Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tongyeong; Kampung Haraboji dan Halmoni (Part 2)

22 Mei 2023   11:37 Diperbarui: 22 Mei 2023   11:51 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Haraboji ( kakek ) sedang menjarum jaring ( sumber; doc. foto pribadi Muheli Rofik )

TANPA transit, kami sampai di Korea jam tujuh pagi. Mendarat di bandara Incheon Airport. Setelah itu, kami semua dibawa ke asrama untuk  persiapan administrasi. Yaitu mulai dari chek kesehatan, membuat rekening buku tabungan dan cek biodata. Itu selama tiga hari. Kok lama ? Karena yang harus antri juga banyak, bukan hanya TKI saja, tapi juga banyak TKA lainnya.

     Kegiatan persiapan admi istrasi ini dimulai jam tujuh pagi setelah sarapan. Sarapannya model semi prasmanan. Kita ambil " nampan stainless " yang sudah lengkap tempat nasi dan lauk pauknya. Kemudian kita mulai antri, tapi kita tidak mengambil sendiri, jadi ada petugas yang mengambilkannya. Jadi nasi dan lauk pauknya diambilkan dan bila ada jenis lauk pauk yang tidak kita sukai ( tidak doyan ) boleh dilewati. Bila sudah selesai makan, tidak boleh ditinggal begitu saja, tempat makan tadi dibawa ke pancuran-pancuran kecil untuk mengguyur sisa-sisa makanan. Setelah itu nampan piring tadi ditaruh di " ban berjalan " sehinga nanti akan sampai berkumpul ditempat cuci piring yang sebenarnya..

Haraboji  dan Halmoni 

HARI terakhir setelah urusan administrasi selesai, kami dijemput oleh ( calon ) Bosnya masing -- masing. Saya ikut naik mobil Bos saya dan tak ada teman  TKI yang lain. Takut atau khawatir sih tidak. tapi karena masih asing, ada perasaan  canggung dan sebagainya.  Dan  lama perjalanan ke kota tempat tinggal Bos, lamanya lima jam. Nama kotanya Tomyeong. Jadi cukup jauh juga dari asrama tempat kami transit.

     Tapi saya tinggal di desa. Nama desanya saya tidak tahu, tapi sebuah perkampungan  kecil dengan  kondisi alam yang berbukit -- bukit dan dekat dengan pantai. Dan yang unik, kampung ini dihuni oleh para  " haraboji dan halmoni ". Apa itu haraboji dan halmoni  ? Kakek dan nenek, jadi penghuninya para kakek dan nenek. ( jadi jangan mimpi dapat kenalan gadis manis bak bintang drakor ). Makanya tempat ini sangat sepi, tak ada hiburan sama sekali. Lha anak mudanya pada kemana ? 

Mereka pada merantau ke kota -- kota. Para haraboji dan halmoni itu juga tetap pada bekerja lho. Apa pekerjaan mereka ?  Karena ini kampung nelayan, pekerjaan mereka ya yang ringan -- ringan, misalnya menjahit jaring yang rusak atau putus  anyaman jaringnya atau membungkusi teri yang sudah dijemur kering atau yang sudah dioven bila musim hujan. Saya tidak tahu persis, apakah itu merupakan kerja sampingan saja atau jadi pekerjaan utama juga. Apakah anak -- anak mereka yang dikota membantu kebutuhan hidup mereka atau los begitu saja ?

Jam Kerja Dini Hari

TEMPAT tinggalku  " rumah cintainer " bersama dua karyawan asal Indonesia juga yang sudah lebih dulu kerja disitu. Rumah containerku berdampingan dengan rumah Bos. Jam dua dini hari, sudah harus bangun. Persiapan untuk mulai kerja. Bayangkan, itu jam enak -- enaknya orang lagi tidur kan ? Dan kurang lebih satu jam berikutnya, atau jam tiga dini hari, berangkat berjalan ke pantai tempat kapal bersandar. Ada enam buah kapal. Tiga kapal berangkat narik jaring dulu, kalau sudah penuh pulang ketempat pengolahan ikan untuk dijemur atau dioven. Dan kapal kelompok kedua berangkat.

     Kalau misalnya cuaca buruk, bahkan hujan sekalipun, tetap bekerja. Jaring harus diangkat. Sebab ikan teri yang sudah masuk jaring, bila tidak diangkat ( dipanen ) nanti banyak yang akan mati. Dan itu mengurangi kwalitas hasil ikannya. Karena ikan teri itu kecil-kecil, maka jaring yang dugunakan rangkap tiga dengan tingkat luas dan sempitnya lobang yang berbeda -- beda. Jaring yang paling dalam atau nomer tiga, paling kecil lobangnya.

     Jadi setelah kita mengangkat jaring dan membawa ketempat pengolahan ikan, kita lanjut bekerja menjemur ikan tersebut atau mengovennya. Nanti kalau sudah kering, barulah para haraboji dan halmoni yang bekerja untuk membungkusi ikannya. Setelah rampung , jam tujuh pagi barulah sarapan. Sarapan pagi bareng dengan keluarga Bos, tidak dipisah atau dibeda -- bedakan. Kalau makan siang, yang sering bergantian sebab terikat pekerjaan yang sedang dikerjakan. Dan kalau malam, makan bersama keluarga Bos lagi.

     Bila makan, makanan sudah tersedia di " nampan staniless ", lengkap nasi dan lauk -- pauknya. Menu makan siang misalnya; " nasi odeng ", kimchi, sayuran lan lauk lain -- lainnya. Odeng itu dibuat dari tepung terigu, rasanya gurih , bentuk dan rasanya mirip pangsit. Odeng ini langsung ditaruh diatas nasinya ( lihat gambar part 1 ). Setelah makan, tempat makan tadi harus diguyur air dulu menghilangkan sisa -- sisa makanan, dan nanti yang nyuci ya Bu Bos, karena di Kore a tidak pembantu rumah tangga, urusan rumah ya dikerjakan sendiri oleh ibu rumah tangga.

Mengikuti Musim

BEKERJA di fishing atau nelayan ikan, memang berat. Jam kerjanya beda dengan jam kerja pada umumnya. Katanlah jam kerja yang umum ya jam tujuh atau delapan pagi. Tapi untuk nelayan ikan, saya harus sudah bangun jam dua. Atau mungkin ada yang agak longgar, seminim -- minimnya jam empat pagi sudah harus turun kelaut. Jadi jam subuh aja belum ! Maka harus benar -- benar siap mental dan fisik. Ini penting banget agar betah bekerja dengan profesi yang sudah kita pilih. 

Sebab kalau tidak betah, tertekan. Mau mundur, tidak bisa. Kecuali lari jadi pekerja ilegal. Tapi ingat, Korea hampir -- hampir tak ada tempat bagi pekerja ilegal, sama seperti jepang. Beda dengan Malaysia. Makanya kenapa saya pilih fishing dari pada manufaktur, karena jiwa saya lebih mantap kearah itu. Ini penting untuk " kenyamanan " kerja , sebab  kita kan terikat kontrak dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena  itu pula, ketika ada teman lain tempat yang " kabur " aku tak tergoda sedikitpun, dari awal " nawaitu " saya sudah kuat. Jadi saya bekerja " enjoy " saja, tanpa beban, no problem secara mental.

     Selain jam kerja yang " luar biasa " waktu kerjanya juga sama. Kerja full tujuh hari. Tak ada libur  " week end ". Ibaratnya nama hari tak dikenal, semua sama tanpa nama . setiap hari harus kerja, kerja dan kerja. Hujan juga tetap kerja mengangkat jaring. Oh ya, jaring sudah ditebar satu hari sebelumnya, jadi pagi hari tinggal ngangkat.

     Kalau tiap hari kerja, kapan liburnya ? Waktu libur, menurut musim ikan dilaut. Kalau saya, liburnya pas musim salju. Yaitu bulan Januari -- Februari. Bulan -- bulan itu tidak ada ikan teri. Kalau libur karena cuti, pulang kampung kenegerinya masing -- masing. Tapi kalau bukan libur cuti, alias " libur biasa " tetap bekerja, misal bersih-bersih kapal, memperbaiki jaring dan dihitung  kerja lembur. Libur cuti ini biasanya baru diberikan setelah minimal tiga tahun bekerja. Libur biasa sebenarnya waktunya libur cuti juga, cuma karena belum tiga tahun itun tadi, maka statusnya libur biasa.

     Sedangkan untuk nelayan kerang, beda lagi musim liburnya, yaitu blan Juni. Yaitu sehabis panen kerang. Demikian yang perlu dimengerti  ( Tamat ).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun