Mohon tunggu...
andi lancaran
andi lancaran Mohon Tunggu... -

pensiunaan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cara Mudah Cegah Korupsi, Bisakah?

23 Juni 2016   13:20 Diperbarui: 24 Juli 2016   09:40 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat terbuka kepada  Presden RI:

Kalau kita berhasil mencatat transaksi keuangan dari setiap keluarga yaqng terkena aturan ini, saya perkirakan kita telah 75% sukses dalam usaha memberantas korupsi.  Tambahan angka 15% akan dicapai dari kerja keras para petugas dari lembaga yang ditunjuk untuk mem-verifikasi  transaksi-transaksi yang mencurigakan.  Sisa 10% kita berikan untuk para pecundang – kelompok yang akan selalu ada - yang punya kelihaian/kepintaran mengelabui para petugas. 

Praktek korupsi semakin marak saja di negeri  ini.  Tiap sebentar  kita disuguhi berita adanya pejabat yang tertangkap tangan.  Apakah dia itu anggota DPR, Hakim, Gubernur, Bupati  atau Menteri  sama saja.  Saat ini ada 2 Menteri dari Kabinet terdahulu masih mendekam dalam bui. Yang lebih gawat lagi Ketua MK juga sedang dibui dan keterlibatan Sekretaris Jenderal  Mahkamah Agung dalam kasus suap sedang diselidiki oleh KPK.  Yang korupsi berjamaah sedang diproses melibatkan anggota  DPRD Sumatra Utara dan yang sudah masuk bui Gubernur bersama isteri, isteri kedua, dan pengacaranya.  Pimpinan KPK mengatakan  hanya istana saja yang belum tersentuh, itupun tidak bisa dipastikan disitu tidak ada korupsi.  

Paling banyak para pesakitan diatas terkena operasi tangkap tangan (OTT) . Bagaimana dengan koruptor yang lain, jumlahnya mungkin lebih banyak, tapi karena pintar baca situasi bisa lolos dari OTT.  Penangkapan para koruptor hasil penyelidikan murni, masih dibawah harapan.  Apakah ini terkait dengan jumlah penyidik KPK yang belum banyak ?  Tak tahulah. Tapi situasi yang kita hadapi  benar-benar menyedihkan.  Kita  sudah merdeka lebih dari 7 dekade, tapi itulah faktanya.  Kita belum masuk ke pembicaraan sudah berapa pimpinan partai yang tersangkut dan berhasil diciduk.

Berbagai pemikiran tentang cara-cara yang efektif untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi sudah banyak disuguhkan ke publik.  Dulu di KPK ada Deputy Bidang Pencegahan, sekarang tak tahu  lagi beritanya.  Ada  pula kelompok masyarakat sipil yang berjuang agar ada undang-undang pembatasan  transaksi tunai  dan undang-undang pembuktian terbalik, dan lain-lain.  

Hanya saja itu baru pada tahap wacana.  Yang jelas undang-undang itu hanya bisa lahir kalau ada yang mengambil inisiatif dan disetujui  Pemerintah dan DPR.  Kuat dugaan disitulah masalahnya, belum terlihat ada tekad serius dari pihak eksekutif dan legilatif untuk menangani  masalah ini.  Saya curiga jangan- jangan  mereka  tanpa  sadar sudah kompak  bersepakat  -  situasi sekarang lebih menjanjikan bagi penghasilan, halal atau haram.

Selanjutnya saya juga ingin men yumbang  pemikiran orang kecil. Pengalaman saya berikut mungkin  dapat dijadikan pintu masuk.  Suatu hari saya kedatangan petugas PLN mau memutus aliran listrik di rumah saya.  Dia berkata dengan sopan listrik saya mau diputus karena belum dibayar.  “Tunggu sebentar” kata saya pergi mau mengambil  buku tabungan “Tahapan BCA Gold”.  Di print out buku tabungan  itu tertulis: “tanggal”, “jumlah pembayaran” dan underline transaksi  “BAYAR PLN JKT dan ada no. Pelanggan”.   Setelah melihat itu petugas minta maaf dan pergi.  Dari pengalaman ini saya merasa menemukan ada cara mudah memberantas korupsi di negeri ini.  

Adanya catatan tadi membuat saya lepas dari tindakan tidak patut.  Saya coba berfikir sebaliknya.  Tindakan tidak patut tentu akan sulit dilakukan kalau ada rekaman/sistim pencatatan yang rapi.  Sampai disini pengertiannya belum jelas, tapi itulah kata kunci bagai pencegahan korupsi.  Bagaimana ceritanya ?

Dengan buku tabungan “BCA Gold”, “Mandiri Bisnis”, “BNI Taplus”  atau tabungan sejenis bank lain, transaksi  akan terekam lengkap dengan underline transaksi-nya.  Semua transaksi akan tercatat rapi, tak ada yang disembunyikan  dan tak ada pula transaksi yang digabung.  Saya fikir adanya model  tabungan ini dapat dijadikan modal dasar untuk mencapai tujuan bersama mengatasi korupsi.  Tak perlulah kita berlama-lama menunggu lahirnya undang-undang yang saya sebut  tadi, tak tahu apa sudah diproses atau belum.   

Caranya  Menpan & RB mengeluarkan aturan disiplin bagi pejabat/aparatur Pemerintah.  Esensinya, setiap  pejabat/ pegawai  dengan total penghasilan diatas Rp 100 juta per tahun kalender, angka ini hanya usulan, diwajibkan punya buku tabungan “BCA Gold” atau tabungan sejenis  dari bank lain.  Kalau perlu pemerintah membagikan buku tabungan ini  secara gratis.  Angka Rp 100 juta itu sudah termasuk penghasilan dari  berbagai sumber.

Setiap transaksi diatas Rp 10 juta, dan kalau mungkin  semua transaksi  -  walau jumlahnya dibawah angka  itu,harus dilaksanakan  melalui  transfer bank.  Kalau ada transaksi/penerimaan uang dalam bentuk uang kontan, uang itu harus  masuk tabungan dulu sebelum bisa dibelanjakan.  Ringkasnya buku bank tadi merefleksikan  penerimaan dan pengeluaran seseorang atau lebih tepat  satu keluarga secara utuh.  Kalau sudah diharuskan begitu mau korupsi  bagaimana lagi. Kalau mau korupsi juga tentu perlu menempuh jalan rekayasa yang sulit.

Misalnya seseorang menerima uang suap Rp 100 juta. Kalau langsung di belanjakan untuk beli mobil LGCC , jadi  masalah mau ditulis apa dalam buku tabungan.  Kalau tidak dimasukkan tabungan juga tidak bisa, ada mobil tapi tak ada pengeluaran di buku tabungan, kan tak masuk akal.  

Yang mungkin dilakukan uang itu ditaruh dibwah bantal saja  dipakai untuk beli gado-gado  dan pengeluaran kecil  lainnya.  Kalau dipakai untuk belanja sehari-hari, pemeriksa yang curiga akan bertanya kok pengeluaran sehari-hari anda kecil, tak sesuai dengan pola hidup anda.    

Yang jelas uang hasil suap, kick-back dan korupsi lainnya, pengelolaannya akan  menjadi sangat sulit.  Kalau uang hasil korupsi sulit digunakan, apa masih mau korupsi ? 

Contoh  kasus:  

(1) Seorang dokter yang pegawai negeri, sore hari praktek di klinik. Gaji, tunjangan dan penerimaan legal  lain dari kantor sudah dibayar melalui  transfer bank.  Honor dokter di klinik, kalau sudah dibayar melalui transfer bank, tidak ada masalah. Tapi kalau klinik masih membayar dokter dengan uang tunai, dan semua tahu klinik tidak bisa dipaksa membayar melalui  transfer bank karena aturannya belum ada,  maka sang dokter yang terima  uang tunai  itu harus setor dulu ke bank sebelum honor itu bisa dia belanjakan.  Ini  juga akan sangat menggembirakan bagi aparat pajak kita yang selama ini susah payah mengintip data transaksi para wajib pajak.

(2) Misalkan dokter tadi membeli tanah dari seorang nenek agak  jauh di pelosok sana.  Bagaimana membayar harga tanah itu karena sang dokter terikat aturan disiplin dari Menpan.  Caranya  mudah, sang kakek  dibantu membuka rekening tabungan di bank terdekat,  ini kan hanya butuh waktu sebentar, baru sesudah itu transfer bank dilaksanakan.  Ada baiknya bagi sang nenek, dia terlindung pula dari para perampok orang baru jual tanah.

Tentu Menpan & RB perlu menyiapkan aparat untuk memantapkan  aturan disiplin ini bisa berjalan baik.  Mungkin dengan memberdayakan Inspektorat yang ada di berbagai lembaga.  Bagi yang tidak disiplin tentu Menteri akan merumuskan sanksi yang sepadan. 

Ada satu lagi, korupsi  partai politik, yang tak kalah maraknya.  Ini gampang diatasi dengan  cara Pemerintah memberi  subsidi pada  partai.  Setiap partai politik diberi  jatah subsidi  dengan syarat, hanya yang patuh mengikuti aturan disiplin yaitu mencatat semua pemasukan dan pengeluaran secara utuh tanpa kecuali, dan mau melaporkan ke lembaga yang ditunjuk.  

Hal diatas baru menyangkut pegawai/pejabat negara dan partai politik.  Bagi masyarakat umum  siapa yang bisa mendisiplinkan ?  Untuk ini jelas diperlukan undang-undang yang mendukung. Tak  apalah, kalau pemerintah berhasil mendisiplinkan aparat eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta partai politik, usaha  selanjutnya  untuk meloloskan undang-undang yang disebut tadi akan lebih mudah dilakukan.

Menpan & RB telah mengeluarkan larangan bagi pejabat  negara menerima parsel.  Tentu ada sanksinya bagi pelanggar.  Tinggal selangkah untuk mencapai target yang jauh lebih besar dan penting, memecahkan masalah nasional  yang kata sebagian orang sudah menjadi  budaya itu, yaitu korupsi.  Menpan diharapkan mengeluarkan aturan disiplin bagi pejabat/pegawai negeri .  Kalau perlu aturan dikeluarkan melalui Keputusan Presiden, apalagi kalau  sasaran  yang mau di-disiplin-kan termasuk partai politik.  Kalau ini bisa dilakukan hasilnya tentu  akan luar biasa bagi bangsa ini.  Itu saja.

Salam

Rusdi  Rasjid

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun