Oalaaahhh…
Ternyata, menjelang puncak haji itu, bukan hanya kendaraan mobil, taxi dan semacamnya yang tidak bisa masuk ke dekat Masjidil Haram, tapi bus gratis yang biasa wira wiri mengangkut jamaah itu juga tak beroperasi.
Hal ini akhirnya menjadi bahan pembicaraan sambil kami tersenyum- senyum antara aku serta adik iparku. Karena, ketika aku tadinya berpikir akan menggunakan bus yang biasa digunakan adik iparku, mereka yang sudah lebih dulu tahu bahwa bus tak akan beroperasi malah sempat berpikir bahwa pada hari- hari itu mereka akan ikut beristirahat di kamar hotel kami saja sepanjang harinya, agar bisa mencapai Masjidil Haram dengan mudah pada periode tanpa bus itu.
Begitu tahu bahwa pada hari- hari tersebut kami sudah akan pindah dari hotel ke apartemen transit yang berada di tengah- tengah di antara Masjidil Haram dengan Mina, tersenyumlah kami bersama- sama. Menyadari bahwa rencana- rencana kami itu tak akan bisa dijalankan.
Aku menggunakan kata ‘maksimalkan’ di sini, bukan ‘puas- puaskan’ seperti kata- kata yang digunakan saat pertama kali informasi itu disampaikan saat manasik haji, sebab sejujurnya, rasanya kerinduan untuk kembali lagi dan lagi ke Masjidil Haram itu terus ada. Maka ‘puas’ bukanlah kata yang sesuai untuk ini.
Betapapun, dengan segala keterbatasan baik waktu maupun jarak, serta kendala transportasi yang ada, tetap, kusyukuri kesempatan yang ada itu. Kusyukuri keindahan, kenikmatan, rahmat yang kami terima saat itu…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H