12 hari sebelum hari ulangtahun ibu, aku ditelepon oleh sebuah event organization. Mereka menawarkanku mengikuti kegiatan pameran produk sebuah perusahaan sambal lokal. Di acara itu, aku akan dibayar sebagai pembagi brosur dan sales promotion selama 10 hari berturut-turut. Rasa syukur tak pernah berkurang, lalu ku bayangkan sebuah persembahan untuk ibu dihari Ulangtahunnya.
Pekerjaan sudah kujalani dengan senang hati sampai hari terakhirku bekerja. Gaji pun telahku terima. Bahkan aku mendapatkan bonus karena mampu menjual barang melebihi terget. sungguh bahagia aku dibuatnya, dan lagi-lagi bayangan persembahan untuk ibu makin nyata.
Esok harinya,
aku sudah bersiap untuk membeli sebuah persembahan yang sudah lama ibu inginkan. Sebuah cincin emas 24 Karat walaupun hanya 3 atau 4 gram. Namun tiba-tiba, saudaraku dari pesantren datang dan berkata bahwa dia ingin mengikuti ujian paket C untuk mendapatkan Ijazah Negara. Ibu memang berkata yang sebenarnya bahwa kami di rumah tidak memiliki uang cadangan untuk keperluan tersebut. Tapi sungguh, ibu sangat menginginkan saudaraku mengikuti ujian itu. Jadi, aku... sejujurnya dengan berat hati menyerahkan seluruh gajiku pada ibu, dan menceritakan semua pengalaman kerjaku.
Tak henti-hentinya kudengar dari bibir ibu panjatan rasa syukur. Aku tahu, meski ibu berkata bangga padaku, hatinya pasti merasa sedih. Entah apa pun alasannya, ibu berkata "ini rezekimu nak, ikutilah ujian itu." sambil memberikan uang yang sebenarnya akan menjadi hak ibu.
Hari ulangtahun ibu pun tiba. Tidak ada satu pun persembahan untuk ibu di hari spesial itu. Hanya sisa uang hasil menjual baju jahitan ibu yang kami miliki.  Mungkin hanya aku saja yang merasa sedih. Dan mungkin juga benar ucapan seseorang bahwa ibu akan selalu tersenyum di depan anak-anaknya walau dia sedang gundah.
Siangnya, saat kami sedang bersenda gurau membicarakan acara televisi, paman dan bibiku datang. mereka membawa oleh-oleh untuk kami semua. Aku dan adikku mendapat cokelat, dan ibu mendapatkan sebuah tas dan baju baru.
Cukup lama juga paman dan bibiku bertamu dirumah kami. Jadi hari itu menjadi hari yang sangat ramai. Sambil memakan kue dan buah yang paman bawa, kami semua tertawa membicarakan sesuatu yang penting dan mungkin juga tidak penting. Entahlah, karena aku hanya pendengar.
Sore Hari setelah paman dan bibi pulang, ibu memandangiku sambil tersenyum. Beliau bercerita panjang lebar padaku tentang masa kecilnya yang indah sambil tertawa-tawa. Aku senang, hari itu sungguh sangat cerah. Malam harinya menjelang tidur, aku berkata pada ibu "Selamat Ulang Tahun Ibu.." dengan senyum khasnya beliau lalu mengusap kepalaku dan berkata "terimakasih sayang".
Darah rela kau korbankan
demi menghidupkanku
Keringat telah kau cucurkan
demi membesarkanku
keberanian dan kesucian adalah dirimu
kau lebih dari pahlawan tanpa tanda jasa
dan,,
kau lebih dari bendera yang menjulang tinggi ke langit
kau jadikanku lebih berharga
ditanganmu, negeri ini bisa menjadi permata
hormatku untuk keberanianmu
patuhku atas kesucianmu
bila air matamu adalah berlian
bila doa tulusmu adalah mutiara
kau adalah makhluk terkaya dengan semua itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H