Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Low Angle: Rutinitas Ibadah Puasa Ramadan

27 April 2023   13:09 Diperbarui: 27 April 2023   13:16 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

KETIKA suatu kegiatan " terperangkap " dalam suatu rutinitas, tidak tertutup kemungkinan memang akan berakibat " minimnya " penghayatan alias menjadi dangkal.  Hal itu pun tidak terkecuali pula pada bidang ibadah, misalnya puasa Ramadhan. Setiap setahun sekali, bagi umat Islam akan menghadapi  rutinitas puasa Ramadhan. Dan kesempurnaan ibadah puasa Ramadhan dilengkpi dengan  " paket " zakat fitrah, shalat 'ied plus hala bi halal; berkunjung bersilaturahmi saling ma'af mema'afkan.

     Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk memahami ibadah puasa beserta " paket " lebaran itu tadi dari sudut pandang sisi kemanusiawiannya. Atau kalau dalm Islam dari sisi " basiroh "-nya alias manusia biasa, yang tidak prnah lepas dari khilaf, salah dan dosa.  Atau kita ambil gambar dari sudut pandang camera secara " low angle ", bukan " hig angle ". Kita akan tampung  suara-suara kemanusiawian dari bawah " botom up ", bukan wejangan khutbah yang datang dari atas atau " top down ", namun jangan salah paham, itu bukan berarti kita mengabaikannya

Ulangan; hal yang wajar

MARI kita perhatikan bersama bahwa ulangan atau pengulangan adalah suatu hal yang wajar dalam kehidupan ini. Kita mulai dari waktu, pergantian siang dan malam yang berulang-ulang menimbulkan bilangan hari, minggu bulan dan tahun.  Bilangan tahun menjadi satuan hitungan usia kita, makanya ada kebiasaan merayan ulang tahun.

     Sekarang kita lihat aktifitas kita sendiri. Kita makan adalah pengulangan, sehari tiga kali. Kita bekerja juga akan terperangkap pada rutinitas, yang berarti pengulangan. Pegawai  negeri atau swasta, disibukan uleh rutinitas setiap harinya. Petani, nelayan, pedanga atau profesi kerja lainnya, juga akan terjebak pada ulangan.

     Demikian pula dalam hal ibadah. Bagi orang Islam, shalat wajib sehari semalam lima kali. Bagi orang Nasrani, seminggu sekali ke gereja. Bagi orang Yahudi, setiap hari Sabtu beribadah d sinagoge. Begitu juga dengan agama-agama yang lain, ada waisak, nyepi, , imleks dan sebagainya.  Semua itu adalah ulangan. Jadi ulangan atau rutinitas dalam kehidupan dan bahkan dalam agama adalah suatu hal yang wajar-wajar saja.

     Nah dalam ulangan -- ulangan tersebut, karena sudah menjadi kebiasaan, aktifitas terebut bisa menjadi terasa biasa -- biasa saja memang. Namun secara manusiawi juga, dalam setiap ulangan manusia pasti berusaha untuk tetap bisa menjadi baik, " enak " dan menyenangkan. Contoh sederhana

Kita setiap hari makan, supaya tidak bosan dan enak makannya, kita kreatif mengolah menu bukan ? Petani,  setiap musim menanam padi dan selalu berulang, agar panennya baik, mengolah tanahnya dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Pedagang , setiap hari juga berusaha agar dagangannya bisa laku. Pendek kata, walaupun semua ulangan, rutinitas tapi tetap tidak kehilangan semangat untuk menjadikan hasil yang terbaik.

     Dalam ibadah pun demikian. Bagi yang sudah memiliki kesadaran yang cukup ( tinggi ), tentu akan berusaha untuk meningkatkan kwalitas amalan agamanya, sekalipun ulangan, namun tidak sekedar formalitas dan rutinitas. Terlebih lagi dalam agama ada tuntutan dari atas " top down ", misalnya dalam shalat kita diingatkan, salah satu tanda orang yang bertakwa adalah khusu' shalatnya. Dalam puasa, kta diwanti -- wanti jangan sampai kita ternasuk orang ; banyak orang yang berpuasa, tetapi mereka hanya mendapatkan lapar dan dahaga.

     Nah sekarang kita sudah bisa memahaminya, bahwa ulangan atau rutinitas dalam agama adalah hal lumrah, namun hal itu juga tidak menghilangkan tuntutan dan tantangan untukmeningkatkan kwalitas peribadatannya.

Upaya Pendinginan

MARILAH kita berprasangka baik pada diri kita masing -- masing. Katakanlah kita semua sudah melaksanakanibadah puasa ramadah dengan baik, plus paket lebarannya juga, sehingga kta dalam keadaan kejiwaan yang fitri. Masalahnya,  moment seperti itu akan segera berakhir dan berlalu. Bulan " sakral " sudah lewat, selanjutnya kita memasuki bulan-bulan yang " profan "keduniawian. Terus nasib " kefitrian " kita bagaimana selanjutnya ?

     Kemarin kita suci, tapi kini kta harus " nyemplung " lagi dengan kehidupan sehari-hari. Cipratan noda dosa tentu tak terhindar lagi. Karena kita manusia biasa, yang tak lepas dari khilaf salah dan dosa. Nasib kefitrian kita selanjutnya bagaimana ? semakin jauh meninggalkan bulan suci ramadhan dan paket lengkap lebarannya, sementara  diujung depan kita semakin dalam memasuki bulan -- bulan biasa, sediki atau banyak , noda dosa kita juga bertambah. Nasib kefitrian kita tambah bagaimana ?

     Nah, disinilah pentingnya " ibadah ulangan ". Disaat kita telah jauh blusukan memasuki bulan -- bulan profan, kita ketemu lagi dengan bulan suci ranmadhan tahun berikutnya. Kita bersihkan lagi dosa-dosa  kita, kita intensifkan lagi puasa kita beserta ibadah yang lainnya. Nah dengan adanya ulangan ini, kefirian kita selalu diperbaharui. Disisi lain. ibadah ulangan ini ibarat " charger " bagi ruhani kita agar tetap punya power baru untuk melakukan ibadah berikutnya.

     Jadi setelah hari yang fitri secara formal usai, karena kita ingin menjaga kefitrian kita maka hanya diam saja, tentu itu kliru. Baraktifitaslah  seperti biasa, jangan lupa, saat -- saat pendinginan  kita temui kita lakukan sebaik-baiknya, karena itu merupakan moment untuk membersihkan jiwa kita sebelum sampai ke 'iedul fitri berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun