Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menghitung Langkah-Langkah Berpahala

28 September 2024   15:05 Diperbarui: 28 September 2024   15:07 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jalan kaki ( dok.pribadi )

     Jalan kaki, kini sudah menjadi aktifitas yang langka, untuk tidak mengatakan enggan untuk dilakukan. Jalan kaki dengaan label " jalan sehat " misalnya, hanya dilakukan untuk sebatas moment-moment tertentu saja denga  frekwensi yang amat renggang. Misalnya menyambut perayaaan tujuh belas Agustus atau yang semacamnya. Moment seperti itu hanya terjadi setahun sekali. Cukupkah label jalan sehat seperti itu unttuk membekali badan kita sehat ? Silahkan jawab sendiri.

     Dari sekian banyak aktifitas, sebenarnya ada yang bisa "  kita " ( ma'af dalam taanda petik ya ) pilih sebagai pembiasaan jalan kaki sehari-harinya yang sekaligus memberi nilai tambah menyehatkan jasmani kita itu. Secara khusus, kegiatan jalan kaki itu harus " ringan " tanpa beban psikologis dan fisikal material. Dari segi jarak terjangkau dengan baik, efisien waktu masih terjaga; dimana sampaai ditempat tujuan belum terlambat. Perjalanan kemanakah itu ? Ke masjid atau ke musholla, untuk sholat berjama'ah.

Lebih afdhol ?

     Atas dasar kesadaran hati untuk mengambil afdholnya, aku memilih berjalan kaki setiap pergi ke masjid atau musholla. Pergi sholat berjama'ah, bila full sehari semalam adalah lima kali. Tapi yang rutin kulalukan hanyalah tiga; maghrib, Isya dan subuh. Sedangkan untuk shalat Ashar, dan dhuhur tidak atau belum menjadi pembiasaan, hanya kadangkala saja. Berharap suatu saat bisa kulakukan semua itu

     Jarak dari rumah ke musholla, kurang lebih hampir setengah kilometre. Menyusuri jalan gang kampung. Sebagian masih cukup rindang. Jalan pun sudah dicor semen seperti kebanyakan jalan gang-gang didesa sekarang. Sekali tempuh sekitar empat ratusan langkah kaki. Pulang pergi jadi delapan ratusan. Dikalikan tiga, total jumlahnya 2400 langkah kaki dalam sehari. Ditambah seminggu sekali pergi ke masjid umtuk jum'atan, kurag dari satu kilometre jaraknya.

     Sekarang, orang pergi ke masjid atau musholla, tidak pandang jauh apa dekat, kebanyakan sudah meninggalkan kebiasaan jalan kaki. Diganti dengan sepeda onthel atau sepeda motor. Yang jalan kaki minoritas sekali. Aku tetap memilih jalan kaki karena lebih afdol ( utama ) dibanding naik kendaraan. Dasarnya adalah hadits DariAbuHurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Yang artinya ; "Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?" Para sahabat menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Rasulullah bersabda, "(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah ar-ribath (kebaikan yang banyak)." (HR. Muslim no. 251)

Juga hadits lain misalnya ; Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ;

"Orang yang paling banyak mendapatkan pahala dalam shalat adalah mereka yang paling jauh (jarak rumahnya ke masjid), karena paling jauh jarak perjalanannya menuju masjid. Dan orang yang menunggu shalat hingga dia melaksanakan shalat bersama imam itu lebih besar pahalanya dari orang yang melaksanakan shalat kemudian tidur." (HR. Bukhari no. 651 dan Muslim no. 662)

     Barangkali ada yang menyanggah, emangnye pada jaman nabi sudah ada kendaraan, pastilah orang pada saat itu pergi ke masjid ya jalan kaki. Kalau yang dimaksud dengan kendaraan adalah alat transportasi manual atau mekanikal, seperti sepeda atau sepeda motor, tentu belum ada. Tapi kalau yang dimaksud dengan kendaraan adalah segala sesuatu yang bisa dijadikan alat bantu transportasi, tentu sudah ada, yaitu binatang, khususnya unta dan khimar kalau di Arab saat itu. Apakah ada orang yang naik kendaraan unta atau khimaar pergi kemasjid saat itu ? Ada. Buktinya ? Dalam sebuah hadits riwayat Tirmidzi disebutkan, pada zaman Rasululloh SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya didepan masji tanpa diikat, dengan alas an ia bertawakkal kepada Alloh. Ketika hal itu diketahui Rasululloh SAW, belaiu mengatakan; " Ikatlah untamu lebih dulu, kemudian bertawakkal ".

     Jadi pada jaman nabi pun orang sudah ada yang pergi kemasjid naik kendaraan unnta. Tapi ada juga yang tetap bersikukuh dengan memilih jalan kaki, seperti dikisahkan dalam hadits berikut ini ; Dari 'Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu, dia berkata,

"Seseorang yang setahuku tidak ada lagi yang lebih jauh (rumahnya) dari masjid, dan dia tidak pernah ketinggalan dari shalat. 'Ubay berkata, maka ia diberi saran atau kusarankan, "Bagaimana sekiranya jika kamu membeli keledai untuk kamu kendarai saat gelap atau saat panas terik?" Laki-laki itu menjawab, "Aku tidak ingin rumahku di samping masjid, sebab aku ingin jalanku ke masjid dan kepulanganku ke rumah semua dicatat (pahala)." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah Ta'ala telah kumpulkan untukmu semuanya tadi." (HR. Muslim no. 663)

Bumi pun Menangis

Dalam kitab suci al-Qur'an, surat ad-Dukhan, 29 : " .... Maka langit dan bumi pun tidak menangisi mereka, dan merekapun tidak diberi penangguhan waktu "  Ayat tersebut merupakan pernyataan pamungkas dari kisah kematian Fir'aun dan bala tentaranya yang tenggelam dilaut merah dengan meninggalkan segala kemewahan dan kekuasaan dibelakangnya. Tapi bumi dan langitpun tidak berduka, tidak menangis dan tidak merasa kehilangan. Bila demikian berarti bila orang salih meninggal, akan ditangisi oleh labgit dan bumi karena sedih merasa kehilangan.

     Prof Dr Quraiysh Sihab. Dalam buku Tafsirnya Al-Misbah Vol.12 hal 314, ketika mengomentari ayat tersebut memberikan penjelasan dengan bersandar pada suatu riwayat yang menyatakan bahwa; " seorang mu'min apa bila meninggal dunia, maka tempat shalatnya dibumi menangis dan jalan-yang tempat amal-amalnya ke langit pun menangis "

     Demikian pun jalan yang untuk pulang pergi ke masjid atau musholla setiap harinya pun akan menangis juga karena merasa kehilangan. Langkah-langkah orang sholih itu taka da lagi lewat diatasnya. Makanya aku me ilih berjalan kakiketika pergi ke masjid atau ke musholla.

     Alasan ibadah, taka da yang lebih kuat dan besar untuk tetap konsekwen dan konsisten berjalan kaki dari waktu kewaktu sampai akhir waktu nanti.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun