Secara eksplisit juga disebutkan bahwa KPPA berbeda dengan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Namun, praktiknya didalam kondisi lapangan terdapat sengketa atau dispute antara WP dengan fiskus mengenai pelaksanaan pengenaan pajak PPh Pasal 15, karena adanya perbedaan presepsi mengenai karakteristik KPPA terlebih didalam pembuktian status Bentuk Usaha Tetap.
Banyak pandangan yang mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya KPPA harus memenuhi syarat sebagai status BUT terlebih dahulu dan setelahnya akan dikenakan pajak PPh Pasal 15, namun terdapat pendapat lain bahwa justru PPh Pasal 15 dikenakan atas Wajib Pajak yang bukan BUT.
Hal pertama yang akan dilakukan oleh para investor asing dalam membangun usahanya di Indonesia ialah menentukan badan hukum yang akan menjadi pilihan untuk berinvestasi.
Biasanya pemilihan tersebut terdiri dari membentuk kantor perwakilan atau mendirikan sebuah entitas badan hukum baru (Penanaman Modal Asing - PMA), namun sepertinya KPPA menjadi pilihan yang dirasakan efisien sebelum akhirnya mendirikan PMA. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh kantor perwakilan yang melakukan serangkaian kegiatan penelitian serta marketing and promotion melalui penjualan atau pembelian agen, dan hal ini belum bisa diakui pemberian pendapatan langsung dibawah nama KPPA.
Terkait izin KPPA ditetapkan selama tiga tahun dan dapat dilakukan perpanjangan sebanyak dua kali masing-masing satu tahun sehingga jangka waktu maksimalnya ialah lima tahun.
Bentuk Usaha Tetap
Subjek pajak yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri. Subjek Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN), dan Subjek Pajak LN baik berbentuk badan usaha atau orang pribadi dapat mendirikan BUT untuk menjalankan usahanya di Indonesia, dan kemudian selanjutnya BUT ini berstatus Subjek Pajak dalam Negeri.
Ketentuan yang menjadi dasar perlakukan perpajakan atas BUT diatur dalam Pasal 2 ayat (3) UU Pajakn Penghasilan yaitu :
“Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia…”