Disana tak kudapati Abah, ternyata sudah masuk di ruang rontgsen bersama dua temanku Mbak Lilik dan Mas Mudi. untuk mengetahui apa ada tulang dada atau tangan yang patah akibat kecelakan ini.
Setelah itu masuk ke ruang CT-scanner, aku berusaha masuk menemani, namun petugas tidak mengizinkanku. Ahirnya aku keluar menunggu di depan pintu.
Setelah selesai, pintu terbuka aku segera masuk dan membantu untuk mengangkat tubuh Abah dari tempat CT-scanner ke ranjang pasien kemudian kami dorong menuju ke UGD lagi. Abah terlihat tidur pulas, mungkin ruangan AC membuatnya nyaman untuk menghantarkan tidurnya. Aku duduk di sebelahnya, kupandangi suamiku yang tertidur pulas.
Beberapa saat kemudian terpikir olehku, kenapa Abah tertidur pulas, lama-kelamaan semakin terdengar suara mendengkur. Aku mulai curiga, aku berusaha memanggilnya, menggerakkan tubuhnya, namun diam saja.
Dalam situasi yang panik aku berusaha merespon dengan mengajaknya bicara:
 "Lo, Abah, mengapa aku harus menunggui orang mendengkur di sini?"
"Abah...bangun... jenengan dicari Elha!"
"Abah...mana tasbih Abah!"
"Ayoo... gerakkan jari Abah!"
"Abah...Abah dicari Bela... Abah dicari Nata!"
Aku merusaha menyebut nama anak-anakku agar ada respons namun tetap saja tubuh Abah terbujur kaku di hadapanku.