Hari Minggu tiba, seperti biasa saat anak-anak berkumpul, kami membuat jajanan atau cemilan untuk mengisi waktu luang. Anak sulung memang telaten browsing resep aneka olahan yang berseliweran di YouTube. Setelah beberapa saat tertarik pada resep yang mudah dan gampang membuatnya, yaitu takoyaki.Â
Menurut laman yang dibacanya takoyaki adalah makanan khas jepang, pertama kali dibuat oleh Tomekichi Endo tahun 1935. Bentuknya bulat diisi dengan daging gurita dan telur.
Setelah menjatuhkan pilihan, adiknya membantu menyiapkan bahan-bahan yang bisa diolah. Akhirnya keduanya siap membuat olahan dan mengekskusi menjadi panganan yang siap disantap.
Sedangkan anak bungsu, Zima merasa paling bontot dia bergabung saja saat olahan takoyaki sudah matang. "Mbak, aku yang mencicipi ya, enak rasanya," ujarnya sambil mengambil dan memakannya.
Hal itu dilakukan terus hingga habis adonan habis pula jajanan itu. "Mbak rasanya enak, aku suka," ujarnya sambil terus makan.
Kakaknya geram karena setiap yang sudah matang diangkat langsung habis dimakan. Mengetahui asyiknya mereka bercengkerama kakak pertama bilang, "Bagaimana kalau besuk kakak buat lagi, biar adik jual di sekolah," katanya sambil mencicipi olahan yang terbuat dari terigu dan telur itu.
"Setuju mbak, besuk saya bikin lagi biar adik bawa jajanan ini ke sekolah," kata kakak kedua
"Eit... tunggu dulu, adik malu gak bawa jajanan ke sekolah?" tanyaku sambil guyonan
"Ya ndaklah ma, masak bawa jajan kok malu."
"Bener nih gak malu?" ledekku kepada Zima anak bungsu yang masih kelas dua SD. Sejak saat itu setiap berangkat ke sekolah selalu membawa jajanan.
Setiap pagi kakaknya telah menyiapkan sedemikian rupa, agar tidak bosan maka jajanan dibuat bervariatif, terkadang sempol, roti goreng, sostel atau sosis telur dan lain-lain.
Berikut beberapa sikap yang dapat ditanamkan pada anak sejak dini.
Pertama, mengesampingkan rasa malu saat melatih mental
Sikap tidak malu saat berjualan adalah hal yang luar biasa yang pantas di apresiasi.Â
Zima yang masih duduk kelas dua Sekolah Dasar namun sudah punya greget berjualan.Â
Dia sendiri belum tahu apa motivasinya, yang saya tahu saat pulang ke rumah dan menghitung uang hasil jualannya, dia terlihat senang dan bangga, hari ini dia berhasil mengumpulkan uang dari hasil jualannya.
Walaupun sebenarnya jualannya juga tidak banyak. Misalnya hanya bawa 20 bungkus takoyaki dengan harga hanya seribu rupiah perbungkus. Besuknya lagi bawa 30 bungkus dan seterusnya.
Berjualan adalah inisiatif Zima dan kakaknya, saya hanya mengizinkan saja memberi kelonggaran untuk mengeksplor kreativitasnya, sembari menyarankan membuat jajanan di sekolah harus kreatif dan tidak membosankan.
Kedua, melatih tanggung jawab
Saat membawa dagangan yang tidak seberapa banyak, namun Zima telah mulai berlatih bertanggung jawab. Pernah juga uang yang diterima tidak sesuai dengan jumlah dagangan yang laku. Dia sudah bisa berpikir bahwa uangnya kurang.
"Mbak, uangnya mestinya sejumlah ini, tapi kok hanya dapat ini ya?" tanyanya pada kakaknya
"Lo, hayo ke mana? Buat jajan ya?" ledek kakaknya
"Enggak, sumpah Mbak," jawabnya kesel
"Gak pa, mungkin ada teman yang belum kasih uang ketika ambil, besuk kalau ada anak yang beli pastikan dulu uangnya diterima ya."
"Ok, Ma," jawabnya penuh semangat.
Ketiga, melatih mandiri
Anak bungsu biasanya ada sifat manja, merasa paling kecil dan ingin menang sendiri. Namun itu tidak berlaku pada Zima, mungkin karena setiap hari bergaul dengan kakaknya yang sudah dewasa. Jarak usia dengan kakak-kakaknya sekitar 1,5 tahun.
Menurut wali kelasnya Zima lebih dewasa dari teman-teman seusianya. Lebih mandiri dan tidak cengeng, sehingga jika ada temannya yang bertengkar Zimalah yang terkadang menengarainya.
Ketika menginginkan mainan yang dilihatnya di YouTube pasti dia akan mengatakan, "Mama, uangku cukupkah untuk beli mainan ini?" sambil menunjukkan mainan di ponselnya padaku.
"Jika tidak cukup, Mama siap nambahi kok," jawabku hingga membuatnya lega.
Keempat, melatih menghadapi kegagalanÂ
Setiap manusia pasti akan menghadapi dua kemungkinan, senang dan sedih, kesempitan dan kelonggaran, mengalami sukses dan gagal. Demikian juga seorang pedagang, ada kalanya beruntung dan mendapatkan laba. Kadang juga yang mengalami kerugian atau dagangan tidak laku.
Hal ini menjadi hukum alam yang sudah biasa terjadi. Demikian juga pada Zima, pernah juga panganan yang dibawa tidak habis itu artinya Zima mengalami kegagalan.
Nah, kondisi seperti itu pernah juga terjadi. Saya menyampaikan jika tidak habis jajannya tidak apa-apa. Tidak usah sedih, mungkin teman-temanmu ingin aneka cemilan yang lain, jadi kakak perlu kreatif lagi.
Hal ini perlu saya tanamkan bahwa dalam menghadapi hidup memang harus siap menghadapi kesenangan juga kegagalan.
Bapak dan Ibu, banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menanamkan sikap mandiri dan bertanggung jawab pada anak, selama anak tidak terbebani dan tetap merasa happy kita akan mendorong dan memberikan motivasi untuk masa depannya.
Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H