Pembahasan JETP dengan Amerika Serikat (September dan November 2023)
Sebelum pertemuan Jokowi dengan Presiden AS, Joe Biden pada 13 November 2023, ia telah bertemu Wakil Presiden AS Kamala Harris pada 6 September 2023 di Jakarta Convention Center dalam rangkaian kegiatan KTT ke 43 ASEAN. Kamala sempat menyinggung tentang pendanaan JETP dalam pidato kenegaraannya di pertemuan bilateral tersebut. Pada Joe Biden, Jokowi kembali menagih janji US$20 miliar awal komitmen JETP itu.Â
Biden lalu mengumumkan program-program baru untuk kerja sama kedua negara dalam memajukan kerja sama teknis mengenai sumber daya energi terbarukan, ketahanan jaringan listrik, dan praktik pertambangan yang bertanggung jawab. Usulan program-program baru ini akan disusul dengan MoU nantinya.Â
"Proyek JETP ini mengembangkan strategi replikasi untuk penerapan jaringan listrik mini terbarukan yang lebih luas di seluruh kawasan dan akan dilaksanakan oleh perusahaan AS TQ Automation dalam kemitraan publik-swasta dengan laboratorium nasional Departemen Energi AS di bawah Net Zero World Initiative," komentar pihak Gedung Putih turut memberikan keterangan terkait kesepakatan JETP.
Kesimpulan
Dari sini, kita mendapatkan sedikit gambaran bagaimana upaya diplomasi Indonesia ke negara-negara IPG. Namun dari semua rangkaian kunjungan untuk meloloskan kepentingan JETP, belum ada satupun kunjungan balasan dari tokoh negara-negara IPG ke Indonesia, selain kunjungan piknik Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN, Sujiro Seam, ke Jakarta pada September 2023. Memang ada berita bahwa Kanselir Jerman Olaf Scholz akan mengunjungi Indonesia, namun belum ada keterangan yang pasti mengenai penyambutan dan waktu kunjungannya di Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pun, implementasi JETP belum ada kemajuan yang berarti saat itu.
Hal ini menandakan bahwa Indonesia masih kurang percaya diri dalam menegaskan potensi dan kedudukan untuk suksesi skema JETP dan ETM, sehingga belum mampu menjadikan negara-negara IPG melihat percepatan transisi energi di Indonesia sebagai hal yang urgent dan utama. Terlebih dengan fakta bahwa dalam kerja sama bidang energi, Indonesia masih mesra dengan mitra rival negara IPG secara umum, yaitu China. Hal ini dikarenakan China pada saat BRI Summit 2023 memiliki komitmen membantu proses transisi energi dan dekarbonisasi Indonesia dengan total US$56 miliar atau lebih dari dua kali lipat komitmen JETP.Â
Alih-alih hibah dan percepatan skema, satu-satunya kesempatan yang diberikan pada Indonesia hanyalah kesepakatan konsesional dan non-konsensial yang artiya skema utang dengan bunga pasar. Ini tentu saja bukan hasil yang setimpal untuk usaha diplomasi Indonesia yang sudah jor-joran dan makan banyak biaya untuk menyusun CIPP JETP dan berkunjung ke negara maju. Ada baiknya setelah semua upaya ini, Indonesia bisa lebih fokus menawarkan aspek strategi dan teknik yang pasti untuk realisasi JETP.Â
Indonesia juga harus lebih jeli dalam membaca state interest masing-masing negara IPG agar dapat memberikan penawaran keuntungan yang sesuai dan tepat sasaran. Dengan potensi keuntungan yang jelas di kedua belah pihak, negara-negara IPG akan terdorong untuk berkomitmen lebih serius pada Indonesia. Menagih komitmen negara maju bisa terus dilanjutkan terutama dalam COP28 yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Karena tidak hanya Indonesia, tapi negara IPG seharusnya juga membutuhkan suksesi skema JETP dan ETM ini untuk akselerasi transisi energi dan mengejar penurunan emisi secara global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H