DAUN yang banyak digunakan untuk membungkus makanan atau sebagai ajang tempat makan, ya daun pisang. Ternyata, membukus makanan atau membuat ajang makanan dengan daun pissang, ada banyak ragam dan tekniknya lho ! Yuk, kita intip, bagaimana sih teknik membungkus makanan dengan daun pisang itu ?
   Bagi masyarakat yang lingkungannya banyak dengan tanaman pohon pisang, tentu membungkus makanan denan daun pisang, bukanlah hal yang asing lagi. Namun soal teknik, antara daerah yang satu dengan daerah yang lain boleh jadi berbeda -- beda. Oleh karena itu apa yang penulis tuturkan disini bersifat lokal, walaupun tidak tertup kemungkinan ada yang sudah  cukup dikenal secara nasional.
   Ada beberapa teknik untuk menjadikan daun pisang sebagai pembungkus atau ajang tempat makanan, dan masing -- masing punya nama sendiri -- sendiri, seperti :
Bungkus " Tum "
   Membungkus olahan makanan dengan cara di tum, ini yang paling banyak digunakan hingga sekarang ini. Caranya, selembar daun pisang, di isi tengahnya, kemudian ditekuk ke atas lalu dilipat tepinya ke tengah dan bersatu antara dua ujung tersebut, kemudian disemat dengan biting. Contoh makanan yang ditum adalah ; botok atau pelas, kueh utri, kueh mendut , bongko dan sebagainya. Atau kalau kita beli pecel atau bubur sumsum tapi untuk dibawa pulang juga di tum.
Bungkus " Pepes "
   Membungkus untuk mengolah bahan makanan dengan bungkus pepes jug masih banyak dilakukan. Caranya bahan makan yang akan dipepes ditaruh diatas selembar daun pisang, diatasnya ditutup dengan selembar daun juga, ,kemudian kedua sisinya masing-masing ditangkupkan ketengah, dan kedua ujungnya disemat dengan biting lidi ( atau tusuk gigi ), kemudian dipanggang diatas kuali yang terbuat dari tanah liat. ( tapi untuk jaman sekarang, sebagaian  sudah menggunakan alat panggang modern )
Bungkus " Pincuk "
   Membungkus makanan dengan dipincuk, ini juga masih banjyak digunakan. Misalnya makanan jajan pasar, seperti getuk singkong, oyek, ketan masih dibungkus model pincuk. Demikian pula bila menyajikan makanan untuk sarapan orang bekerja disawah atau diladang atau orang yang ramai-ramai bekerja bergotng royong " mbangun desa ", juga memakai bungkus pincuk sebab untuk sarapan biasanya bukan nasi, tapi ya itu tadi, getuk atau nasi ketan. Bila berupa nasi bungkus, model ditum. Dan tentu saja bungkus itu juga sekalian sebagai ajang makan.
Bungkus " Tempelang "
   Awas, jangan keliru dengan " tempeleng " ya ? Bungkus tempelang ini mirip dengan bungkus pincuk, tapi ujungnya disemat dengan lidi atau biting. Tapi fungsinya juga beda. Bila pincuk untuk  membungkus makanan, sedang tempelang untuk membungkus lauk pauk. Di desa, jaman dulu, bila ada acara selamatan atau hajatan, nasi berkat untuk oleh-oleh, lauknya dibungkus dengan model tempelang ini, yang didalamnya ada " takir " dan " sudi ", sedang nasinya berupa " nasi golong " yang kesemuanya itu berbungkus daun pisang. Tempelang ini, selain untuk membungkus lauk, juga digunakan untuk membungkus salah satu " uba rampe sesaji ".
Bungkus " nasi golong "
   Nasi golong yaitu nasi yang dipadatkan dan dibentuk berupa " setengah belahan bola ". Seperti sudah dijelaskan diatas tadi, nasi golong digunakana sebagai oleh-oleh dalam acara selamatan atau hajatan, terutama dijaman dulu, tapi sekarang juga masih ada hanya tidak seramai dulu lagi. Cara membungkusnya hampir sama dengan pincuk, tapi karena ukurannya " jumbo " tidak ditutup atasnya dengan daun pisang, melainkan terbuka, dan bentuknya meninggi. Untuk membungkus nasi golong ini memang dibutuhkan ukuran daun yang lebar dan panjang ( arah serat daunnya ).
Bungkus " gulung "
   Bungkus gulung ini, masih banyak digunakan saat ini. Contohnya juga gampang ditemukan, yaitu lontong, arem-arem ataupun lupis. Bentuknya seperti tabung, kedua ujungnya disemat dengan biting. Nasi bakar juga menggunakan membungkusnya dengan model ini, dan aroma daunya menambah nikmat sensasi tersendiri.
Antara pepes dan gulung ?
   Bila ditelisik, ada makanan yang dibungkus model antara pepes dan gulung. Misalnya kue lemet singkong. Membungkusnya digulung, tapi bentuknya tidak seperti arem-arem atau lontong, melainkan lebih ke bentuk persegi panjang, dan  membungkusnya ujungnya ditekuk lalu dilipat kebawah seperti pincuk. Demikian pula bungkus " tempe " daun. Bentuknya lebar persegi, tapi tipis ( walau ada juga " tempe munthuk " , tengahnya lebih tebal meninggi, biaanya untuk dibikin tempe bacem, kalau di yogya tempe munthuk ini banyak dimasak sebagai pelengkap  gudeg ), membungkusnya ditekuk dan dilipat kebawah, kemudian dikencangkan dengan tali serat bambu atau dengan  " oman " batang tangkai padi, ketika waktu potong padi masih menggunakan " ani-ani " dulu. Bungkus tempe sekarang, walau masih menggunakan daun pisang, tapi  biasanya dibantu pula denga kertas bagian luarnya, karena daun juga semakain langka dan sementara ini kertas bekas masih mudah didapat.
Bungkus unik
   Biarpun sudah di identifikasi sedemikian rupa, namun masih tersisa juga yang tak teridentifikasi namanya. Untuk mudahnya, kita beri nama saja bungkus unik. Ada kueh tradisional, seperti " koci dan awug-awug ", keduanya terbuat dari tepung ketan, bungkusnya tergolong unik. Untuk kueh koci, bungkusnya kayak " model piramid " sedang awug-awug, modelnya mirip kipas tapi tidak mengembang penuh dan di semat biting. Kadang koci juga ada yang dibungkus seperti itu, tahunya koci apa awaug-awug adalah setelah dibuka ketika makan ( atau dari orang sebelahnya yang sudah makan ha ha ... dalam acara hajatan ). Dan yang unik lagi adalah lemper, tapi lemper desa ya, bukan lemper kota. Lemper desa, setelah nasi ketan dibentuk lemper. dibungkus gulung dengan selembar daun kecil sebagai mana layaknya, kemudian dibungkus lagi sebagai bungkus luar dengan yang lebih lebar dan unik bentuknya, karena ada " sayap-sayapnya " kedua sisinya yang berbentuk segitiga dan disemat dengan biting, atau kalau itu sulit untuk jaman sekarang, " sayapnya tidak berbentu segitiga melainkan sisa daun papa adanya kemudian dilipat dan dikikat denga tali serat bambu, kemudian dikukus lagi, jadi daun pembungkus juga matang. Apalagi waktu membentuk lemper juga harus ditekan kuat-kuat, jadi lebih kenyal. Beda dengan lemper kota ( ma'af ya bagi orang kota ), kueh lemper dibungkus dengan selembar kecil daun, kemudian direkatkan dengan isolasi, tidak dikukus lagi, jadi daunnya  " mentah "  ( Bersambung ...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H