Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budaya Jawa "Tedhak Siten" Penuh Filosofi yang Sudah Jarang Dilakukan

7 Mei 2022   19:59 Diperbarui: 10 Mei 2022   10:19 4974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tahapan berikutnya, anak masuk dalam kurungan. Ilustrasi gambar dari : suara Jogja

Adat dan budaya Jawa banyak ragamnya. Semua mengandung filosofi dan pelajaran bagi yang mau memahaminya. Salah satunya budaya "Tedhak Siten". Tedhak Siten atau Mitoni adalah selamatan bagi bayi yang berumur tujuh bulan menginjak delapan bulan. Tentu tidak semua orang Jawa melakukan budaya semacam ini.

Semua tergantung individu masing-masing. Hanya saja jika masih ada orang sepuh atau simbah di keluarga biasanya masih menggunakan adat Jawa yang satu ini, termasuk saya dan keluarga. Budaya Jawa yang sudah jarang dilakukan ini adalah tradisi turun temurun yang sifatnya mubah dilakukan. Artinya boleh dilakukan dan juga boleh ditinggalkan.

Seperti yang kami lakukan lebaran tahun ini. Kesempatan mudik di kampung menjadi kesempatan emas untuk saling melepas kangen. Momen langka yang tidak setiap tahun dilakukan ini, terlebih adanya covid dua tahun ini menjadikan kami keluarga besar menunda mudik demi menjaga kesehatan masing-masing.

Adik saya yang kebetulan mudik dari Jambi menggunakan momen ini untuk melakukan selamatan sekaligus tasyakuran "Tedhak Sinten"anaknya.

Salah satu tahapan upacara tedhak siten, menginjak jadah dengan tujuh warna. Gambar: www.adira.co.id.
Salah satu tahapan upacara tedhak siten, menginjak jadah dengan tujuh warna. Gambar: www.adira.co.id.

Apa itu tradisi Tedak Siten 

Tedak Siten atau biasa kami menyebutnya dengan Mitoni biasanya dilakukan ketika anak masih berumur tujuh bulan dari kelahirannya. Biasanya anak sudah mulai merangkak atau brangkang (Jw)

Dikutip dari situs UNY, dari laman HaiBunda tedhak siten ini dilakukan terhadap anak yang baru pertama kali belajar berjalan atau pertama kali menginjak tanah. Tedhak siten berasal dari dua kata, yakni 'tedhak' yang artinya menapakkan kaki dan siten dari kata siti yang artinya bumi atau tanah.

Upacara tedhak siten biasanya dilakukan saat bayi berusia tujuh bulan dan baru mulai belajar duduk dan berjalan. Tujuannya agar anak menjadi mandiri di masa depannya.

Selain itu dilaksanakannya prosesi Tedhak Siten adalah untuk mempersiapkan anak agar mampu melewati setiap fase kehidupan. Di mulai dengan tuntunan dari kedua orangtuanya hingga ia mulai berdiri sendiri dan memiliki kehidupan mandiri (Sahabat local).

Upacara dan piranti tedhak Siten yang perlu disiapkan antara lain:

Tahapan berikutnya, anak masuk dalam kurungan. Ilustrasi gambar dari : suara Jogja
Tahapan berikutnya, anak masuk dalam kurungan. Ilustrasi gambar dari : suara Jogja

Satu, air dan bunga setaman.

Mula-mula anak dimandikan dengan air dalam bak mandi yang sudah dicampur dengan aneka bunga. Kembang warna warni yang harum ini mengandung makna agar kelak dalam hidupnya bisa membawa nama harum keluarganya, menjunjung tinggi derajat orangtua.

Dua, ketan atau jadah tujuh warna

Ketan atau jadah dibuat warna-warni, misalnya merah, hijau, kuning, putih dan lain-lain yang penting berbeda warna.

Setelah dipakaikan baju dengan rapi selanjutnya anak diinjakkan ke ketan tujuh warna. Ini melambangkan bahwa kelak semakin tumbuh dewasa anak akan mengalami beberapa tahap kehidupan.

Di setiap tahapan anak akan mengalami berbagai macam cobaan dan rintangan. Diharapkan anak bisa melewatinya dengan tegar penuh optimis menatap masa depannya.

Tiga, kurungan ayam.

Setelah itu anak dimasukkan dalam kurungan ayam yang di dalamnya diletakkan buku, alat tulis, mainan anak, alat musik, peralatan dokter, makanan dan lain-lain. Diharapkan anak akan mengambil benda-benda yang ada di hadapannya.

Dengan naluri anak yang masih berumur tujuh bulan, benda yang diambil menggambarkan potensi anak kelak dewasa nanti.

Empat, tangga

Saat keponakan mandi kembang. Dokumentasi Pribadi
Saat keponakan mandi kembang. Dokumentasi Pribadi

Selanjutnya anak akan dituntun menaiki tangga yang dibuat dari tebu. Tebu berasal dari kata antebing kalbu atau kemantapan hati.

Hal ini dimaksudkan bahwa dalam menapaki perjalanan hidup anak harus dengan kesungguhan hati. mempunyai tanggung jawab baik secara moral dan materi dalam keluarga dan masyarakat.

Lima, beras kuning dan uang logam

Selanjutnya anak dilatih untuk menginjakkan kaki ke tanah, sambil menyebarkan uang logam dan beras kuning oleh kakek atau neneknya. Ini mengandung makna diharapkan kelak dewasa anak diberkahi rezeki yang melimpah dan mempunyai sifat pemurah, welas asih, dan berbagi sesama.

Enam, selendang dan kitab suci Al Quran

Tahapan terakhir anak digendong sambil membawa Al Quran, kemudian berjalan memutar sambil dibacakan sholawat nabi oleh tamu undangan yang hadir (srakalan). Hal ini dimaksudkan bahwa kelak dalam mengarungi bahtera hidup anak akan tetap memegang teguh sendi-sendi agama dengan berdasarkan kitab suci alqur'an.

Dari semua tahapan di atas mempunyai makna dan filosofi yang bisa menjadi pelajaran bagi kita sebagai orangtua. Doa dan harapan yang besar tentu kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kelak anak kita menjadi anak yang berbakti pada orangtua, agama, dan bangsa.

Tradisi turun tanah diatas sebenarnya sarat akan makna yang positif, di mana di dalam tahapannya terkandung nilai untuk selalu mengingat Sang Pencipta. Upacara ini pun menjadi sarana mengenalkan anak mengenai nilai-nilai luhur tradisi Jawa, di samping mendidiknya agar selalu mawas diri dan menjadi pribadi yang berakhlak mulia.

Bapak dan Ibu, sebagai orangtua tentu berharap yang terbaik untuk putra dan putri kita. Untuk itu penanaman ahlak sejak diri harus kita tanamkan agar anak tetap mempunyai anggah-ungguh dan tata karma sesuai dengan agama dan adat timur.

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun