya Engkau maha mengetahui apa yang hamba rasakan, maha mengasihi, maha penyanyang, berilah hamba kekuatan untuk melewati semua ini, aku hanyalah seorang hamba yang lemah, maka bimbinglah hamba, tuntunlah hamba pada kesabaran dalam menjalani hidup ini,
"Ya Allah, Engkau maha adil, ampunilah segala dosaku, cukupkanlah ujian ini, hamba tak sanggup menahan beban ini sendiri, maka jangan pernah tinggalkan hamba ya Allah,
Ya Allah, yang tak pernah tidur, Engkau maha pemurah lagi maha penyayang, hamba seperti kehilangan tempat untuk bersandar, maka berilah hamba kekuatan untuk melawati semua ini, jika orang-orang yang hamba cintai tidak Engkau ijinkan untuk bersama, hamba ikhlas ya Allah, namun jangan biarkan hamba sendiri, Illahi Rabbi pertemukanlah hamba dengan orang yang bisa membimbingku di jalanMu ya Allah.”
Begitulah doanya pada saat menghadap Tuhan. Hari demi hari Dita merasakan kesepian, meski demikian senyum yang tulus itu tetap terpancar dari wajahnya.
Penantian di setiap senja itu membuat Dita merasa takut untuk melewati malam sendiri, sebab ditengah keramaian pun orang-orang terdekat tak bisa memahami isi hatinya. Saat itu juga Dita memilih untuk Diam dan sudah tidak pernah lagi mengikuti kegiatan bersama teman-temannya, pada Tuhan sajalah Dita berserah diri dan pada pantailah Dita bebas menarik nafas lalu dihembuskan dengan perlahan, hanya itu yang bisa membuat bebannya berkurang.
Melihat gulungan gelombang, karang dan sedikit pasir putih seakan memberi nasehat padanya bahwa kehidupan itu tidak mesti harus berjalan mulus, Dita merasa seperti sedang menari diatas gelombang, ditampar angin lalu datangnya senja ibaratkan peringatan keras untuk menyiapkan diri hadapi kegelapan.
***
Sampai kapan Dita menjadi pendiam..??
Akankah kekasihnya Kembali ke Pelukannya lagi..???
**....... Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H