Perjalanan malam ini mengingatkan aku pada masa 30 tahun yang lalu. Ketika itu, kami pulang ke kampung halaman juga bertiga seperti keberangkatan kami malam ini. Semula, aku merencanakan semuanya ikut serta. Akibatnya, aku sudah membayangkan betapa hebohnya suasana di dalam mobil yang penuh sesak. Di samping peserta yang memenuhi seluruh mobil, uba rampe yang mesti dipersiapkan pasti semakin membengkak.
Akan tetapi, akhirnya kami hanya berangkat bertiga saja.
"Kamu mau ikutan nggak, Ndhuk?"
"Kalau diajak ikut. Kalau nggak diajak nggak apa -apa."
"Ikut saja, ya. Rumah biar ditunggui Kang Paino."
"Nggak ah. Aku tak di rumah saja."
"Lha minta ditemani siapa kalau mau di rumah?"
"Nasya."
Ninda tak mau ikutan. Eh, lha kok Hani dan kedua anaknya tidak ikutan juga. Sepertinya mereka lebih merasa nyaman dan enjoy berada di rumah. Lagi pula, di balai desa ada pertunjukan wayang golek acara sedekah bumi. Di samping itu, Fikri juga lagi kurang sehat. Sepertinya, mereka berempat tidak tertarik sama sekali dengan kepergian kami malam ini.
"Lha, kamu nggak ikut kenapa, Ndhuk. Mbok ikut saja."
"Boten Pak _e. Saya akan di rumah saja."