Itu terasa ketika badanku terasa lemas di hari- hari pertama di Madinah. Saking lemasnya, aku biasa berangkat mepet dengan waktu shalat agar tak menanti terlalu lama. Akibatnya, bisa diduga, jika sudah mepet begitu, tak bisa lagi masuk ke dalam Masjid Nabawi yang sudah penuh sesak. Maka aku shalat di halaman masjid saja.
Satu dua hari setelah itu, aku bahkan lalu bukan hanya shalat di halaman tapi harus shalat di dalam kamar hotel. Sebab aku demam sampai menggigil.
Ya ampun.
Dari mulanya sekedar mengkonsumsi obat yang dibawa dari tanah air, sampai akhirnya suamiku meminta bantuan dokter yang ada dalam rombongan kami untuk memeriksa dan memberikan obat padaku.
Alhamdulillah, aku berangsur pulih. Masih agak lemas tapi membaik. Bahkan di hari terakhir berada di Madinah, menjelang keberangkatan kami ke Mekah, aku sudah bisa berangkat sendiri pagi- pagi ke Raudhah. Dan kembali, atas kemurahan yang diberikan Dia Sang Maha Cinta, kunjungan ke Raudhah itu sungguh dimudahkan. Aku bisa masuk dengan cepat ke sana, hampir tanpa mengantri, dan juga mendapat kelapangan tempat di dalam Raudhah.
Bukan hanya itu, pertolongan bahkan datang ketika aku sedang shalat di dalam. Orang- orang yang tak kukenal, menjagaiku – ada yang bahkan membuat badannya menjadi benteng bagiku – menjaga agar aku tak terganggu atau tertabrak orang lain saat aku sedang shalat itu.
Luar biasa, pengalaman yang sungguh luar biasa. Yang kuyakin tak akan terjadi jika bukan sebab pertolongan yang diberikan oleh Dia yang Maha Mengatur segalanya…
***
Haaa.. serius?