Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bojoku

24 September 2023   05:02 Diperbarui: 24 September 2023   06:46 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

     " Emak sih dulu, sudah tahu bojone seperti itu dipertahankan terus sampai punya banyak anak. Kenapa dulu tidak cerai, anak -- anak kan yang sekarang ikut jadi korbannya ?"

     Akupun maklum, bila putriku protes seperti itu. Putriku ini masih muda dan sudah jadi janda punya anak kecil satu. Dulu putriku punya pacar anak kampung sebelah ketika sama -- sama merantau ke Bandung. Tapi begitu orang tuanya tahu anaknya dekat dengan anaknya siapa, anaknya dilarang keras untuk diteruskan. Anakku tidak benci dan tidak sakit hati pada temannya yang akhirnya mundur itu, tapi anakku jadi benci pada ayahnya sendiri, pada bojoku. Dia merasaa jadi korban terlahir dari ayahnya yang seperti itu.

     Akhirnya putriku mendapat jodoh ganti orang jauh yang tidak kenal baik sebenarnya . Mungkin sebagai pelampiasan kekesalan hatinya saja, ingin menghibur dirinya, sehingga tak mau ambil pusing menikah dengan siapa ?  Sebab untuk apa pilih -- pilih, toh kalau sudah sampai pertimbangan siapa orang tuanya, dan orang tuanya menolak ... juga akan hancur berantakan lagi. Dan perkawinan itu hanya bertahan setahun lebih dikit. Kini putriku dirumah saja membantu aku menjahit. Dengan kondisinya yang seperti itu; janda , punya anak kecil, miskin, bapaknya sontoloyo .... sulit untuk mendapat teman hidup lagi. Sebab masalah " bibit bobot dan bebet " kan masih erat dipegangi oleh banyak orang.

     Dan bila putriku itu sudah capek mengurus anaknya yang kadang rewel, dan juga kesal dengan nasibnya sendiri, maka akan terlontarlah keluhan kata -- kata seperti itu dari mulutnya :

     " Emak sih dulu, sudah tahu seperti itu dipertahankan terus !"

     Aku tak pernah marah atau tersinggung dengan ucapan anakku itu. Aku sangat memakluminya, biarlah dia menyatakan kekesalan hatinya itu, meratapi nasibnya itu, padaku, ibunya ! Sebab mau benci pada bapaknya juga percuma saja. Bojoku itu tidak akan merasa. Apa lagi cuma anak, .ibarat gajah dicubit. Sedangkan dibenci oleh aku, bojone dhewek, juga nggak merasa apa -- apa. Bojoku itu tetap sehat -- sehat saja dan tak pernah sakit. Atau jangan -- jangan sebenarnya bojoku itu sudah mati, sehingga sakit apapun sudah tidak merasakannya lagi ???

    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun