Maka, kulakukan lagi hal tersebut untuk memohon satu hal pada Sang Pemilik Hidup: Mohon pertemukan aku dengan lelaki baik untuk menjadi suamiku. Lelaki yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dan, oh.. dasar aku. Permintaan itu masih juga diimbuhi dengan: ketemunya nanti saja ya Allah, dekat- dekat dengan saat dimana kami akan menikah.
Error, ya? Ha ha. Permintaan macam apa, itu.
Tapi aku punya alasan. Aku tak berniat atau berminat jatuh cinta pada seseorang lalu menanti terlalu lama untuk bisa menikah dengannya. Menanti kejelasan terlalu lama akan terlalu memusingkan bagiku. Daripada pusing begitu, aku lebih suka  tak terikat pada siapapun, dan menjalani hidup ‘merdeka’ saja, sehingga aku bisa mengatur hidupku sendiri, bersenang- senang tanpa beban. He he.
***
Puasa Senin- Kamis dan shalat Hajat untuk memohon agar suatu hari dipertemukan dengan seorang lelaki yang akan membawa kebaikan dunia akhirat untuk menjadi suamiku terus kujalani. Tak pernah putus selama lebih dari tiga tahun.
Dan selama itu, kujalani hidup dengan cara yang biasa. Bekerja, bergaul, bersenang- senang menjalankan hobbyku.
Aku sudah lulus kuliah saat itu. Sudah bekerja, dengan performa kerja yang cukup bisa kubanggakan. Ada beberapa award kuterima sehubungan dengan hasil kerjaku. Lalu suatu hari, kupikir, sudah waktunya aku kuliah lagi. Maka, kucoba mencari beasiswa untuk melanjutkan pendidikan pasca sarjana ke luar negeri.
Ihhh.. apa hubungannya ya, cerita tentang bagaimana bertemu dengan Mr. Right dengan urusan pekerjaan dan beasiswa?
Sebentar.. sabar dulu.