Saya berbagi pengalaman dengan peserta didik, misalnya, mendengar cerita mereka tentang lingkungan keluarganya. Bagaimana dia belajar di masa pandemi, adakah pendampingan dari orang tua atau masa bodoh.
Dengan bersemangat mereka menceritakan aktivitas belajarnya. Ada yang ditemani ibunya, ada yang justru diajak bekerja ikut parkir di pasar. Ada yang masa bodoh, setelah subuh sudah ditinggal bekerja ibunya ke sawah, hingga tidak ada yang membangunkan tidurnya.
Semua celoteh anak bangsa ini adalah potret kondisi nyata sebagian peserta didik kita. Masih banyak lagi cerita-cerita lucu dan pilu yang mereka alami di luar sana. Jika hal itu yang terjadi di lapangan, pantaskah kita menyalahkan mereka yang belum bisa membaca? Jawaban yang bijak adalah solusi untuk mereka.
Kedua, belajar dua arah
Belajar dua arah maksudnya proses belajar mengajar dengan melibatkan mereka. Sejak dimulainya tatap muka terbatas, saya ingin mereka mendapat pengalaman baru dalam pembelajaran, salah satunya dapat membaca. Sebagai pendidik kita sampaikan manfaat dari membaca.
Dengan membaca dapat memahami materi, membaca juga menjadi pintar, menambah pengalaman dan wawasan. Pembelajaran partisipatif melibatkan semua peserta didik dalam proses pembelajaran.Â
Untuk itu secara bergantian siswa membaca dengan suara nyaring. Dari kegiatan itu, kita mengetahui siswa yang sudah bisa membaca dan yang belum bisa membaca.
Ketiga, belajar berkelompok
Belajar kelompok, saya mengondisikan siswa menjadi tiga kelompok, yang sudah lancar membaca, yang masih terbata-bata dalam membaca dan yang mengeja huruf perkata. Dari ketiga kelompok maka saya fokuskan pada kelompok ketiga yaitu yang masih mengeja huruf perkata.
Keempat, menerapkan kebiasaan
Saya menerapkan para siswa untuk membaca sebelum pembelajaran dimulai. Semua siswa membaca buku dan yang masih mengeja perhuruf maju di meja guru untuk kita drill. Saya berusaha untuk mendampingi mereka dengan telaten dan tidak pernah mengucapkan kata yang menjadikan mereka rendah diri.