Baru saja beberapa menit tersesat, atau tepatnya menyesatkan diri di suatu rangkaian gang, terlihat seorang wanita sedang mencuci pakaian sambil berjongkok dan menjadikan lantai sebagai tempat menggilas pakaian, Â hanya kurang dari semeter dari sisi gang. Saya melaluinya sambil bertukar senyum dan menyapa, "Punteen!"
Beliau menjawab ramah. Sekalian saja saya bertanya jalan keluar dari rangkaian gang yang bak labirin ini, seraya mengira-ngira beliau ini mencuci pakaian di depan atau di belakang rumahnya? Tak penting.
Beberapa meter berikutnya, di bagian lain gang yang lebarnya sekitar satu setengah meter, dua wanita sedang asyik ngobrol. Seorang di antaranya sibuk menyuapi anak balitanya yang lari ke sana ke mari.
Selangkah dari mereka ada gerobak tukang mie yang agak menyumbat jalur gang. Sesekali terjadi desak-desakan mesra dengan motor yang lewat.
Saya pun kembali menyapa, "Punteen!" Mereka membalas, bahkan lalu meladeni keingintahuan saya ihwal gang tempat mereka tinggal ini.
Kali berikutnya, saya nyasar masuk ke dapur orang. Sambil nyengir dan minta maaf, saya lagi-lagi mengucap, "Punteen!" Ah, entah sudah berapa ribu "punten" saya tebar di gang ini.
Namun itulah mengapa di Bandung muncul istilah lelucuan: "gang seribu punten". Tampaknya sejenis Gang Kelinci dalam lagu Lilis Suryani.
Tapi ada atmosfer berbeda pada Gang Cibunut ini jika dibandingkan gang-gang sejenis lainnya yang pernah saya masuki. Selain kini berwarna-warni, secara umum Gang Cibunut juga relatif bersih dan asri. Selain itu, warganya ekstra ramah.
Mereka tampak sudah maklum dan biasa melihat orang yang selfie-selfie-an, bahkan orang yang banyak nanya seperti saya. Mereka tak curiga kalau ada yang memotret-motret rumah mereka, dan juga menjadi lebih banyak senyum yang terkembang.
Seperti diketahui, pada November 2017 Kampung Cibunut diresmikan Wali Kota Bandung dengan julukan Cibunut Berwarna. Sejak saat itu, sontak banyak pendatang yang berfoto-foto dan selfie-selfie di gang-gang sempitnya yang diapit Jalan Baranangsiang, Jalan Sunda, dan Jalan A Yani, Bandung, ini.
Menurut salah seorangnya, sebut saja Mawar (saya lupa menanyakan nama mereka), gang-gang Cibunut bersih bukan sejak diresmikan sebagai Cibunut Berwarna, melainkan sejak organisasi Karang Taruna-nya bertekad menjadikan lingkungan kampungnya hijau dan ramah lingkungan sejak dua tahun lalu itu.
Karena itulah Pemkot Bandung pun memberi dukungan pada kampung ini. Dengan bekerjasama dengan satu produsen cat dan ikatan alumni ITB, dibuatlah konsep mural di gang-gang yang mencakup sembilan RT itu secara tematik, antara lain mural bertema lingkungan, pendidikan, dan "kaulinan budak" (permainan anak-anak).
Menurut Mawar, warga juga didorong untuk memilah sampah-sampah rumah tangganya. Menurutnya, ada satu tempat di RT lain untuk pengumpulkan sampah rumah tangga antara lain untuk dijadikan kompos. Mereka juga kata Mawar telah beberapa kali menyelenggarakan festival kuliner. "Nanti bakal ada lagi," ujarnya.
Dalam hal menata gang-gang sempit dan kumuh, Bandung boleh dibilang tertinggal jika dibanding Malang dengan Jodipan-nya, misalnya. Bahkan Yogyakarta melalui ide yang digagas Romo Mangunwijaya, telah sejak lama memiliki kampung kumuh yang ditata yakni perkampungan di bantaran Kali Code.
Kondisi ini selain menyemangati dan menghibur warga setempat di tengah kehidupan yang berat, juga bisa menghidupkan ekonomi mereka. Jika wisatawan banyak, warga bisa saja menjual cinderamata buatan mereka sendir.
Selain itu, warga juga menjadi berkepentingan menjaga kebersihan kampungnya, karena ada tuntutan standarisasi sebagai tujuan wisata. Sebagai negeri dengan "tradisi" perumahan gang sempit, virus kampung berwarna seharusnya lebih dikontaminasikan ke seluruh Indonesia.
                   ***
Di ujung gang terakhir, terlihat cahaya terang; ah akhirnya bertemu jalan besar juga. Di sisi kanannya, seorang pria duduk di satu tembok yang menonjol. Saya melaluinya. "Punteen!"***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI