Hai inilah menjadi penyebab mereka terlena sehingga malas belajar. Terbukti dari semua siswa yang saya tanya sebagian besar mereka menjawab bermain game dan menonton YouTube dan TikTok.Â
Kedua, berkolaborasi dengan orang tua
Sebagai guru kita tidak bisa bergerak sendiri saat melihat fenomena ini, tentu berkolaborasi dengan orang tua menjadi keharusan. Guru hanya bisa mendampingi selama anak-anak di sekolah selebihnya adalah tanggung jawab orang tua.
Saat guru menyampaikan untuk tidak bermain ponsel pada jam-jam belajar, siapa yang bisa mengondisikan hal ini, tentu orang tua masing-masing. Sehingga perlu adanya komunikasi antara orang tua dan guru.
Guru, orang tua dan murid harus saling bersinergi, saling berkolaborasi untuk bersama-sama ngopeni dan memperhatikan belajar anak.
Bermain HP tetap dibolehkan, namun harus pada jam-jam tertentu, kapan anak harus belajar kapan anak diperbolehkan bermain game. Jika semua diserahkan kepada anak, maka yang terjadi sepanjang hari dan sepanjang malam anak akan kecanduan HP dan mengabaikan belajar.
Ketiga, memberikan pekerjaan rumah
Belum lama ini menjadi perbincangan di kalangan akademisi, tentang boleh tidaknya guru memberikan pekerjaan rumah (PR) bagi siswanya. Disambut dengan beragam pendapat ada yang membolehkan, ada juga yang berpendapat tidak perlu. Tentu semua mempunyai alasan.
Namun menurut saya dalam rangka memberikan motivasi dan semangat anak maka memberikan PR menjadi keniscayaan, karena yang terjadi di lapangan jika tidak diberi PR anak-anak tidak mau belajar.
Sehingga saya pun rajin memberikan PR, saat saya tidak memberikan tugas, anak akan menanyakan, " Bu, hari ini kok tidak diberi PR?" bahkan mereka meminta diberikan tugas.
Keempat, mencontohkan orang-orang sukses karena tekun belajar