Surat terbuka kepada Presden RI:
Kalau kita berhasil mencatat transaksi keuangan dari setiap keluarga yaqng terkena aturan ini, saya perkirakan kita telah 75% sukses dalam usaha memberantas korupsi. Tambahan angka 15% akan dicapai dari kerja keras para petugas dari lembaga yang ditunjuk untuk mem-verifikasi transaksi-transaksi yang mencurigakan. Sisa 10% kita berikan untuk para pecundang – kelompok yang akan selalu ada - yang punya kelihaian/kepintaran mengelabui para petugas.
Praktek korupsi semakin marak saja di negeri ini. Tiap sebentar kita disuguhi berita adanya pejabat yang tertangkap tangan. Apakah dia itu anggota DPR, Hakim, Gubernur, Bupati atau Menteri sama saja. Saat ini ada 2 Menteri dari Kabinet terdahulu masih mendekam dalam bui. Yang lebih gawat lagi Ketua MK juga sedang dibui dan keterlibatan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung dalam kasus suap sedang diselidiki oleh KPK. Yang korupsi berjamaah sedang diproses melibatkan anggota DPRD Sumatra Utara dan yang sudah masuk bui Gubernur bersama isteri, isteri kedua, dan pengacaranya. Pimpinan KPK mengatakan hanya istana saja yang belum tersentuh, itupun tidak bisa dipastikan disitu tidak ada korupsi.
Paling banyak para pesakitan diatas terkena operasi tangkap tangan (OTT) . Bagaimana dengan koruptor yang lain, jumlahnya mungkin lebih banyak, tapi karena pintar baca situasi bisa lolos dari OTT. Penangkapan para koruptor hasil penyelidikan murni, masih dibawah harapan. Apakah ini terkait dengan jumlah penyidik KPK yang belum banyak ? Tak tahulah. Tapi situasi yang kita hadapi benar-benar menyedihkan. Kita sudah merdeka lebih dari 7 dekade, tapi itulah faktanya. Kita belum masuk ke pembicaraan sudah berapa pimpinan partai yang tersangkut dan berhasil diciduk.
Berbagai pemikiran tentang cara-cara yang efektif untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi sudah banyak disuguhkan ke publik. Dulu di KPK ada Deputy Bidang Pencegahan, sekarang tak tahu lagi beritanya. Ada pula kelompok masyarakat sipil yang berjuang agar ada undang-undang pembatasan transaksi tunai dan undang-undang pembuktian terbalik, dan lain-lain.
Hanya saja itu baru pada tahap wacana. Yang jelas undang-undang itu hanya bisa lahir kalau ada yang mengambil inisiatif dan disetujui Pemerintah dan DPR. Kuat dugaan disitulah masalahnya, belum terlihat ada tekad serius dari pihak eksekutif dan legilatif untuk menangani masalah ini. Saya curiga jangan- jangan mereka tanpa sadar sudah kompak bersepakat - situasi sekarang lebih menjanjikan bagi penghasilan, halal atau haram.
Selanjutnya saya juga ingin men yumbang pemikiran orang kecil. Pengalaman saya berikut mungkin dapat dijadikan pintu masuk. Suatu hari saya kedatangan petugas PLN mau memutus aliran listrik di rumah saya. Dia berkata dengan sopan listrik saya mau diputus karena belum dibayar. “Tunggu sebentar” kata saya pergi mau mengambil buku tabungan “Tahapan BCA Gold”. Di print out buku tabungan itu tertulis: “tanggal”, “jumlah pembayaran” dan underline transaksi “BAYAR PLN JKT dan ada no. Pelanggan”. Setelah melihat itu petugas minta maaf dan pergi. Dari pengalaman ini saya merasa menemukan ada cara mudah memberantas korupsi di negeri ini.
Adanya catatan tadi membuat saya lepas dari tindakan tidak patut. Saya coba berfikir sebaliknya. Tindakan tidak patut tentu akan sulit dilakukan kalau ada rekaman/sistim pencatatan yang rapi. Sampai disini pengertiannya belum jelas, tapi itulah kata kunci bagai pencegahan korupsi. Bagaimana ceritanya ?
Dengan buku tabungan “BCA Gold”, “Mandiri Bisnis”, “BNI Taplus” atau tabungan sejenis bank lain, transaksi akan terekam lengkap dengan underline transaksi-nya. Semua transaksi akan tercatat rapi, tak ada yang disembunyikan dan tak ada pula transaksi yang digabung. Saya fikir adanya model tabungan ini dapat dijadikan modal dasar untuk mencapai tujuan bersama mengatasi korupsi. Tak perlulah kita berlama-lama menunggu lahirnya undang-undang yang saya sebut tadi, tak tahu apa sudah diproses atau belum.
Caranya Menpan & RB mengeluarkan aturan disiplin bagi pejabat/aparatur Pemerintah. Esensinya, setiap pejabat/ pegawai dengan total penghasilan diatas Rp 100 juta per tahun kalender, angka ini hanya usulan, diwajibkan punya buku tabungan “BCA Gold” atau tabungan sejenis dari bank lain. Kalau perlu pemerintah membagikan buku tabungan ini secara gratis. Angka Rp 100 juta itu sudah termasuk penghasilan dari berbagai sumber.
Setiap transaksi diatas Rp 10 juta, dan kalau mungkin semua transaksi - walau jumlahnya dibawah angka itu,harus dilaksanakan melalui transfer bank. Kalau ada transaksi/penerimaan uang dalam bentuk uang kontan, uang itu harus masuk tabungan dulu sebelum bisa dibelanjakan. Ringkasnya buku bank tadi merefleksikan penerimaan dan pengeluaran seseorang atau lebih tepat satu keluarga secara utuh. Kalau sudah diharuskan begitu mau korupsi bagaimana lagi. Kalau mau korupsi juga tentu perlu menempuh jalan rekayasa yang sulit.
Misalnya seseorang menerima uang suap Rp 100 juta. Kalau langsung di belanjakan untuk beli mobil LGCC , jadi masalah mau ditulis apa dalam buku tabungan. Kalau tidak dimasukkan tabungan juga tidak bisa, ada mobil tapi tak ada pengeluaran di buku tabungan, kan tak masuk akal.
Yang mungkin dilakukan uang itu ditaruh dibwah bantal saja dipakai untuk beli gado-gado dan pengeluaran kecil lainnya. Kalau dipakai untuk belanja sehari-hari, pemeriksa yang curiga akan bertanya kok pengeluaran sehari-hari anda kecil, tak sesuai dengan pola hidup anda.
Yang jelas uang hasil suap, kick-back dan korupsi lainnya, pengelolaannya akan menjadi sangat sulit. Kalau uang hasil korupsi sulit digunakan, apa masih mau korupsi ?
Contoh kasus:
(1) Seorang dokter yang pegawai negeri, sore hari praktek di klinik. Gaji, tunjangan dan penerimaan legal lain dari kantor sudah dibayar melalui transfer bank. Honor dokter di klinik, kalau sudah dibayar melalui transfer bank, tidak ada masalah. Tapi kalau klinik masih membayar dokter dengan uang tunai, dan semua tahu klinik tidak bisa dipaksa membayar melalui transfer bank karena aturannya belum ada, maka sang dokter yang terima uang tunai itu harus setor dulu ke bank sebelum honor itu bisa dia belanjakan. Ini juga akan sangat menggembirakan bagi aparat pajak kita yang selama ini susah payah mengintip data transaksi para wajib pajak.
(2) Misalkan dokter tadi membeli tanah dari seorang nenek agak jauh di pelosok sana. Bagaimana membayar harga tanah itu karena sang dokter terikat aturan disiplin dari Menpan. Caranya mudah, sang kakek dibantu membuka rekening tabungan di bank terdekat, ini kan hanya butuh waktu sebentar, baru sesudah itu transfer bank dilaksanakan. Ada baiknya bagi sang nenek, dia terlindung pula dari para perampok orang baru jual tanah.
Tentu Menpan & RB perlu menyiapkan aparat untuk memantapkan aturan disiplin ini bisa berjalan baik. Mungkin dengan memberdayakan Inspektorat yang ada di berbagai lembaga. Bagi yang tidak disiplin tentu Menteri akan merumuskan sanksi yang sepadan.
Ada satu lagi, korupsi partai politik, yang tak kalah maraknya. Ini gampang diatasi dengan cara Pemerintah memberi subsidi pada partai. Setiap partai politik diberi jatah subsidi dengan syarat, hanya yang patuh mengikuti aturan disiplin yaitu mencatat semua pemasukan dan pengeluaran secara utuh tanpa kecuali, dan mau melaporkan ke lembaga yang ditunjuk.
Hal diatas baru menyangkut pegawai/pejabat negara dan partai politik. Bagi masyarakat umum siapa yang bisa mendisiplinkan ? Untuk ini jelas diperlukan undang-undang yang mendukung. Tak apalah, kalau pemerintah berhasil mendisiplinkan aparat eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta partai politik, usaha selanjutnya untuk meloloskan undang-undang yang disebut tadi akan lebih mudah dilakukan.
Menpan & RB telah mengeluarkan larangan bagi pejabat negara menerima parsel. Tentu ada sanksinya bagi pelanggar. Tinggal selangkah untuk mencapai target yang jauh lebih besar dan penting, memecahkan masalah nasional yang kata sebagian orang sudah menjadi budaya itu, yaitu korupsi. Menpan diharapkan mengeluarkan aturan disiplin bagi pejabat/pegawai negeri . Kalau perlu aturan dikeluarkan melalui Keputusan Presiden, apalagi kalau sasaran yang mau di-disiplin-kan termasuk partai politik. Kalau ini bisa dilakukan hasilnya tentu akan luar biasa bagi bangsa ini. Itu saja.
Salam
Rusdi Rasjid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H