Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Mempersiapkan Dana untuk Pendidikan Anak? (Catatan Pengalaman Pribadi)

18 Oktober 2016   08:51 Diperbarui: 18 Oktober 2016   23:09 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Mbak..  mbak nyimpan dana pendidikan anak- anak dimana? "

PERTANYAAN semacam itu pada suatu hari diajukan oleh seorang anak buahku di kantor padaku.

Aku maklumi pertanyaan anak buahku itu. Anaknya berangkat besar. Tentu saja dia akan harus mempersiapkan biaya yang dibutuhkan oleh anak- anaknya saat sekolah dulu.

Begini, aku bukan penasihat keuangan profesional. Dan kupahami, ketika dia bertanya padaku, dia menginginkan jawaban berdasarkan pengalaman, bukan teori. Maka, yang kulakukan memang semata bercerita. Membagi sedikit ‘rahasia dapur’ tentang tabungan padanya. Yang kini juga akan kubagikan disini...

***

First of all, ada satu hal yang kupelajari tentang tabungan: menabunglah pada saat pertama setelah menerima gaji.

Dengan begini, kita bisa memastikan bahwa setiap bulan tabungan akan terisi. Percaya deh, jika ditunggu ‘nanti nabung kalau ada sisa’, berapapun jumlah uang yang kita punya, tak akan ada sisanya. Godaan untuk berbelanja ini dan itu terlalu besar, he he.

Kami -- aku dan suamiku -- memiliki beberapa rekening terpisah untuk tujuan yang berbeda- beda.

Spesifik untuk tabungan pendidikan anak- anak, kami menyimpannya dalam dua jenis tabungan yang berbeda.

Yang pertama, tabungan pendidikan di suatu bank, dengan jumlah nominal setoran per bulan yang telah ditentukan di depan dan jangka waktu yang telah ditetapkan. Ini tabungan yang murni jenisnya tabungan, bukan yang digabung dengan investasi dan sebagainya, hanya tercover dengan asuransi jiwa saja.

Mengenai jumlah, kalau kata teori financial planner yang profesional, jumlahnya mesti dihitung berdasarkan berapa biaya ketika dana itu dibutuhkan kelak. Sementara aku dan suami sih mikirnya tidak seribet itu, he he. Kami menaruh dana di situ sesuai kemampuan kami saja.

Oh ya, kami juga menghitung sih, berapa kira- kira dana yang akan dibutuhkan untuk uang pangkal anak masuk sekolah. Tapi tak sepenuhnya terpaku pada angka itu. Kami percaya, ada rejeki yang akan datang kelak saat dana dibutuhkan untuk membayar sekolah anak- anak. Jadi kalau kurang- kurang sedikit dari hitungannya sih, ya nggak usah terlalu dipusingkan. Jadi jumlahnya ya kira- kira saja.

Nah, tabungan pendidikan ini, kami buka beberapa buah untuk masing- masing anak. Diatur masa jatuh temponya saat mereka akan masuk SD, SMP, SMA dan Universitas.

Lalu, ada tabungan jenis kedua, yaitu tabungan biasa. Kami buka buku tabungan untuk masing- masing anak dan setiap bulan kami masukkan uang sejumlah tertentu ke rekening tersebut.

***

Bergunakah akhirnya tabungan- tabungan itu?

Iya. Berguna sekali.

Tabungan pertama berjenis tabungan pendidikan itu, sungguh membantu di saat- saat kami harus membayar uang pangkal anak- anak ketika mereka hendak masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Kami tak terlalu pusing memikirkan sumber dana uang pangkal itu sebab ada tabungan yang akan jatuh tempo pencairannya di saat- saat semacam itu.

Tentang jumlah, namanya juga saat menabung angkanya adalah angka perkiraan, saat dana itu cair kadang jumlahnya ngepas, kadang kurang, kadang lebih untuk membayar uang pangkal. Tapi jikapun kurang, biasanya tak terlalu banyak dan kami tak terlalu kerepotan untuk menambahkan kekurangannya dari kantong yang lain.

***

Oh ya, dalam perjalanannya, rencana tentang tabungan pendidikan ini tapi pernah juga meleset sih.

Walau melesetnya sebetulnya bukan sesuatu yang buruk. It’s a nice problem.

Itu terjadi saat anak sulung kami lulus SD dan hendak masuk SMP.

Diluar rencana, anak kami itu lulus SD dalam waktu lima tahun, bukan enam tahun, sebab dia mengikuti program akselerasi. Maka, ketika dia hendak masuk SMP, tabungan pendidikannya sebetulnya belum waktunya jatuh tempo.

Waduh.

Kami datang ke bank waktu itu, menyampaikan situasi yang kami hadapi. Untunglah, tabungan itu bisa dicairkan lebih awal. Ada denda, tapi sedikit jumlahnya, tak seberapa.

Terselamatkanlah kami semua, dana untuk uang pangkal masuk SMP putri kami tersedia di tangan.

Belajar dari pengalaman tersebut, saat membuat rencana untuk adik- adiknya, kami mencadangkan dana untuk uang pangkal masuk SMP lima tahun setelah masuk SD. Jika adiknya masuk kelas akselerasi juga, dana akan tersedia saat mereka masuk SMP lima tahun setelah masuk SD, jika tidak, dana itu akan kami simpan selama setahun untuk masuk SMP tahun depannya, enam tahun setelah masuk SD. Begitu pikiran kami ketika itu.

***

Tentang tabungan kedua, yang ditaruh di buku tabungan itu, ceritanya bagaimana?

Tabungan kedua ini, kami isi dengan jumlah uang yang sebetulnya tak seberapa. Tapi kami isi dengan disiplin setiap bulan. Dan tak pernah kami sentuh, sehingga jumlahnya terjaga. Walau sedikit yang kami masukkan setiap bulan, lama- lama terkumpul juga jumlah yang lumayan.

Dulu, kami buka tabungan ini dengan pikiran jika putra- putri kami hendak masuk kuliah dan dana dari tabungan pendidikan yang pertama itu tidak cukup, kami masih punya tabungan kedua ini, untuk ditambahkan jumlahnya.

Ternyata yang terjadi, saat putri sulung dan anak kedua kami masuk kuliah, tabungan kedua ini tak perlu digunakan. Jadi, akhirnya, tabungan kedua ini kami alihkan menjadi ‘dana darurat’.

Putri sulung dan anak kedua kami kuliah di luar kota. Saat mereka memulai masa kuliah mereka, kami berikan kartu ATM tabungan kedua ini pada mereka. Kami beritahukan bahwa ada dana di tabungan tersebut sejumlah sekian yang boleh mereka gunakan dalam keadaan mendesak. Yakni jika mereka membutuhkan sejumlah dana tertentu yang lebih besar dari biasanya yang tidak bisa dipenuhi dari uang bulanan yang kami kirimkan dan dibutuhkan segera, sebelum kami orang tuanya sempat mengirimkan uang tambahan pada mereka.

Dana darurat itu tetap kami kontrol. Kami minta pada putra- putri kami untuk memberitahukan pada kami jika mereka mengambil dana dari rekening tersebut. Berapa jumlahnya dan untuk keperluan apa. Lalu jumlah sebesar yang mereka gunakan itu akan kami isi ke rekening tersebut agar saldonya kembali seperti semula. Selain itu, walau kartu ATM-nya kami berikan pada putra putri kami tersebut, buku tabungannya tetap kami yang menyimpan. Jadi kami bisa sewaktu- waktu mencetak buku tersebut untuk mengetahui saldonya.

Alhamdulillah, dana darurat itu sangat jarang terpakai. Dan sungguh, aku terharu sekali bahwa bahkan dana dari tabungan kedua yang kami kumpulkan sedikit demi sedikit sejak anak- anak masih kecil ini, kelak di kemudian hari menjadi salah satu sumber dana yang bisa kami bekalkan pada putri sulung kami saat dia berangkat kuliah ke luar negeri.

Putri kami kuliah di luar negeri dengan beasiswa penuh. Semua biaya transport untuk berangkat dan kembali dari negara tujuan, visa, biaya hidup dan kuliah, ditanggung oleh pemberi beasiswa. Praktis kami tak menanggung biaya apapun untuk itu. Tapi tentu saja, kami ingin membekalinya sedikit dana tambahan, untuk berjaga- jaga saja. Jadi ketika dia berangkat, kami bekali dia sejumlah uang, yang diantaranya berasal dari uang di tabungan kedua itu, ditambah sedikit lagi dari kantong lain. Masih juga dengan pesan yang sama: dipakainya dihemat- hemat yaaa.. siapa tahu nanti kapan- kapan masih dibutuhkan lagi. He he… soalnya, hemat pangkal pandai, kan? ( eh, salah ya.. bukan begitu pepatah yang betul? He he he.. )

p.s. ini catatan pengalaman pribadi, ditulis bukan untuk lomba dan tak ada pesan sponsor :)

* Bersambung ke: 

- Menyimpan Dana Pendidikan Anak: Teliti Dulu Sebelum Membeli

- Memilih Investasi untuk Cadangan Dana Pendidikan Anak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun