Kesuksesan peserta didik dalam belajar tidak hanya dilihat dari hasil pemahaman akademiknya. Namun, dilihat juga dari perubahan perilakunya.Â
Tanggung Jawab sebagai guru memang tidak mudah, selain mengajar juga berkewajiban  mendidik, menanamkan karakter dan akhlak yang baik adalah bagian utama yang tidak boleh diabaikan.
Selain mentransfer ilmu juga bertanggung jawab terhadap perilaku peserta didik, dari kebiasaan buruk menjadi kebiasaan yang baik. Untuk mengubah perilaku peserta didik saya menerapkan metode pembelajaran behavioristik di sekolah tempat saya mengajar.
Pengertian metode pembelajaran behavioristik
Teori pembelajaran behavioristik merupakan salah satu teori pemebelajaran yang berkembang sejak abad ke-19. Eka Viandari dalam blognya menjelaskan bahwa, "Teori belajar behavioritis adalah teori belajar yang mengedepankan perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil proses pembelajaran. Terjadinya perubahan tingkah laku diakibatkan oleh adanya interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar ini berorientasi pada perilaku yang lebih baik."
Model pembelajaran behavioristik terdengar tampak kolot, tetapi masih banyak digunakan dalam implementasi dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini bisa kita temui dalam pembelajaran di sekolah taman kanak-kanak, sekolah dasar, bahkan sekolah menengah.
Walaupun menurut banyak informasi, teori ini kurang menekankan aktivitas secara kognitif pada anak. Dan mulai bergeser ke teori pembelajaran kognitivisme, saya tetap berusaha mengombinasikan pembelajaran perilaku dan akademis.
Penerapan teori pembelajaran behavioristik
Metode pembelajaran behavioristik sangat cocok saya terapkan di sekolah saya, karena sekolah dasar adalah awal mula perilaku baik dibentuk. Walaupun pada dasarnya adalah dari keluarga.
Sasaran utama saya adalah kebiasaan peserta didik yang kurang baik, salah satunya sering tidak masuk sekolah tanpa izin atau membolos. Dengan menentukan sasaran dan tujuan, saya lebih mudah untuk merancang program ke depannya.
Menurut KBBI, arti kata membolos adalah tidak masuk sekolah/bekerja. Bolos memiliki arti verba atau kata kerja, sehingga membolos dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman atau pengertian dinamis lainnya.
Sejak Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) dimulai, semangat para siswa dan guru untuk kembali belajar sangat tinggi, gairah berproses dalam pembelajaran seperti gemuruh ombak yang siap menerjang kokohnya batu karang di tepi pantai.
Sebagian besar murid, orangtua, dan guru menyambutnya dengan gembira, bertemu kembali dengan teman sekolah, adalah hal yang dirindukan. Keriangan para siswa baik di dalam maupun di luar kelas merupakan sesuatu yang ngangeni, semua rindu akan pembelajaran normal seperti dulu.
Namun, tidak demikian bagi siswa yang satu ini. Sebut saja namanya Andi, siswa kelas V sekolah dasar. Terlahir dari keluarga kurang mampu, sejak kecil dia ditinggal ayahnya. Hingga saat ini tidak tahu di mana keberadaan ayahnya. Ia tinggal bersama ibu dan dua saudaranya. Ibunya single parent adalah sosok yang kuat, baik dari segi fisik dan juga mentalnya.
Pagi itu saya menuju salah satu kelas yang berjejer di antara kelas-kelas yang lain. Suara hak sepatu menghentikan kegaduhan di dalam kelas. Seketika suara itu senyap, kemudian salah satu murid memimpin doa, menandakan pembelajaran kelas dimulai.
Netral saya menatap di salah satu bangku yang kosong, bangku itu milik Andi. Setiap pekan mesti ada hari yang ia tidak masuk. Setelah apersepsi dimulai, saya menanyakan keberadaan Andi, "Mengapa Andi tidak masuk?"
"Pasaran, Bu," jawab salah satu siswa.
"Lo, memangnya kalau pasaran kenapa?"Â
"Andi ikut ibunya parkir di pasar Bu," celetuk siswa yang duduk tepat di belakang meja Andi.Â
"Ibunya kerja apa?"Â
"Tukang parkir," jawab siswa hampir bersamaan.
Saya mulai berpikir untuk bergerak cepat, ingin menemui ibunya di pasar, ingin memastikan keberadaan Andi. Setelah siswa diberi tugas dan ada rekan guru yang siap menggantikan saya, saya pun pamit untuk pergi ke pasar.
Jarak antara pasar dan sekolah kurang lebih 1 km. Info dari beberapa rekan guru cukup mudah mencari ibunya Andi, karena berada di area parkir sebelah kanan pasar.Â
Area parkir yang cukup luas tidak mudah menemukan sosok yang belum pernah saya kenal. Sambil menyusuri parkiran saya menemukan Andi lagi asyik mengatur motor di area parkir.
Dari ilustrasi di atas, saya harus menyusun strategi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Berikut langkah-langkahnya:
Pertama, menciptakan suasana yang harmonis dengan siswa. Masing-masing peserta didik adalah unik, mereka mempunyai karakter dan latar belakang yang berbeda.Â
Sebagai guru kita berusaha menjalin komunikasi yang baik, diharapkan mereka bercerita apa yang sedang mereka hadapi, menjadi pendengar yang baik adalah solusi untuk mereka.
Seperti apa yang dialami Andi, adalah salah satu potret nyata liku-liku hidup seorang bocah keals V SD yang seharusnya masih bergelut di bangku sekolah, namun karena keadaan, menjadikan sekolah nomor dua.Â
Pentingnya pendidikan belum dipahami oleh siswa seperti Andi. Baginya bermain sambil bekerja di parkiran adalah hal yang menyenangkan, memberikan pengertian akan pentingnya wajib belajar sembilan tahun adalah sebuah keharusan.
Ketika saya tegur di area parkir dengan santai dan polos dia menyapa: "Ada apa Bu guru mencari saya?" pertanyaan tanpa dosa ketika meninggalkan kewajibannya untuk belajar.
"Ibu hanya ingin tahu saja, di kelas kok tidak ada, ternyata kamu berada di sini," ujar saya santai sambil menepi dan mengajaknya ngobrol.
"Nak, kalau kamu nanti berijazah SMA atau yang lebih tinggi lagi kamu bukan hanya menjadi tukang parkir, tetapi kamu akan mempunyai kendaraan yang akan kamu parkir di sini."
Kedua, membangun komunikasi yang baik dengan orangtua.Â
Peran orangtua dalam pembelajaran anak sangat menentukan masa depannya. Orangtualah kiblat pertama dalam keluarga, sosok orangtua menjadi panutan. Menjalin komunikasi dengan orangtua sangat dianjurkan dengan menyampaikan pentingnya pendidikan di usia sekolah.
Masa depan mereka lebih penting dari apa yang saat ini ia dapatkan, usia SD adalah usia emas untuk belajar, jangan sampai waktu belajarnya dikalahkan dengan kepentingan yang lain, termasuk membantu orang tua bekerja.
Setelah menemukan ibunya Andi di tempat parkir, saya mengajaknya ngobrol,
"Maaf, Bu, Andi boleh membantu ibu, namun sepulang sekolah saja, karena penerapan pembelajaran terbatas sampai jam 10.00 WIB," saran saya kepada Ibu paruh baya itu, "Kasihan Andi, mestinya saat ini dia belajar bersama teman-temannya."
Ketiga, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
Agar siswa tidak merasa terbebani dengan materi yang disampaikan guru, saya menggunakan permainan-permainan yang menantang, bermain puzzle pada materi tertentu menjadikan siswa termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Keempat, memberikan stimulus dan respon.
Untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa, sebaiknya guru menggunakan stimulus agar tercipta respon positif pada siswa. Perubahan sikap pada siswa yang suka bolos adalah respon penemuan diri pada siswa, kesadarannya akan pentingnya belajar menjadikan tolok ukur keberhasilan belajarnya.
Kelima, mengutamakan perubahan perilaku siswa.
Sejak kejadian di pasar itu sikap Andi mulai berubah, sekarang tambah rajin. Satu hal yang membedakan dari teman-temannya, bahwa Andi lebih dewasa dan cepat tanggap, jika diajak bicara sering menggunakan bahasa Jawa dengan sopan.
Di sinilah pentingnya memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa, mari berproses untuk mengantarkan putra-putri bangsa menggapai cita.Â
Salam hangat bapak/Ibu guru, semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI