dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Melihat pada paragraph pertama dalam artikel ini, kenapa penerimaan target pajak terkadang meleset jauh? Tidak bisa dipungkiri bahwa sebetulnya system "Self Assessment" di Indonesia belum dilakukan secara optimal sehingga masih banyaknya Wajib Pajak terutama orang pribadi yang masih minim akan pemahaman peraturan perpajakan yang berlaku.
Selain itu kurangnya sosialisasi dari serta penyuluhan tentang perpajakan, memang sekarang ini masyarakat sudah memasuki era digital apalagi semenjak pandemic melanda maka tekhnologi pun semakin berkembang pesat, hanya saja kultur nya masih belum bisa dibenahi.
Pemerintah harus bisa melakukan agar Peraturan Pajak lebih ringkes agar mudah dipahami sekalipun untuk orang awam, saat ini peraturan terlalu banyak dan bahkan tumpeng tindih sehingga menimbulkan ambiguitas.
Oleh karenanya system Self-assesment sendiri masih memiliki banyak tantangan untuk DJP untuk memastikan seluruh Wajib Pajak patuh dan tunduk akan peraturan yang berlaku, sehingga DJP harus melakukan ekstra pengawasan serta evaluasi yang akan dituangkan dalam proses penagihan pajak.
Penagihan pajak sendiri merupakan Langkah yang pemerintah ambil untuk mengoptimalisasikan penerimaan pajak khususnya bagi Wajib Pajak yang masih memiliki hutang pajak yang belum dibayarkan. Penagihan pajak sendiri berupa Pokok Hutang Pajak serta Sanksi Denda maupun bunga.
Yang bertanggung jawab terhadap penagihan pajak yaitu orang pribadi atau badan usaha yang mendapati surat penagihan pajak (STP).
Secara sisi DJP hutang pajak WP merupakan piutang Pajak yang juga merupakan indicator kinerja untuk mengukur penerimaan pajak, disamping itu DJP akan melakukan evaluasi terhadap piutang pajak yang belum dilunasi yang sudah mencapai daluwarsanya.
Penurunan persentase pencairan piutang pajak disebabkan adanya beberapa hambatan, seperti penentuan prioritas penagihan yang belum tepat, belum optimalnya kualitas Tindakan penagihan, dan profiling Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang masih belum merata atau penggalian profil Wajib Pajak yang tidak menyeluruh, produk hukum yang masih belum berkualitas (tumpeng tindih aturan), keterbatasan kuantitas dan kualitas juru sita pajak, sering terjadinya rotasi atau mutase pegawai pajak menjelang akhri tahun.
Hal-hal kritik yang disampaikan diatas sudah beberapa poin yang telah dibenahi oleh pemerintah, diantaranya :
- Pemberian tambahan kewenangan kepada Direktur Pemeriksaan & Penagihan sebagai pejabat untuk melakukan penagihan pajak yang sebelumnya hanya diberikan dari kepala kanwil dan kepala KPP Â (Pasal 2 ayat (2))
- Penambahan keterangan mengenai Tata Cara Penyitaan pada Lembaga Jasa Keuangan Sektor Perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Sektor Pasar Modal, dan Lembaga Jasa Keuangan Sektor lainnya. Peraturan sebelum ini yaitu hanya diakomodir dengan Tata Cara Penyitaan pada Lembaga Jasa Keuangan Perbankan.
- Penjelasan lebih rinci mengenai kelompok dan urutan Penanggung Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (Pasal 6) dan Penanggung Pajak bagi Wajib Pajak Badan (Pasal 7) berupa PT (Pasal 7 ayat (2) huruf a), BUT (Pasal 7 ayat (2) huruf b), Persekutuan Komanditer (Pasal 7 ayat (2) huruf c), Persekutuan Perdata dan Persekutuan Firma (Pasal 7 ayat (2) huruf d), Koperasi (Pasal 7 ayat (2) huruf e), Yayasan (Pasal 7 ayat (2) huruf f), Kerja Sama Operasi (Pasal 7 ayat (2) huruf g), Badan lainnya (Pasal 7 ayat (2) huruf h), dan Satuan Kerja Instansi Pemerintah (Pasal 7 ayat (2) huruf i).
Penagihan Seketika dan Sekaligus