Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antara Mertua dan Menantu Harus Rukun

18 Mei 2024   17:23 Diperbarui: 18 Mei 2024   19:00 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara logika, mereka telah udzur dan umur pun jauh diatas kita, maka seyogyanya kita bisa mengerti keinginannya, saya lebih bisa mengalah dan diam terhadap keputusan mertua, selagi itu hanya masalah sepela seperti mengatur perabot rumah, menu masakan dan lain sebagainya.

Mungkin karena itulah mertua  paling cocok dengan saya, karena saya lebih banyak menjawab, "Gih Buk, dan tidak "ngeyel" saat mertua menasehati. Berbeda dengan menantu lain yang sering diam bila diajak ngomong atau malah ngeyel saat berbeda pendapat. 

Sudah hampir satu tahun ibu mertua meninggalkan kami, Allaohu yarham, semoga Allah mengampuninya. Saat ini saya baru bisa mengubah desain rumah sesuai dengan keinginan saya, mulai meletakkan meja kursi, almari atau perabot rumah tangga yang lain. 

Sebelumnya saya hanya manut kata mertua saja, walaupun sebenarnya rumah dan isinya kami yang beli, ini semua untuk berdamai dan mengurangi konflik. Apa saya baik-baik saja, Alhamdulillah Ketika kita bisa merendah maka dia tidak akan merendahkan kita, demikian sebaliknya.

Banyak kasus yang terjadi tidak rukunnya menantu dan mertua karena sama-sama tidak ada yang saling mengalah, semua ngeyel ingin menjadi pemenang dan merasa benar. Coba sedikit mengurangi ego pasti semua akan baik-baik saja.

Seperti kasus Pamela, ayahnya merasa benar karena menjemput putrinya adalah haknya, namun dia lupa kalau Pamela sudah mempunyai suami yang menjadi imam Pamela. Pamela yang kurang pengalaman hanya bisa pasrah atas keputusan ayahnya.

Suami Pamela pun tidak mau mengalah karena dia merasa direndahkan, saat semua mengedepankan ego dan tidak mau mengalah, maka yang terjadi keretakan rumah tangga yang berujung kata berpisah.

Wasana Kata

Kebahagiaan rumah tangga adalah saat semua anggota keluarga saling rukun, asah, asih dan asuh. Mertua adalah bagian dari keluarga mereka menjadi orang tua kita, jika cinta pada anaknya, maka harus menerima Bapak/ibu mertua.

Mengalah bukan berarti kalah dan menang pun bukan menjadi pemenang, saling menghormati dan menghargai adalah hal yang mutlak dibina supaya hubungan mertua dan menantu tetap harmonis.

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun