Seorang pria muda yang duduk di kursi resepsionis menyambut kedatangan saya dan mempersilakan masuk. Pada langkah-langkah pertama memasuki bangunan ini, pandangan saya bersirobok dengan poster bergambar Hoegeng Iman Santoso, seorang mantan pejabat negara yang jujur, sederhana, bersih. Hati saya menjadi hangat di dalam bangunan yang berhawa sejuk, walau tanpa pendingin udara.
Tak ada gambar "pahlawan" lain di ruangan berukuran sekitar 4x6 tersebut selain beliau. Poster keluaran KPK tampaknya. Poster-poster lainnya antara lain berupa pengumuman jadwal kegiatan dan poster para sponsor.
Siang itu sungguh tak salah saya menyempatkan mampir dan masuk ke bangunan bernama microlibrary ini. Sebut saja Microlibrary Bima karena berada di Taman Bima yang beralamat di Jalan Bima. Di tengah Bandung yang sedang terik-teriknya, cukup mengejutkan bahwa ternyata udara di dalam bangunan yang dindingnya disusun antara lain dari 2.000 ember bekas kemasan es krim ini, ternyata suejuk.
Sebenarnya bukan kali pertama saya mampir ke sini. Namun baru kali ini saya menyempatkan masuk ke dalamnya. Entah kenapa bangunan ini seperti menyihir saya untuk mampir dan mampir lagi setiap kali melalui Jalan Bima. Mungkin terdorong hobi baru generasi milenial: Instagraman.
Desain asitektur bangunan ini memang menarik. Instagramable kalo kata istilah kekinian. Dan tumben-tumbenan saat kemarin mampir lagi ke sini, halamannya tampak bersih dan suasananya lengang. Mungkin ini yang mendorong saya untuk mau masuk ke dalam, selain buat numpang ngadem dan wifi-an.
Sesering saya melalui Jalan Bima, saya perhatikan halaman depan bangunan ini biasanya selalu diseraki sampah. Anak-anak dan remaja kerap terlihat bermain bola karena memang ada lapangan futsal di depannya. Jika kemarin terlihat lengang dan bersih, tampaknya karena saya datang pas masih jam-jam sekolah.
Sejak Yayasan Dompet Dhuafa mengintensifkan lagi pengelolaan Microlibrary Bima dalam setahun terakhir ini, kebersihan memang menjadi lebih terpelihara. Setidaknya ini dikatakan Defian, relawan yang pada siang saat saya ke sana sedang kebagian menjaga perpustakaan ini.
Yap, bangunan berarsitektur unik ini adalah sebuah perpustakaan; perpustakaan komunitas. Nama Bima selain karena perpustakaan ini berada di Jalan Bima juga dibangun di pelataran yang dulu dikenal warga sebagai Taman Bima.
Taman Bima adalah taman kecil yang dikelilingi rumah-rumah, khas taman di perumahan-perumahan era kolonial. Tak jauh dari Taman Bima ada Sungai Citepus, sungai yang dituding sebagai pendistribusi banjir di kawasan Pasteur dan Pagarsih. Sempadan sungai ini seiring perkembangan kota Bandung yang tak terkendali sejak zaman dulu, kini disesaki rumah-rumah hingga ke sisi barat Jalan Bima. Warga dari kawasan inilah sekarang yang menghidupkan perpustakaan ini.
Lokasi taman ini juga tak jauh dari Taman Pandawa yang pada 2017 pernah digemparkan oleh seorang pria yang gagal meledakkan bom panci dan lalu dikejar murid-murid SMA hingga ke sebuah kantor kelurahan.
Sekilas saya amati buku-buku yang ada di rak perpustakan ini adalah buku-buku umum dan pengayaan baik sosial, politik, ekonomi, filsafat, dll. Defian mengatakan, tak ada buku-buku pelajaran sekolah. Selain itu juga ada komik-komik Jepang hingga novel-novel berat. Warga yang datang hanya bisa membaca di tempat, tak bisa dipinjam ke rumah. Untuk menjaga kebersihan, pengunjung dilarang makan dan minum.
Jika dilihat dari luar, ember-ember es krim pada bagian depan bangunan disusun sedemikian rupa sehingga membentuk satu kode binary yang artinya "Buku adalah Jendela Dunia". Ember-ember es krim ini sebagian dilubangi dengan maksud agar ruangan di dalamnya menjadi sejuk.
Di bagian bawah pepustakaan, ada semacam pendopo terbuka yang menjadi tempat kegiatan rutin komunitas. Misalnya pada setiap Kamis dan Minggu ada kegiatan literasi film pada pukul 15.30-16.30. Pada setiap hari Minggu pukul 11.00 ada kegiatan story telling. Sedangkan pada Senin, Rabu, dan Sabtu setiap pukul 08.30-17.00 ada kegiatan bernama Literasi Tali Integritas. Kegiatan ini didukung antara lain oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Defian mengatakan, Microlibrary Bima tadinya merupakan percontohan perpustakaan komunitas yang dicita-citakan pemerintah Kota Bandung untuk dibangun di setiap kelurahan. Namun hingga Wali Kota Bandung sudah diganti oleh wali kota Plt, baru Microlibrary Bima yang berjalan. Menurut Defian boleh jadi karena komunitas pecinta buku di Kelurahan Bima memang sudah lama terbentuk.
Bahkan menurut pengakuan Defian, dibangunnya perpustakaan ini juga atas pengajuan komunitas yang kebetulan aktivisnya adalah pemuda yang mengaku sedang melanjutkan kuliah S2 ini. Defian mengatakan, saat masih remaja, dia dalah aktivis perpustakaan keliling di kawasan Jalan Bima, Kelurahan Arjuna.
Lokasi Microlibrary Bima sangat mudah dijangkau bahkan bagi wisatawan, khususnya yang bepergian menggunakan pesawat. Posisinya hanya beberapa meter dari pangkal Jalan Bima yang berada di Jalan Pajajaran. Jalan Pajajaran adalah jalur utama ke dan dari Bandara Husein Sastranegara.
Dari pangkal Jalan Bima tersebut yang berhadapan dengan pangkal Jalan Baladewa di utaranya, dengan berjalan kaki juga tak akan melelahkan. Terlebih jalanannya dirimbuni pepohonan besar.
Dengan membuka Google Map pastinya akan lebih mudah menemukan lokasinya. Jika sekalian ingin menyumbangkan buku, pihak Microlibrary Bima akan dengan senang hati menerimanya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H