Empat, tangga
Selanjutnya anak akan dituntun menaiki tangga yang dibuat dari tebu. Tebu berasal dari kata antebing kalbu atau kemantapan hati.
Hal ini dimaksudkan bahwa dalam menapaki perjalanan hidup anak harus dengan kesungguhan hati. mempunyai tanggung jawab baik secara moral dan materi dalam keluarga dan masyarakat.
Lima, beras kuning dan uang logam
Selanjutnya anak dilatih untuk menginjakkan kaki ke tanah, sambil menyebarkan uang logam dan beras kuning oleh kakek atau neneknya. Ini mengandung makna diharapkan kelak dewasa anak diberkahi rezeki yang melimpah dan mempunyai sifat pemurah, welas asih, dan berbagi sesama.
Enam, selendang dan kitab suci Al Quran
Tahapan terakhir anak digendong sambil membawa Al Quran, kemudian berjalan memutar sambil dibacakan sholawat nabi oleh tamu undangan yang hadir (srakalan). Hal ini dimaksudkan bahwa kelak dalam mengarungi bahtera hidup anak akan tetap memegang teguh sendi-sendi agama dengan berdasarkan kitab suci alqur'an.
Dari semua tahapan di atas mempunyai makna dan filosofi yang bisa menjadi pelajaran bagi kita sebagai orangtua. Doa dan harapan yang besar tentu kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kelak anak kita menjadi anak yang berbakti pada orangtua, agama, dan bangsa.
Tradisi turun tanah diatas sebenarnya sarat akan makna yang positif, di mana di dalam tahapannya terkandung nilai untuk selalu mengingat Sang Pencipta. Upacara ini pun menjadi sarana mengenalkan anak mengenai nilai-nilai luhur tradisi Jawa, di samping mendidiknya agar selalu mawas diri dan menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Bapak dan Ibu, sebagai orangtua tentu berharap yang terbaik untuk putra dan putri kita. Untuk itu penanaman ahlak sejak diri harus kita tanamkan agar anak tetap mempunyai anggah-ungguh dan tata karma sesuai dengan agama dan adat timur.