Memberi kail, bukan ikan..
ITULAH yang dilakukan oleh Prof. Tatacipta Dirgantara, Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung, beserta putrinya, Asih, yang duduk di kelas 4 Sekolah Dasar.
Wabah virus Corona merebak.
Dan kita semua tergagap. Tak siap menghadapi pandemi itu.
Alat- alat kesehatan terbatas ketersediaannya, sementara kebutuhan melonjak tajam.
Salah satu alat kesehatan yang banyak diperlukan di waktu Pandemi Corona, terutama untuk tenaga medis saat menangani pasien adalah pelindung wajah ( face shield ). Face shield berguna untuk melindungi area wajah, terutama mata, hidung dan mulut dari percikan ludah maupun batuk dari pasien yang dirawat.
Face shield, termasuk salah satu alat pelindung yang sulit didapat. Banyak dokter maupun dokter gigi, terutama di daerah- daerah yang kesulitan mendapatkan face shield ini.
Baca Juga: Setelah Masker Menjadi Tren 2020, Akankah Face Shield Menjadi Tren 2021?
***
Semua berkejaran dengan waktu. Berkejaran dengan kecepatan virus menyebar.
Banyak orang ikut turun tangan, melalukan apa yang mereka bisa lakukan, sesuai dengan kemampuan masing- masing.
Ada salah seorang insinyur di ITB, yang mencoba membuat  pelindung wajah ( face shield ) ini menggunakan 3D Printing. Ini bisa dilakukan, namun kapasitas produksinya sedikit. Di hari- hari awal pembuatan face shield  dengan 3D Printing itu, misalnya, ketika permintaan sudah mencapai 3700 buah, produksi hanya bisa mencapai angka 60. Sangat jauh dari kebutuhan.
Profesor Tatacipta mengamati apa yang terjadi. Dan sampai pada kesimpulan, untuk memenuhi kebutuhan face shield, harus dirancang sebuah produk yang low cost, low technology, bahan mudah diperoleh dan masif.
Sesuatu yang bisa dibuat oleh semua orang, siapa saja, dimanapun berada.
Dan itulah titik awalnya..
***
Dengan pemikiran untuk membuat produk yang murah, teknis pembuatannya mudah, bahan gampang diperoleh dan masif tersebut, langkah pertama adalah pergi ke toko alat tulis.
Melihat apapun yang tersedia di toko alat tulis tersebut, yang akan bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat face shield sedehana. Dan diperolehlah Alvaboard ( sering juga disebut Infraboard/ Impraboard, sejenis 'kardus' berbahan plastik) serta plastik mika sebagai bahan utama face shield ini.
Saat proses perancangan dan pembuatan prototype pelindung wajah ini, putri Profesor Tatacipta, Asih, yang merasa tertarik dengan apa yang sedang dilakukan oleh ayahnya turut terlibat. Dia membantu ayahnya saat proses desain, berdiskusi dengan sang ayah tentang bagaimana cara merakitnya, dan ketika prototype berhasil dibuat, dialah yang menjadi mannequin untuk face shield tersebut.
Pada tahap selanjutnya, ayahnya meminta Asih untuk menunjukkan cara pembuatan face shield tersebut dalam sebuah video singkat.
Asih pada mulanya malu, dan tak mengijinkan video tersebut disebarkan. Orang tuanya menerangkan pada Asih, bahwa tujuan dibuatnya face shield dan video tersebut adalah untuk amal jariah. Dengan pengertian yang diberikan itu, Asih setuju video tersebut diedarkan.
***
Pelindung wajah yang dirancang oleh Profesor Tatacipta dan putrinya tesebut merupakan pelindung wajah sederhana yang dapat menjadi solusi dan dalam kondisi darurat dapat dibuat/ diproduksi oleh siapa saja.
Alat yang dibutuhkan cukup gunting, cutter, penggaris dan pelubang kertas.
Bahannya adalah alvaboard/ infraboard/ impraboard plastik mika, tali/ elastik dan selotip yang banyak tersedia di toko alat tulis, juga di toko- toko online.
Sampel pelindung wajah ini telah dikirimkan ke beberapa dokter/ dokter gigi untuk dimintakan feedback. Beberapa feedback sudah diterima. Penerimaannya sungguh menggembirakan. Dengan kesederhanaan bahan dan proses pembuatannya, pelindung wajah sederhana ini pada akhirnya memang bisa dibuat oleh banyak orang.
Banyak apresiasi diterima setelah rancangan dan video tutorial cara pembuatannya disebarkan.
Berita berdatangan tentang dokter/ dokter gigi yang sudah membuat dan menggunakannya saat praktek. Selain itu, telah pula ada yang berdasarkan informasi cara pembuatannya, membuat sendiri kemudian disumbangkan ke Puskesmas terdekat dari tempat tinggalnya.
Tujuan memberikan kail, bukan ikan, tercapai. Kendala kapasitas produksi teratasi dengan banyaknya orang yang bisa membuat sendiri pelindung wajah ini.
***
Ada hal penting dari seluruh proses ini, yakni kebaikan yang bersambut kebaikan.
Dari sebuah rancangan dan video tutorial yang dibuat di teras rumah, niat baik dan energi positif itu bersambut.Â
Ikatan Alumni Arsitektur ITB membuatkan sebuah poster petunjuk pembuatan face shield tersebut. Dengan adanya poster ini, ide rancangan tersebut akan lebih mudah disebarkan.
Selain itu, seorang dokter gigi yang mengikuti petunjuk rancangan tersebut dan membuat face shield itu sendiri, merekam proses pembuatannya kemudian menyebarkan videonya di instagram pribadinya. Maka, ide tersebut makin tersebar luas.
Wabah virus ini memang memprihatinkan. Tapi sebagai manusia, kita bisa memilih apa yang hendak kita lalukan. Terus mengeluh, atau bahkan mencacikah, atau bergerak maju, mengulurkan tangan, memberikan dan melakukan apapun yang kita bisa untuk mengatasi wabah dan tujuan kemanusiaan.
Profesor Tatacipta beserta putri belianya memilih yang kedua. Â Mereka memilih untuk ada di barisan orang- orang yang menebarkan energi positif, harapan dan optimisme..
P.S.
Video tutorial pembuatan face shield tersebut bisa dilihat di sini: instagram.com
Video salah satu review dari dokter gigi, ada di: instagram.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H