Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Metode Pendekatan Religius, Solusi bagi Anak yang Berkata Kasar

21 September 2021   03:40 Diperbarui: 22 September 2021   13:06 1372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum tujuan belajar adalah terjadinya perubahan pada diri seseorang menjadi lebih baik. Artinya dengan melakukan kegiatan belajar, maka perilaku seseorang akan mengalami perubahan dari yang kurang baik menjadi lebih baik.

Dalam kegiatan sehari-hari banyak kita jumpai peserta didik yang perlu mendapat perhatian dari kita sebagai guru. 

Guru berharap, siswa mampu menerima materi pelajaran dengan baik. Namun ada yang lebih penting dari sekadar memberikan pemahaman materi pada siswa.

Perubahan sikap dan norma yang lebih baik menjadi perhatihan saya. Banyak hal yang tidak lagi menjadi tren bahkan terkesan dilupakan. Contohnya, sikap murid yang kurang sopan terhadap guru, berkata kasar pada teman sejawat, bahkan saling ejek antara teman dan lain sebagainya.

Pada suatu hari, saat pembelajaran berlangsung, tiba-tiba saya dikejutkan dengan suara anak yang berkata kasar pada temannya. Kata-kata itu sangat tabu diucapkan karena konotasi dari kalimat itu berarti buruk dan tidak sopan.

Pembelajaran tidak saya lanjutkan, dan mencari sumber suara, "Siapa tadi yang mengatakan itu?" Kelas menjadi hening, semua siswa terdiam, tak ada yang berani mengaku, saya ulangi pertanyaan lebih pelan dan santai,

"Anak-anak, bu guru ingin tahu, siapa tadi yang mengatakan ...." saya tidak melanjutkan, tak mungkin aku menirukan kalimat itu karena tidak pantas untuk diucapkan. 

Setelah beberapa saat saya menunggu, tiba-tiba ada anak yang menyuarakan, "Barja, bu."

Saya pun mendekati Barja dan menegurnya, "Nak, apa yang kamu ucapkan itu tidak sopan, sebelumnya kamu juga pernah mengatakan demikian, itu artinya kamu sering mengatakan kalimat yang tidak baik secara spontan."

"Maaf, bu, saya tidak sengaja," jawab Barja berkilah.

"Kamu terbiasa makanya spontan kamu misuh(jw) berkata kasar."

"Ya, bu, kalau saya tiba-tiba terpeleset atau sedang diganggu teman," jawabnya berterus terang.

Identifikasi masalah

Barja adalah siswa SD kelas V, orang tuanya broken home, keduanya bercerai ketika masih kecil. 

Dia tinggal dengan kakek dan neneknya, selama pandemi dia sering diajak kakeknya bekerja. Pekerjaan kakeknya adalah sopir truk pasir.

Menurut teman-temannya, bahkan Barja sudah bisa mengendarai truk pasir yang biasa dikendarai kakeknya. Selama ini teman kakeknya juga menjadi teman Barja.

Barja bercerita, suatu hari dia pernah kesal kepada kakeknya, saat dia kehausan dia meneguk air dalam kendi yang biasa disiapkan di atas meja. 

Ternyata isi kendi adalah minuman keras yang memabukkan, "Ketika saya minum, saya langsung misuh (berkata kasar), karena saya pusing bu."

"Kemudian apa yang kamu lakukan Barja?" Tanyaku penasaran

"Seketika itu air dalam kendi saya tumpahkan bu," jawabnya kesal mengenang peristiwa itu

Saya mendengarkan dengan seksama, sekaligus tersenyum geli. Bagaimana saya akan menyalahkan seorang bocah yang tiap hari menemui hal-hal yang seharusnya dia hindari sejak kecil.

Menyimak apa yang dialami Barja, maka saya akan menerapkan metode pendekatan relegius.

Pengertian pendekatan religius

Pendekatan religius terhadap anak yang berkata kasar | Sumber: Illustrasi diambil dari republika.co.id
Pendekatan religius terhadap anak yang berkata kasar | Sumber: Illustrasi diambil dari republika.co.id

Pendekatan religi adalah pendekatan yang memasukkan unsur-unsur religi dalam setiap mata pelajaran untuk menanamkan jiwa relegi ke dalam diri siswa.

Pendekatan religi sangat penting untuk diterapkan pada proses pembelajaran, guru diharapkan tidak hanya memperhatikan aspek kognitif semata. Namun, juga mengadopsi pendekatan relegi sehingga dapat menanamkan moral siswa menjadi lebih baik.

Ngainun Naim berpendapat bahwa kegagalan pendidikan disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif dari pertumbuhan nilai-nilai agama. mengabaikan pendidikan aspek afektif, dan pskomotorik. (Ngainun Naim, 2011:10). Sehingga terjadi krisis moral dan aklak (karakter) pendidikan siswa, untuk menangkal hal tersebut, salah satu upaya yang dianggap ampuh yaitu melalui jalur pendidikan terutama pendidikan Agama (Amos Neolaka, Grace AmeliaA. Neolaka, 2017:418).

Adapun langkah-langkah yang saya lakukan sebagai berikut:

Pertama, menyampaikan tujuan belajar
Salah satu tujuan belajar adalah terjadinya perubahan perilaku siswa dari yang tidak baik menjadi lebih baik.

Dari peristiwa yang terjadi, saya menyampaikan bahwa kebiasaan Barja mengucapkan kata-kata kotor, tidak baik. 

Untuk memberi pelajaran berharga pada Barja, saya menyuruh Barja untuk maju ke depan kelas dan mengucapkan istighfar 30 kali.

"Barja, karena kamu tadi mengatakan kata-kata yang tidak sopan sebagai gantinya, kamu harus melafalkan istighfar 30 kali."

Sama-sama mengucapkan kalimat, tetapi kalimat istighfar dapat menghapus dosa dan berujung pahala.

Kedua, menanamkan kebiasaan berdoa
Menyampaikan pada siswa pentingnya kebiasaan berdoa, baik sebelum maupun setelah melakukan pekerjaan. termasuk di dalamnya ketika kita akan belajar.

Doa adalah permintaan kita kepada Yang Maha Esa, jika pekerjaan kita awali dengan doa, maka Tuhan akan memberikan bimbingan dan keberkahan terhadap pekerjaan itu, jadi membiasakan berdoa akan terhindar dari berkata yang kotor. 

Ketiga, menuliskan kalimat doa di tempat yang sering digunakan
Hendaklah menulis doa pada potongan kertas, dan ditempel di beberapa tempat yang sering digunakan.

Contoh doa bercermin, maka sebaiknya ditempel di cermin. Doa mau makan, ditempel di dinding ruang makan, doa mau tidur ditempel di dinding kamar tidur dan seterusnya.

Dengan demikian akan menjadi kebiasaan yang baik dengan melafalkan doa, supaya terhindar dari ucapan kotor.

Keempat, bersikap sopan kepada orang tua
Kewajiban anak terhadap orang tua adalah menghormati, dan mematuhinya jika apa yang disampaikan adalah kebaikan. Namun jika ajakannya menjadikan keburukan maka kita harus berani menolaknya.

Sikap yang dilakukan Barja sudah benar, dia berani menolak untuk meminum air yang memabukkan bahkan menumpahkan dengan menggantikan air minum yang menyehatkan.

Seperti apa yang dialami Barja adalah gambaran real, potret anak-anak bangsa yang ada di sekitar kita.

Saya yakin masih banyak Barja-Barja lain yang mempunyai kebiasaan unik yang memerlukan perhatian kita.

Mari menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik untuk siswa-siswi kita. 

Jangan bosan untuk membimbingnya karena mereka asset dan jariyah kita. 

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun