Sikap Fanatik biasanya ditunjukkan dengan pemujaan pada sesuatu yang berlebihan atau tergila-gila sampai melebihi batas kewajaran.
Fanatik biasa diartikan sebagai fenomena perasaan suka terhadap suatu hal secara total atau bahkan berlebihan. Makna fanatik sering dipandang negatif.Â
Alasanya, tak jarang orang yang fanatik cenderung mempunyai sikap obsesif terhadap suatu hal tanpa melihat sisi kelebihan dan kekurangan dengan seimbang.
Fanatik tidak selalu identik yang berhubungan dengan keyakinan (ajaran agama) dan pandangan politik saja. Sifat antusias yang berlebihan tanpa didasari nalar kritis ini bisa ditunjukkan semisal kepada hobi, sosok tokoh, kelompok, dan masih banyak contoh yang lain.
Ketika seseorang sudah meyakini secara ekstrem sesuatu sebagai hal yang benar, individu ini cenderung mengabaikan informasi yang kontradiktif dengan apa yang dia yakini.
Tentu saja sikap ini sangat membahayakan diri sendiri dan juga orang lain. Kondisi yang membuat seseorang sangat tertutup terhadap pendapat, kelebihan, atau kebenaran yang dimiliki orang lain.
Sifat yang bisa mengoyak tatanan dan kerukunan hubungan pertemanan, bermasyarakat, bahkan  mengganggu stabilitas keamanan sebuah negara.
Secara umum, tidak ada cara khusus untuk mengurai sikap fanatik yang dimiliki oleh seseorang. Kesadaran dari dalam diri sendiri adalah kiat keluar dari zona kebuntuan. Memperbaiki hubungan pertemanan dan bergaul dengan orang-orang yang kritis dan rasional bisa jadi opsi terbaik.
Meskipun sikap fanatik selalu ada dan menjadi konsekuensi logis dari kemajemukan sosial atau heteroginitas dunia. Sikap fanatik tak mungkin tumbuh tanpa adanya perjumpaan dua kelompok sosial yang saling meyakini sebuah kebenaran atau keunggulan hanya ada pada kelompoknya saja. Kendati kesukaan atau ketidaksukaan itu tidak bersandar pada argumen yang logis.
Selain obsesi dalam diri pada sesuatu, rerata sifat fanatik ini bisa tumbuh karena pergaulan, kurangnya berpikir luas, dan minimnya berkaca pada kekurangan diri.
Pengabdian yang luar biasa untuk sebuah objek, di mana pengabdian tersebut terdiri semisal gairah, kecintaan, serta dedikasi yang melampaui batas kelaziman. Objeknya sendiri dapat berupa merek, produk, orang, hobi, serta kegiatan lainnya.
Sifat fanatik cenderung dianut orang yang kurang realistis pada dunia luar. Sifat  yang sangat bertentangan dengan benchmark sebagai cara manusia untuk bebenah lebih maju dari berbagai aspek di dalam hidup.
Fanatik bisa hinggap kepada siapa saja, termasuk pada kaum intelektual maupun orang awam. Hanya saja yang membedakan fanatik karena ada tendensi terselubung atau dilatarbelakangi salah pergaulan dan ketidaktahuan.
Belajar menjadi pribadi yang open minded
Pada dasarnya setiap individu manusia mempunyai karakteristik yang khas dan unik. Contoh sederhana saja, seperti hobi dan selera. Namun kekhasan itu kadang tertutup karena seseorang kurang mengenal dirinya sendiri dan cenderung lebih mengikuti minat dan tren di lingkungan sekelilingnya.
Selain itu, kurangnya memahami dan memaknai perbedaan adalah keniscayaan sebagai anugerah agar satu sama lain saling saling membutuhkan. Dalam bingkai kemajemukan beda pendapat dan pandangan adalah lazim adanya.
Degradasi pola pikir akibat sikap fanatik karena sulitnya menempatkan diri sebagai objek pendengar.
Mencoba memahami sudut pandang orang lain adalah salah satu cara untuk belajar melihat sisi di luar diri kita. Seandainya ada hal-hal yang masih sulit dimengerti, yang diperlukan adalah penjelasan yang logis, bukan serta-merta menolaknya.
Untuk meminimalisir sifat negatif ini tumbuh pada generasi muda, pengenalan mengenai berbagai keberagaman akan kemajemukan seyogyanya di mulai sejak  anak-anak. Tak jarang prilaku fanatik justru terbawa dari lingkup lingkungan keluarga sendiri.
Sebenarnya tidak ada yang salah mengidolakan seperti sosok tokoh, publik figur, merk produk, tim kesayangan, dan sebagainya.Â
Yang jadi masalah ketika kesukaan itu bermetaforsis menjadi pemujaan yang membabi buta.Â
Dalam lingkup keluarga saja perbedaan pendapat pasti ada, misalnya masalah selera masakan, acara televisi, atau pandangan politik.Â
Sebenarnya, fanatik bisa berubah jadi positif kalau seseorang bisa menyeimbangkan dan mengontrolnya dengan baik. Misalnya mencoba dan belajar hal-hal baru, sering berdiskusi berbagai macam tema, dan membangun hubungan pertemanan yang sehat.
Seiring bertambahnya pemahaman akan semakin bijak dan tidak berlebihan terhadap satu hal. Sehingga terbentuk sikap toleran acceptable to everyone and community, dapat diterima semua orang dan semua masyarakat.
Selama akal sehat masih berkolaborasi dengan hati nurani, maka akan selalu ada kebaikan di sekitar kita. Kejernihan berpikir bisa diasumsikan terlepasnya sekat-sekat yang merusak kejernihan nalar berpikir seseorang.
Begitu juga dalam sebuah kompetisi, selalu ada pihak yang menang dan kalah. Dalam hal ini, dibutuhkan kesadaran dan jiwa yang besar untuk menghadapi dua kondisi tersebut. Menjadi pemenang yang rendah hati, dan menerima kekalahan dengan berbesar hati.
Sikap fanatik ibarat portal melintang yang membatasi ruang gerak dan cara pandang kita untuk bisa melihat sisi-sisi yang lebih luas.
Keindahan pelangi karena kolaborasi warna yang saling rukun berdampingan. Pun juga dalam kehidupan.
Â
RuRy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H