Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Anak-anak Malas Belajar? Berikut 4 Hal yang Mempengaruhinya

11 Juni 2022   08:20 Diperbarui: 12 Juni 2022   11:21 1865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak malas belajar (Sumber: shutterstock via nakita.grid.id)

Pertanyaan di atas menjadi topik pembicaraan kami dengan rekan-rekan guru di kantor. Bukan hanya di kantor, jika ada kegiatan Kelompok Kerja Guru atau KKG terselip di dalamnya obrolan tentang mengapa anak- anak malas belajar.

"Iya Bu, saya juga merasakan demikian, anak-anak sekarang tak ada motivasi belajar, lain dengan kita zaman dulu ya, kalau ada ujian direwangi melek bengi, tidur hanya beberapa jam saja," ungkap Bu Karin, teman sejawat saya.

"Iya, saya juga heran, masa tahu kalau nilainya jelek, malah senyum-senyum aja, gak ada rasa menyesal sama sekali," sambung Bu Tika menimpali obrolan.

"Bener Bu, kemarin waktu saya suruh belajar yang rajin jawabnya malah ngeselin, 'Nilainya jelek gak apa-apa Bu, saya terima aja kok.'" Jawaban spontan itu membuat Bu Wina jengkel.

Lain lagi pengalaman saya, ketika mengadakan senam bersama di hari jumat kemarin. 

ilustrasi gambar anak yang sedang malas belajar. Gambar: popomama.com
ilustrasi gambar anak yang sedang malas belajar. Gambar: popomama.com

Saya dengan semangat mengikuti di antara barisan siswa dengan tujuan agar anak-anak juga semangat mengikuti. Kebetulan barisan samping saya siswa kelas 6, saya pun mengatakan, "Ayo, kalau senam sungguh-sungguh Nak karena nanti olahraga ada ujian prakteknya."

Kepala sekolah yang ada di belakang menyahut, "Jika tidak sungguh-sungguh nanti nilainya endok."

Arman menjawabnya dengan enteng, "Gak apa-apa Bu nilai endok (telur), nanti sampai rumah didadar."

"MasyaAllah mengapa anak-anak ini gak ada minat ingin bisa ya, dengan enteng mulutnya mengatakan tidak apa-apa, apa sebenarnya yang terjadi pada anak-anak sekarang ini," gumamku dalam hati.

Ilustrasi di atas menjadi pembicaraan hangat saat istirahat di kantor. Kami para guru merasakan hal yang sama bahwa semangat anak dalam belajar sangat minim, cuek dan masa bodoh dengan keadaannya.

Akhirnya pembicaraan kami mengerucut, hingga bel masuk berbunyi. Ada beberapa hal yang menjadi catatan saya sebagai jawaban dari pertanyaan di atas. 4 hal berikut ini yang mempengaruhi anak malas belajar.

ilustrasi gambar : sehatq.com
ilustrasi gambar : sehatq.com

Pertama, terlalu asyik bermain dengan gadget

Adanya pandemi Covid-19 selama dua tahun ini mengubah cara belajar siswa dari luring menjadi daring. 

Pembelajaran daring difasilitasi dengan gadget. Otomatis anak menjadi akrab dengan ponselnya. Setiap saat, setiap detik anak tidak lepas dari ponselnya masing-masing.

Saya mengetahui hal ini dari keluhan orangtua, bahwa sejak pembelajaran daring di rumah anak-anak malas belajar, malas membaca buku. 

Beberapa orangtua bahkan ada yang datang ke sekolah meminta supaya sekolah masuk saja. Namun, terkait aturan jika daerah dalam kondisi zona merah terpaksa pembelajaran harus dilakukan dengan daring, sampai berlalunya pendemi Covid-19.

Asyiknya anak-anak bermain gadget berlangsung hingga sekarang, ketika pembelajaran telah kembali normal anak-anak di rumah pun tetap melakukan kebiasaan lamanya. Yaitu main game bahkan sudah ada yang membuka fitur-fitur yang seharusnya tidak boleh ditonton oleh anak-anak usia SD.

Sengaja saya masuk ruang kelas 6 yang saya anggap rawan dengan tontonan asusila. 

Saya menanyakan, "Anak-anak Bu guru ingin tanya pada kalian, tolong jawab dengan jujur. Adakah di antara kalian yang sudah menonton video porno?, Tolong kalian jujur dan mengacungkan tangan, Bu guru tidak akan marah."

Di antara 13 siswa, 4 anak laki-laki yang mengacungkan tangan.

Saya menghela napas panjang dan mengatakan bahwa apa yang kalian tonton adalah hal yang tidak boleh dilakukan. Bahkan kalian menonton saja sudah dosa. Akhirnya saya menasihati banyak tentang hal tersebut. 

Kedua, kurangnya perhatian orangtua

Menasihati anak harus selalu dilakukan bahkan harus juweh, artinya sering mengingatkan dan diulang-ulang. 

Selain itu menjadi kewajiban orangtua juga guru untuk selalu mengarahkan, mendampingi, dan menemani mereka saat belajar.

Hal ini bisa kita lakukan sepanjang masih di lingkungan sekolah. Namun, jika sudah di luar sekolah tentu sudah menjadi tanggung jawab orangtua. Pertanyaannya, apakah orangtua juga memberikan perhatian yang sama layaknya di sekolah.

Banyak anak-anak jika ada pekerjaan rumah tidak dikerjakan. Ketika di tanya dengan enteng menjawab, "Lupa, Bu",  itu menandakan bahwa semalam anak ini tidak belajar, mengapa tidak belajar karena bermain HP, sehingga melupakan tugas dari sekolah. Ini menunjukkan bahwa ada pembiaran dari orangtuanya.

Latar belakang pendidikan orang tua juga mempengaruhi terhadap cara mendidik anak, apalagi di daerah pedesaan. Seperti yang ada di kelas saya, rata-rata orang tuanya lulusan SD, dari 14 siswa hanya 1 orang lulusan SMA. Selebihnya lulusan SD dan SMP. sebagian besar mereka masa bodoh dengan belajar anak.

Ketiga, Lingkungan yang tidak mendukung

Ada banyak faktor yang menyebabkan anak malas belajar, selain kedua faktor di atas lingkungan anak juga sangat mempengaruhi. 

Misalnya di lingkungan tempat tinggal saya, sudah banyak warung-warung kopi penyedia WIFI. Cukup dengan membayar dua ribu rupiah saja , nak-anak itu sudah bisa menikmati WIFI sepuasnya.

Buka dari pagi hingga malam hari. Sebagian orang tua kurang perhatian terhadap anak, bahkan luput dari pengawasan mereka. 

Banyak anak-anak yang minta izin kepada orang tua untuk belajar kelompok, atau berangkat ngaji di TPA, namun ternyata nongkrong di warung-warung penyedia jasa WIFI.

Dari kebiasaan-kebiasaan itu menjadikan anak lebih tertarik bermain Hp dari pada belajar dan membaca buku. Apalagi jika orangtua tidak peduli terhadap belajar anak.

Keempat, anak terlalu dimanja

Besarnya kasih sayang orangtua terkadang menjadikan anak tidak berkembang. Banyak orangtua karena sayang ahirnya membiarkan anak semaunya sendiri. Seperti waktunya anak belajar namun karena sedang asyik nonton TV maka orangtua membiarkannya.

Sengaja membiarkan anak nonton TV atau main game dengan alasan kasih sayang, tentu tidak dibenarkan. Bagaimanapun juga semua ada batas waktunya. 

Kita tetap memberikan kesempatan anak untuk bermain dan berinteraksi dengan teman sepermainannya. Namun, semua harus ada aturan main. Misalnya yang sering saya terapkan, "Nak boleh main HP, syaratnya ngaji dulu, setelah itu belajar jika sudah selesai, boleh main HP 30 menit."

Bapak dan ibu, hendaklah kita tidak bosan untuk menasihati dan mendampingi anak untuk belajar. Memotivasi tiada henti adalah kewajiban kita sebagai orangtua juga guru, di pundak merekalah masa depan bangsa ini. Kita siapkan mereka agar dapat meraih masa depan yang gemilang.

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun