Kondisi itu diperparah dengan adanya pandemi dua tahun lalu, saat mereka naik kelas tiga dan empat. Adanya larangan pembelajaran tatap muka menambah kondisi belajarnya kurang maksimal.
Hal ini cukup kami pahami bahwa rapor merah bagi sekolah bukanlah semata-mata kesalahan guru kelas 5, namun harus menjadi evaluasi bersama. Kemampuan literasi peserta didik harus dimulai sejak kelas satu. Calistung atau Membaca, Menulis dan Berhitung.
Untuk itu Asasemen Nasioanal Berbasis Komputer atau disingkat ANBK menjadi satu kesatuan persiapan yang saling berkaitan. Hasil literasi dan numerasi di kelas 5, juga bergantung dari kompetensi capaian di kelas sebelumnya.
Tidak serta merta hasil dan nilai yang diperoleh saat siswa kelas 5 menjadi capaian akhir sebuah pembelajaran ANBK, namun saling berkaitan dengan kemampuan sebelumnya. Jika boleh diistilahkan seperti sebuah rantai pembelajaran. Adanya keterkaitan dengan hasil yang dicapai sebelumnya.
Untuk itu kurang bijak jika tiba-tiba guru kelas 5 disalahkan ketika hasil rapor sekolahannya merah. "Saya sekarang memegang kelas 4 Bu," ujar Pak Bahri kepada saya.
"Lo, memangnya kenapa Pak," tanyaku selanjutnya
"Karena hasil rapor sekolah merah, sedang saya adalah guru kelas 5," keluhnya
"Ya, sudah Pak, malah nyaman, mengurangi tanggung jawab," balasku kemudian.
Ilustrasi di atas menggambarkan betapa guru kelas 5 saat ini mengendalikan rapor sekolah. Karena hasil nilai ANBK peserta didik dalam satuan pendidikan berdasarkan hasil yang diperoleh siswa kelas 5.
Namun kurang bijaksana jika hasil yang tidak baik atau rapor merah sekolah mengkambinghitamkan guru kelas 5 sebagai wali kelasnya. Sekali lagi nilai ANBK merupakan sebuah rantai pembelajaran dari hasil-hasil sebelumnya.
Bapak dan Ibu, saling mengevaluasi dan bekerja sama antar warga sekolah, baik guru, murid, dan orangtua menjadi solusi yang tepat untuk memperbaiki pelaksanaan ANBK, yang Insyaalloh akan diselenggarakan bulan Oktober 2022 mendatang.