Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

UNDIP: "Terdakwa"?!

13 September 2024   08:35 Diperbarui: 13 September 2024   08:38 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber podcast jatengposTV

APAPUN penyebab dari kematian dr Aulia Risma, kita semua turut berduka. Dan disisi lain, terlepas dari ada tidaknya kasus perundungan, kita juga turut prihatin dengan system pendidikan dokter spesialis di negeri ini, sebab sudah banyak mendapat sorotan tajam. Dan apapun penyebab dari kematian dr Aulia Risma itu yang belum terungkap secara resmi oleh pihak yang berwenang, tapi UNDIP seakan sudah menjadi " terdakwa "- nya.dan fenomena ini pun menjadikan kita prihatin, karena tercium bau asap yang tidak enak didalamnya.

     Bila kita cermati informasi-informasi yang beredar seputar kematian dr Risma, boleh dibilang sembilan puluh sembilan  prosen mengarah kepada dugaan keras adanya kasus bullying, yang langsung atau tidak langsung diarahkan ke UNDIP. Khalayak umum juga memandang tajam ( bahkan mungkin juga sinis ) terhadap Pendidikan dokter spesialis  dan Lembaga yang mewadahinya,universitas dan IDI sebagai Lembaga profesinya. Disini UNDIP yang paling tersorot.

Ketuk Palu Dunia Maya

DUNIA maya, dengan podcast beritanya, sudah menjatuhkan palunya, sebagai " siterdakwa " kepada UNDIP. Mari kita lihat bersama misalnya; " Pengacara sebut, dr aulia meninggal BUKAN karena bunuh diri " dari Metro TV, kemudian " Kemenkes  Kantongi Nama Pelaku BULLYING dilingkungan PPDS " dari podcast Berita Satu, lalu " Siapa tersangka PERUNDUNGAN dr alia Risma ? " dari Offical News dan " Pesan suara  dr Aulia Risma korban PERUNDUNGAN ,,,," juga dari Official News, dan BULLY PPDS di UNDIP bisa menyeret kampus " dari Berita Satu.

     Disitu jelas-jelas disebutkan secara eksplisit ( perhatikan yang ditulis dengan huruf kapital ) bahwa meninggalnya dr Risma bukan karena bunuh diri berarti karena ....? Jawaban ini luas memang, tapi bisa digrirng ke jawaban khusus karena, Kemenskes sudah mengantongi nama pelaku bullying dan juga disebutkan dr Risma adalah korban perundungan. Pertanyaannya; kok bisa ??? Padahal penyelidikan atau investigasi belum selesai, pernyataan resmi dari polri juga belum ada. Kok sudah ada kesimpulan menuduh dan mendakwa seperti itu terhadap Undip. Bahkan ijin prkatek bagian Anestesi RS Karyadi dicabut, dekan F,Kedokteran UNDIP diberhentikan. Aku bukan mahasiswa kedokteran UNDIP dan bukan alumni UNDIP, dan juga bukan dokter, tapi ini semua apa-apa-an; menambah kebodohan kita atau kepintaran kita ???

     Disini nampak sekali podcast-podcast " main stream " terasa sekali hanay mengejar kobaran panasnya api saja dengan langsung ketok palu " cap " BULLYING dalam kasus tersebut, dan pelakunya siapa lagi kalau bukan UNDIP. Disini nampak podcast -- podcast main stream tersebut mengikuti arah kemana angina keras bertiup. Nara sumber-nara sumbernya juga yang sudah condong kearah tertentu yang sudah condong tertiup angina. Kenapa mereka tidak menghadirkan dari pihak " siterdakwa " UNDIP ? Biar berimbang.

     Tapi untunglah, kemudian ada satu podcast yang mau memberilan tempat yang layak bagi UNDIP, yaitu JatengPost TV. Ini bisa dimengerti, secara tertorial beada dikawasan yang sama, Semarang dan secara budaya; " padha-padha wong jawa ". Dalam podcast tersebut dihadirkan guru besar Fak Kedokteran UNDIP, yaitu Prof Dr dr Zaenal Muttaqin. Beliau berbicara cukup padat isinya dan komprehensif beradasarkan fakta, bukan asumsi-asumsi dan bukan berapologi, pokoknya isinya " daging semua ". Mengapa Pendidikan dokter spesialis mahal, karena " defakto " negara tidak hadir, mengundang dokter asing juga bukan solusi, karena bukan dokter spesialisnya yang : kurang ", tapi fasilitasnya memang yang kurang, perceptan jumlah produk  dokter spesiais. mengawang, sebab inputnya tidak bisa semassal itu. Itu antara lain yang dikemukakan oleh beliau

Ketiban Awu Anget

UNDIP " ketiban awu anget ". Dalam budaya Jawa, ada peribahasa " ketiban awu anget " yang arti harfiahnya " kejatuhan abu hangat ". Hangat disini juga lebih berarti kepengertian panas, tapi untuk halusnya cukup  disebutkan hangat. Maksudnya adalah; ikut terseret perkara besar yang sedang bergolak.

     Terjadinya kasus kematian dr Risma adalah di tempat kost. Status beliau adalah mahasiswa PPDS di Fak. Kedokteran UNDIP yang tempat pendidikannya adalah di RS Karyadi Semarang. Mengapa yang disorot tajam UNDIP ? Mengapa bukan rumah sakitnya ? Bukankah itu tempat dr Risma berkatifitas full setiap harinya selama pendidikan ? Mengapa direkturnya tidak pernah disorot sama sekali ? Bgaimana sebenarnya management nya ?

     Tapi kenapa UNDIP langsung dijadikan " terdakwa " pelaku bullying ? Dan sanksi hukumanpun pun langsung  dijatuhkaan; ijin Pratik FK UNDIP dihentikan ! bila kita mengulik agak jauh kebelakang, memang sudah terjadi perseteruan antara Kemenkes dengan IDI atau para dokter pada umumnya. Dimana kebijakan-kebijakan baru dari menkes banyak mendapat reaksi keras dari IDI.

     Sebenarnya reaksi keras perlawanan terhadap IDI dari khalayak umum adalah dimulai dari kasus dr Terawan yang dipecat dari keanggautaan IDI. Permasalahannya kita semua sudah tahu, dimana metode pengobatan " cuci otak "- DSA nya Therawan dinilai belum memenuhi standar persyaratan ilmiah, tapi sudah diterapkan di public. Tapi repotnya, walaupun belum memenuhi standar ilmiah, telah membawa banyak kebaikan bagi mereka yang berobat itu. Repotnya lagi, mereka yang berobat itu banyak dari kalangan top figure atau public figure. Akibatnya IDI yang dinilai semena-mena dihujat rame-rame.  Kemenkes pun turun gunung, IDI jadi sorotan dan Pendidikan spesialis jadi perbincangan. Disitulah mulai terkuak katakanlah " noda-noda " IDI yang tersembunyi selama ini. Reformasi Kemenkes terhadap IDI banyak mendapat dukungn public.

     Dan perseteruan antara Kemenkes dengan tenaga medis kedokteran, rupanya belum reda. Terakhir adalah ketika Kemenkes memberhentikan Dekan Fak .Kedokteran UNAIR , Prof Budi Santoso, gegara menolak program dokter asing masuk kedunia kedokteran kita. Tapi civitas akademika melawan dengan aksi mogok, akhirnya berakhir damai, sang Dekan pun kembali ke kursinya semula. Tapi hubungan Kemenkes dengan tenaga medis kedokteran tetap panas dingin, sehingga setiap ada kasus di dunia kedokteran, menjadi kesempatan emas bagi Kemenkes untuk menggempur habis. Bayangkan; hari selasa kejadian, hari juma'at pernyataan dari kapolres Semarang tidak ada petunjuk adanya bulliying, tapi pada hari pertama sudah ada surat dari Depkes dibawa langsung oleh  Dirjen ke UNDIP yang menyatakan dr Risma meninggal karena bunuh diri akibat perundungan, jelas Dr.dr Zaenal Mutaqin di podcast Jatengpos TV edisi pertama.

     Jadi kasus kematian dr Risma ini memang bukan berada diatas kanfas kain putih, melainkan ddiatas coreng moreng perseteruan antara Menkes dengan Tenaga Medis Kedokteran IDI. Resikonya, penyelesaian kasus bisa menjadi bias. Pertaanyaan yang mendasar bagi kita semua untuk direnungkan bersama; APAKAH SETIAP ADANYA KASUS KEMATIAN DILINGKUNGAN DUNIA PENDIDIKAN  SPESIALIS KEDOKTERAN BERPAGI-PAGI HARUS SELALU DIKAITKAN DENGAN AKIBAT BULLYING ??????

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun