Profesor Tatacipta mengamati apa yang terjadi. Dan sampai pada kesimpulan, untuk memenuhi kebutuhan face shield, harus dirancang sebuah produk yang low cost, low technology, bahan mudah diperoleh dan masif.
Sesuatu yang bisa dibuat oleh semua orang, siapa saja, dimanapun berada.
Dan itulah titik awalnya..
***
Dengan pemikiran untuk membuat produk yang murah, teknis pembuatannya mudah, bahan gampang diperoleh dan masif tersebut, langkah pertama adalah pergi ke toko alat tulis.
Melihat apapun yang tersedia di toko alat tulis tersebut, yang akan bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat face shield sedehana. Dan diperolehlah Alvaboard ( sering juga disebut Infraboard/ Impraboard, sejenis 'kardus' berbahan plastik) serta plastik mika sebagai bahan utama face shield ini.
Saat proses perancangan dan pembuatan prototype pelindung wajah ini, putri Profesor Tatacipta, Asih, yang merasa tertarik dengan apa yang sedang dilakukan oleh ayahnya turut terlibat. Dia membantu ayahnya saat proses desain, berdiskusi dengan sang ayah tentang bagaimana cara merakitnya, dan ketika prototype berhasil dibuat, dialah yang menjadi mannequin untuk face shield tersebut.
Pada tahap selanjutnya, ayahnya meminta Asih untuk menunjukkan cara pembuatan face shield tersebut dalam sebuah video singkat.
Asih pada mulanya malu, dan tak mengijinkan video tersebut disebarkan. Orang tuanya menerangkan pada Asih, bahwa tujuan dibuatnya face shield dan video tersebut adalah untuk amal jariah. Dengan pengertian yang diberikan itu, Asih setuju video tersebut diedarkan.
***
Pelindung wajah yang dirancang oleh Profesor Tatacipta dan putrinya tesebut merupakan pelindung wajah sederhana yang dapat menjadi solusi dan dalam kondisi darurat dapat dibuat/ diproduksi oleh siapa saja.