Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

4 Hal yang Perlu Diperhatikan Orangtua Saat akan Menyekolahkan Anak di Pesantren

14 Januari 2022   08:35 Diperbarui: 14 Januari 2022   23:46 2012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para santriwati Ponpes Annuriyah Jember wajib cuci tangan dan menggunakan masker sebelum masuk ke ruang kelas (BAGUS SUPRIADI/KOMPAS.COM)

Pendidikan anak menjadi prioritas bagi orangtua. Banyak lembaga pendidikan yang ada di negeri ini. 

Lembaga pendidikan negeri, swasta atau pondok pesantren menjadi pilihan yang tidak gampang bagi orangtua untuk menentukan yang tepat bagi anak.

Pembentukan karakter akan dipengaruhi oleh pendidikan anak pada masa kecilnya, latar belakang keluarga dan lingkungan sekitar.

Kewajiban orangtua mengantarkan anak meraih masa depannya. Gayung bersambut, pemerintah telah mewajibkan belajar sembilan tahun, itu artinya setiap anak wajib menempuh pendidikan hingga sekolah menengah maupun sederajat.

Berdasarkan Undang-Undang pendidikan Nasioanal No.2/1989 menyatakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, merupakan program pemerintah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, memerlukan kerja sama yang kooperatif antara pemerintah, masyarakat dan keluarga.

Diharapkan orangtua memberikan keleluasaan terhadap minat anak dalam menentukan di mana dia harus belajar. 

Menghadapi tahun ajaran baru tentu saja banyak rekomendasi sekolah yang akan dituju. Orangtua dan anak harus menyatukan visi agar dalam menggapai cita-cita diberi kemudahan.

Sekolah atau mondok di pesantren adalah pilihan, semua menjadi perspektif orangtua , cara pandang masyarakat pun beragam. 

Semua lembaga pendidikan selama masih dalam naungan pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan maupun Kementerian aAgama adalah baik.

Semua bertujuan yang sama, yaitu sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu memajukan kesejateraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Orangtua tidak boleh memaksakan kehendak dalam menentukan pilihan di mana anak akan sekolah, namun bukan berarti kita membiarkan keinginan anak, orangtua tetap harus mengarahkan di mana sebaiknya dia belajar.

Suasana di pesantren. Sumber IDN.Times
Suasana di pesantren. Sumber IDN.Times

Jangan sampai anak dipaksa untuk sekolah di lembaga tertentu, jika anak tidak minat maka akan berakibat fatal bahkan drop out dari sekolah, dia merasa terbebani dan tertekan di lingkungan tempat dia belajar

Kita harus tetap mengawal dan mendampingi dimana putra-putri kita dalam menetukan lembaga pendidikan yang dipilihnya, utamanya jika anak akan masuk ke pesantren.

Beberapa kali saya menjumpai obrolan ibu-ibu wali murid yang menanyakan tentang sikap saya, "Bu, kok tega putranya di pesantren? Apa gak kangen?"

"Ya kangen Bu, wong namanya juga anak," sahutku sambil tersenyum.

"Lalu bagaimana mencuci bajunya?"

"Ya mencuci sendiri, dia sudah pinter kok, namun jika ingin laundry, juga disediakan oleh pondok," jawabku.

Dari obrolan itu menggambarkan bagaimana seorang ibu memiliki kehawatiran melepaskan anaknya masuk ke pesantren.

Hal itu wajar dirasakan ibu-ibu, kehawatirannya cukup beralasan. Bagaimana makannya, mencuci baju, dan bagaimana mengatur keuangannya. Semua bisa diatasi jika kita melatihnya terlebih dahulu.

Menitipkan anak di pesantren adalah sebuah pilihan, namun demikian sebaiknya anak dibekali dengan kebiasaan-kebisaan harian. 

Berikut cara membekali anak jika masuk ke pesantren:

Pertama, melatih mandiri dalam aktivitas harian 

Jika telah membulatkan tekat menitipkan anak ke pesantren, terlebih dahulu kita tanamkan sikap mandiri dalam aktivitas hariannya.

Sebaiknya mulai kelas 6 sekolah dasar sudah dilatih bagaimana hidup mandiri, bagaimana mencuci baju sendiri, makan mengurus sendiri, dan memenuhi kebutuhannya sendiri.

Mungkin dimulai dari hal-hal kecil, misalnya mencuci pakaian dalam dan juga kerudung (bagi perempuan). Jika hal ini telah menjadi kebiasaan, maka orangtua akan tega meninggalkan anak di pesantren.

Suasana Ngaji di pesanten | Sumber Liputan6.com
Suasana Ngaji di pesanten | Sumber Liputan6.com

Jika telah dimulai dengan hal-hal kecil, maka mencuci baju sendiri akan dapat dilakukannya. 

Seperti yang saya terapkan pada anak-anak, mulai kelas 6 SD sudah saya latih untuk mencuci celana dalam dan kaos kaki dan juga kerudung.

Karena perempuan maka saya sampaikan, "Jadi anak perempuan harus bisa mencuci pakaian sendiri, utamanya pakaian dalam". 

Suatu saat ketika sudah baligh akan mendapatkan menstruasi, dia sudah siap secara mental untuk mencuci pakaian kotornya.

Kedua, melatih mengelola keuangan

Selama di rumah anak terbiasa minta sangu dan segala kebutuhannya. Mereka tinggal menerima dan menggunakan sesukanya. 

Jika anak berniat mondok, maka bekali mereka dengan memanajemen keuangan, misalnya memberikan uang saku selama satu minggu.

Beri tanggung jawab bagaimana mengelola keuangan sehingga cukup untuk keperluan satu minggu. Hal ini perlu kita latih sejak awal supaya terbiasa mengelola keuangan untuk memenuhi kebutuhannya selama di pesantren.

Biasanya orangtua akan mentransfer atau menyambangi anak di pesantren satu bulan sekali. Nah, kesempatan itu biasanya akan digunakan untuk memberikan sejumlah uang.

Seperti yang pernah saya lakukan, setiap satu bulan saya memberikan jatah bulanan untuk akomodasi dan uang jajan. Maka dia harus bisa mengkondisikan keuangan hingga satu bulan berikutnya.

Namun, tidak menutup kemungkinan akan ada uang tambahan yang diperlukan maka kita bisa menambahkannya jika sewaktu-waktu diperlukan.

Ketiga, orangtua harus ikhlas melepaskan

Menjadi tanggung jawab orangtua untuk mendidik dan membesarkan anak. Bagaimanapun juga, karakter anak sangat didominasi oleh tabiatnya. 

Kebiasaan baik yang ditanamkan sejak kecil akan berbuah baik, sebaliknya anak akan bercermin terhadap perilaku orangtuanya.

Menitipkan anak di pesantren adalah pilihan, biasanya perasaan seorang ibu akan merasa kehilangan, tidak tega, bahkan jika ingat anak akan menangis. 

Ini yang beberapa kali saya dengar ketika saya sering ngobrol dengan wali santri yang satu pesantren dengan anak saya.

Saya sedikit menyarankan, "Bu, jangan kelola perasaan itu, ikhlaskan, biarkan anak mencari ilmu dengan hati, jangan halangi dengan perasaan hawatir, itu hanya akan menjadikan anak cengeng."

"Saya berusaha ikhlas dan tego ninggal anak, agar anak merasa nyaman berada di pesantren," ujarnya.

Berakit-rakit ke hulu, bersenang senang kemudian, tirakat dulu, Insyaalloah akan menemukan kabegjan (keberuntungan).

Keempat, mendoakan anak istiqomah dalam belajar

Di manapun anak belajar, orangtua tetap harus mendoakan agar istiqomah dalam belajar. Terlebih ketika anak berada dalam pesantren, tentunya banyak godaan yang dihadapi anak.

Beradaptasi dalam lingkungan pesantren tidak mudah, banyak aturan yang membatasi para santri. 

Hal ini  dilakukan untuk menanamkan kedisiplinanan dan ketertiban. Contoh jika di kamar mandi harus antri dulu, tidak boleh main serobot.

Banyak para siswa yang merasa tidak kerasan di pesantren karena sulit beradaptasi, misalnya dalam hal makan. 

Tidak seperti di rumah, semau gue, makan disiapkan sesuai selera. Namun jika di pesantren, makan apa adanya. Apa yang disiapkan itu yang dimakan.

Jangan sering menyambangi anak, bisa jadi sering di sambangi anak akan bersikap manja, dan tidak kerasan tinggal di pesantren.

Biasanya setiap pesantren ada aturan untuk besuk santri. Nah, di situlah kita sebagai orangtua harus mematuhi sekaligus mendoakan yang terbaik untuk putra-putri kita.

Dalam sebuah hadis di terangkan dari Abu Hurairah dia berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa berjalan di atas jalan unuk mencari suatu ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga."( H.R Tirmidzi).

Bapak dan ibu, mari dampingi putra-putri kita dalam menentukan lembaga pendidikan yang diminati, memberikan dorongan dan mendoakan dalam menuntut ilmu. 

Semoga barokah dan bermanfaat bagi dirinya, agama dan bangsanya. 

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun