Mohon tunggu...
Ruri Andayani
Ruri Andayani Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya seorang penyintas kehidupan

Saya siapa yaa?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menengok "Perpustakaan Ember" Peraih Penghargaan Kelas Dunia

23 Februari 2018   11:09 Diperbarui: 25 Februari 2018   13:06 2077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang pria muda yang duduk di kursi resepsionis menyambut kedatangan saya dan mempersilakan masuk. Pada langkah-langkah pertama memasuki bangunan ini, pandangan saya bersirobok dengan poster bergambar Hoegeng Iman Santoso, seorang mantan pejabat negara yang jujur, sederhana, bersih. Hati saya menjadi hangat di dalam bangunan yang berhawa sejuk, walau tanpa pendingin udara.

Tak ada gambar "pahlawan" lain di ruangan berukuran sekitar 4x6 tersebut selain beliau. Poster keluaran KPK tampaknya. Poster-poster lainnya antara lain berupa pengumuman jadwal kegiatan dan poster para sponsor.

Siang itu sungguh tak salah saya menyempatkan mampir dan masuk ke bangunan bernama microlibrary ini. Sebut saja Microlibrary Bima karena berada di Taman Bima yang beralamat di Jalan Bima. Di tengah Bandung yang sedang terik-teriknya, cukup mengejutkan bahwa ternyata udara di dalam bangunan yang dindingnya disusun antara lain dari 2.000 ember bekas kemasan es krim ini, ternyata suejuk.

Sebenarnya bukan kali pertama saya mampir ke sini. Namun baru kali ini saya menyempatkan masuk ke dalamnya. Entah kenapa bangunan ini seperti menyihir saya untuk mampir dan mampir lagi setiap kali melalui Jalan Bima. Mungkin terdorong hobi baru generasi milenial: Instagraman.

Desain asitektur bangunan ini memang menarik. Instagramable kalo kata istilah kekinian. Dan tumben-tumbenan saat kemarin mampir lagi ke sini, halamannya tampak bersih dan suasananya lengang. Mungkin ini yang mendorong saya untuk mau masuk ke dalam, selain buat numpang ngadem dan wifi-an.

Sesering saya melalui Jalan Bima, saya perhatikan halaman depan bangunan ini biasanya selalu diseraki sampah. Anak-anak dan remaja kerap terlihat bermain bola karena memang ada lapangan futsal di depannya. Jika kemarin terlihat lengang dan bersih, tampaknya karena saya datang pas masih jam-jam sekolah.

Sejak Yayasan Dompet Dhuafa mengintensifkan lagi pengelolaan Microlibrary Bima dalam setahun terakhir ini, kebersihan memang menjadi lebih terpelihara. Setidaknya ini dikatakan Defian, relawan yang pada siang saat saya ke sana sedang kebagian menjaga perpustakaan ini.

Dok.pribadi
Dok.pribadi

Yap, bangunan berarsitektur unik ini adalah sebuah perpustakaan; perpustakaan komunitas. Nama Bima selain karena perpustakaan ini berada di Jalan Bima juga dibangun di pelataran yang dulu dikenal warga sebagai Taman Bima.

Taman Bima adalah taman kecil yang dikelilingi rumah-rumah, khas taman di perumahan-perumahan era kolonial. Tak jauh dari Taman Bima ada Sungai Citepus, sungai yang dituding sebagai pendistribusi banjir di kawasan Pasteur dan Pagarsih. Sempadan sungai ini seiring perkembangan kota Bandung yang tak terkendali sejak zaman dulu, kini disesaki rumah-rumah hingga ke sisi barat Jalan Bima. Warga dari kawasan inilah sekarang yang menghidupkan perpustakaan ini.

Lokasi taman ini juga tak jauh dari Taman Pandawa yang pada 2017 pernah digemparkan oleh seorang pria yang gagal meledakkan bom panci dan lalu dikejar murid-murid SMA hingga ke sebuah kantor kelurahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun